Halaman

Rabu, 03 September 2008

MELIPAT WAKTU

Melipat waktu ke belakang menempatkan aku akan kenangan tentang kamu. Kenangan yang memang patut untuk dikenang dan hanya bisa dikenang karena sekarang keberadaanmu entah dimana. Seseorang yang pernah mengisi hari-hariku, mengisi lembaran-lembaran kisah kita. Kisah yang di akhir episodenya tak bisa kita perjuangkan. Patah dan remuk.

Melipat waktu ke belakang membuat aku tenggelam dalam bait-bait puisi yang pernah terurai. Deretan syair romantis tentang kita, tentang aku dan kamu. Puisi yang mengantarkan aku akhirnya pada gerbang keputusasaan mengejarmu yang menjadi ilusi. Kadang hadir tapi samar, kadang hilang tapi membekas. Dalam deretan puisi-puisi itu jugalah aku kemudian tersadar bahwa kita memang berbeda. Tak bisa lagi disatukan dalam kasta bernama cinta. Aku mencintai puisi perantara denting dawai cinta yang kau petik. Indah namun menyayat.

Melipat waktu ke belakang hanya membuatku melihat kesedihan. Menyusuri pematang rapuh hatimu yang tak juga membawaku kemana-mana. Hanya berputar dalam kebingungan sikapmu. Jauh dalam dirimu aku hanya melihat samudera kesedihan tempat bermuaranya berbagai penderitaan. Lantas tak juga pernah kau ijinkan aku untuk mengalir indah membawa setetes kebahagiaan di salah satu sungaimu. Kamu hanya membiarkan kesepian dan kepedihan yang meraja. Tak kau biarkan aku untuk mengenyahkan semuanya, semua rasa tak berperi.

Melipat waktu ke belakang seperti meraba hatiku sendiri kemudian merobeknya. Perih. Mengingatmu yang selalu bertopeng, bersembunyi di balik kegigihan ragamu padahal batinmu ringkih. Jiwamu kosong. Kamu hanya berharap bahwa kamu adalah ksatria berkuda yang dengan gagahnya meninggalkan singasana untuk menuju kemenangan. Tapi kamu salah, akulah yang bisa membuatmu menjadi kuat. Akulah baju baja yang bisa kamu gunakan untuk menutupi ragamu yang keropos digerogoti kehampaan. Hanya aku. Akulah topeng sebenarnya yang bisa kamu kenakan ketika kamu berharap agar jejak air mata di wajahmu tertutupi. Sekali lagi, hanya aku.

Melipat waktu ke belakang kemudian mengingatmu hanya membawa kesedihan baru di hidupku. Tak tahukah kamu bahwa aku sedih karena tidak bisa menjadi seseorang yang kamu harapkan. Tak bisa menjadi seseorang yang akan membuatmu nyaman bahkan dalam perih dan bimbang. Tak bisa menjadi seseorang yang diharapkan bagiku seperti berenang di dasar samudera tanpa cadangan oksigen. Pengap. Menyadari itu aku kemudian memutuskan untuk berhenti berjuang.

Aku bukan pengecut karena melepaskanmu. Aku justru pemberani karena berani membebaskan cinta ketika dia memang ingin bebas. Membebaskan kamu yang ingin terbang tanpa sayap yang kusediakan. Kamu ingin terbang dengan sayapmu sendiri, tak peduli sayapnya lemah dan camping. Kamu ingin dibebaskan makanya aku mengizinkanmu. Dan itu bukan pengecut, itu sifat ksatria. Membuat seseorang bahagia meskipun dirinya sendiri merasa teraniaya. Tapi kamu memang pantas mendapatkan itu. Kamu sangat teristimewa. Kekasihku atau bukan kamu tetap seseorang yang kupuja.

Melipat waktu ke belakang saat ini hanya sekedar ingin mengenang, sekedar ingin mengecap rasa yang dulu pernah ada. Tak dosa dan tak sia-sia karena kamu adalah sesuatu yang indah yang patut dikenang dengan cara melipat waktu ke belakang.

Tidak ada komentar: