Halaman

Sabtu, 27 September 2008

MENJADI KUAT


Kalau kebanyakan orang yang mengenalku kemudian menilai bahwa aku bukan orang yang kuat maka aku dengan lantang akan bilang bahwa mereka itu salah. Aku tidak selemah yang mereka pikirkan. Memang aku seringkali terseok-seok pada masalah hati yang itu-itu saja. Cinta yang tak tersampaikan, cinta yang tak terbalas, disakiti, patah hati, kemudian putus asa sudah menjadi candu dalam kehidupanku. Derita-derita itulah yang menyebabkan sebagian besar dari mereka yang mengenalku kemudian menggolongkanku pada tipe manusia yang tidak kuat.

How come? Justru dari derita-derita itu aku merasa bahwa aku menjadi lebih kuat. Sangat kuat bahkan. Aku tidak lemah, aku justru bangkit dari penderitaan itu. Ketika cinta itu tak tersampaikan, apakah aku menyerah? Tidak, tak ada kata menyerah dalam titian hidupku. Aku berpasrah, bukan menyerah. Aku yakin dengan pasrah maka suatu hari nanti akan ada cinta yang datang, cinta yang sejati, yang selama ini aku cari. Pasrah bukan berarti menyerah, karena pasrah tidak berarti berhenti mencari sesuatu.

Ketika cinta yang kusemai tidak berbalas, apakah kemudian aku berhenti mencintainya? Tidak, aku tidak akan berhenti untuk cinta yang sudah kuperjuangkan. Bukan masalah dia membalas cintaku atau tidak, bukan masalah meskipun dia yang dulunya pernah mencintaiku kemudian berpaling. Dengan terus berjuang, aku setidaknya berharap dapat meluluhkan hatinya, mencairkan pendiriannya dan membuka mata hatinya bahwa aku masih berjuang dan akan berjuang sampai kapanpun. Cinta butuh diperjuangkan meskipun pada akhirnya aku tahu bahwa dia akan tetap berpaling. Itu tidak masalah, setidaknya aku tamat akan rasa cintaku padanya.

Disakiti dan patah hati adalah dua hal yang seringkali kureguk dalam cinta. Disakiti kadang membuatku meradang dan berang, tapi kemudian aku tersadar, dengan mengikhlaskan hati untuk sesuatu yang indah maka aku akan mendapat makna yang sesungguhnya akan kesetiaan. Perasaan tersakiti bisa menjadi sangat indah apabila kita memaknainya dengan benar, menganggapnya sesuatu yang akan mendewasakan dan bukannya mengkerdilkan jiwa. Dengan perasaan sakit itu aku dengan gagah bisa membawa diriku terbang ke nirwana. Sekedar untuk menunjukkan pada dirinya bahwa aku bisa bertahan.

Patah hati adalah hal yang biasa dalam cinta. Patah hati satu paket dengan cinta itu. Ketika kita jatuh cinta, secara tidak langsung kita sudah melakukan perjanjian dengan patah hati. Masalahnya hanya pada sejauh mana kita mempersiapkan diri kita untuk patah hati. Jauh sebelum sebuah hubungan aku rentang, aku sudah mempersiapkan patah hati. Derita yang satu ini selayaknya bayangan denganku, tak mau menjauh. Patah hati sudah bersahabat dengan jiwaku dan itu menguatkan. Tiap patah hati rasanya sudah hambar, bukan lagi sakit, yang aku kembangkan pastinya seulas senyuman bukannya buliran air mata.

Putus asa. Aku benci perasaan ini. Aku tidak ingin dan tidak akan pernah putus asa untuk mengejar cinta. Putus asa hanya akan menenggelamkanku pada jelaga hitam ketidakberdayaan. Menyelusupkanku pada raga ketidakmampuan. Aku memang seringkali kalah, tapi itu bukan alasan untuk putus asa. Aku mengutuki perasaan itu, perasaan yang sesungguhnya bisa dienyahkan dengan cara yang benar. Cara yang indah.

Apakah dengan semua alasan itu aku masih pantas digolongkan pada tipe orang yang lemah? Bukan pejuang? Aku tidak tahu.

Tidak ada komentar: