Halaman

Selasa, 11 November 2008

Romantic Blues


Menurut gue romantis itu absurd. Banyak orang yang memujanya tapi nggak sedikit juga yang antipati. Meski gue bingung kenapa ada yang antipati sama bersikap romatis. Bukankah setiap orang pasti punya sisi romantis, sisi melankolis? Dan kalaupun memang tidak suka atau tepatnya tidak mau mengekspos sisi romantisnya, kenapa harus antipati terhadap orang yang mengumbar sisi romantisnya tersebut?

Bersikap romantis itu memang pilihan, semacam jalan hidup. Mungkin buat sebagian orang bersikap romatis itu hanya untuk merefleksikan rasa cinta yang mereka punya buat pasangannya. Menunjukkan cinta dengan rasa yang berbeda, yang nggak itu-itu aja. Kalau kemudian gue ditanya apa gue orangnya romantis? Gue malah bingung jawabnya. Kalau suka bikin puisi yang menyayat-nyayat bisa disebut romantis nggak yah? Jujur, gue lumayan romantislah meski nggak akut juga. Dalam skala 1 sampe 10, nilai gue 7 lah.

Kenapa gue ngomongin romantis? Karena topik itu lagi hangat dibahas di ruangan gue di kantor. Awalnya sih gara-gara blogwalking gue kemaren-kemaren, di salah satu postingan orang ada cerita soal how romantic his partner. Kan gue bacain tuh keras-keras biar semua orang denger, dan bener aja semua yang denger langsung klepek-klepek. Nggak kebayang deh kalau ada yang ngomong gitu sama kita. Nggak tahu mau ngapain tepatnya. Kita seruangan malah bikin tugas buat nulisin apa yang akan kita lakuin kalau misalnya ada yang ngomong gitu di blog kita masing-masing. Rada aneh juga sih tugasnya, tapi kalimat-kalimat itu bener-bener romantis dan menginspirasi, makanya patut buat dijadiin tema salah satu postingan.

Kalimat romantis itu bunyinya gini : (Maaf ya scortum, kalimatnya dipinjem tanpa minta izin dulu!! Meski itu bener-bener HAKI alias Hak Kekayaan Intelektual lo. Mudah-mudahan nggak keberatan dan nggak marah. Kalaupun marah, gue jangan disomasi yah! Hehehehe).

“Saya cinta kamu dan saya yakin nggak akan pernah berubah. Saya adalah yang terbaik buat kamu dan saya yakin kamu yang terbaik buat saya. Mohon cintai saya seperti saya mencintai kamu. Mohon lupakan semua rasa khawatir yang ada dan lupakan semua tanggapan negatif orang terhadap kamu saat ini. Fokuslah pada bagaimana membuat hubungan kita langgeng selamanya. Mempertahankan relationship itu susah. Makanya lupakan semua, dan fokuslah pada kita, hanya kita. Yakinlah, kita bisa karena ini spesial”

Anjriiiit. Kumpulan kalimat yang meskipun gue baca berulang-ulang masih menimbulkan efek yang sama. Efek turbulen. Berasa ada badai yang memporak-porandakan akal sehat gue. Bener-bener like live in the fairytale, dengan dongeng klasik seorang puteri yang akhirnya mendapatkan pangeran tampan. Gue cuman berfikir kapan ada yang ngomong gitu sama gue? Atau kapan gue akan ngomong kaya gitu sama pasangan gue? Membayangkannya aja gue nggak bisa.

Back to the case. Kalau ada yang ngomong gitu ke gue, yang pasti kalaupun gue nggak pingsan setidaknya bakal speechless. Nggak tahu musti ngerespon kaya apa. Bingung mau ngapain. Nangis, mungkin itu satu-satunya hal yang bisa gue lakuin. Terdengar cemen mungkin, tapi itu hal yang paling masuk akal yang bisa dilakuin. Kelar nangis, langsung meluk dia, berharap dia bisa mengerti apa yang gue rasain tanpa harus ngomong apa-apa. Bahasa gue cuma diam. Nggak adil pastinya membalas apa yang dia katakan hanya dengan pelukan. Tapi rasanya semua magical words pun nggak bakalan bisa melawan kedahsyatan kalimat-kalimat tadi.

Masalahnya, worthed nggak sih gue buat dikasih pernyataan kaya begitu? Atau orang seperti apa yang worthed buat gue kasih pernyataan itu? Rasanya sampai kapanpun gue nggak bakalan berani bertindak. Kalau melakukan mungkin nggak akan bisa tapi kalau menerima, masa sih gue nggak layak buat nerima pernyataan itu? Come on, gue layak kok! Somebody?

Yuda : MIMPI AJA LO!!!!!!!!!

Tidak ada komentar: