Halaman

Rabu, 31 Desember 2008

Reunion



Pasti kalian mikir kok gue jalan sama tante-tante yah? Igh...bukan kalee, mereka bukan tante-tante. Mereka itu temen gue kuliah jaman S2. Iyah sih udah agak berumur, secara mereka dah masuk kuliah waktu gue masih SD. Hihihi

Pada tahu lah kalo S2 kan juga banyakan dari daerah-daerah gitu, terus orangnya pada serius. Bener-bener calon peneliti atau dosen deh. Beda sama gue yang cuman pengen kuliah doang. Nah temen gue yang berdua ini juga kuliahnya rada-rada sama lah sama gue. Santai bener. Ngartis abies. Teuteup. Tapi jangan salah, kita bertiga lulus cum laude lho! Makanya suka heran sama yang kuliahnya bener-bener tapi hasilnya kok segitu doang (Plak..gue minta ditampar!)

Setelah hampir setahun setengah nggak ketemuan, akhirnya kemaren pas gue ulang tahun kita ketemuan juga. Di Hanamasa. Tetep pokoknyamah di tempat makan. Kita itu penjahat kuliner, nggak bisa liat cafe baru buka pasti dijajal. Makan paling gila kita adalah waktu gue abis ngemsi di Danar Hadi, dapet voucher makan sejuta di jakarta. Per voucher seratus ribu. Jadi gue punya sepuluh voucher.

Pulang kuliah kita bela-belain ke jakarta buat ngabisin voucher gue itu. Bukannya maruk tapi limit waktunya udah tinggal sebentar. Kebayang donk, makan di beberapa tempat seharian. Sampe begah perut kita. Tapi seru. Gila-gilaan yang jadinya kayak orang gila beneran.

Karena kesibukan masing-masing. Yang satu malah udah punya anak dan yang satu sibuk pacaran, kejar target merit tahun 2009. Kita jadi jarang ketemu. Kalau sms-an sama chating sih sering tapi nampak gak seru aja kalau nggak ketawa-ketawa langsung. Makanya kemaren pas ketemu lagi rasanya semua kangen itu ilang. Jadi inget jaman kuliah dulu.

Ternyata meskipun kita jarang ketemu nggak ada yang berubah dari kita yah?! Tetep kayak dulu. Seru abis. Pokoknya setelah ini harus sering ketemuan lagi yah. Tapi Teh Wini mau merit dan tinggal di malaysia yah? Ya sudah lah, kita pasti bahagia dengan jalan kita masing-masing. Loph u Dear Friends.

Selasa, 30 Desember 2008

Birthday Gift


Gue baru tahu kalo si dia yang nggak mengenal menyerah dan berusaha mendapatkan perhatian dan rasa sayang gue itu ternyata romantis abis. Kalau dari tingkah laku sih gue dah bisa nebak kalau dia orangnya romatis. Tapi nggak nyangka aja kalo dia juga jago buat puisi yang bikin hati gue meraung-raung.

Kurang apa yah dia? Gue juga nggak ngerti. Dia sudah banyak berkorban demi perasaannya. Semua cara sudah dia lakukan hanya untuk membuat gue kemudian tertarik. Dasarnya aja gue yang Ndablek. Kayak hari ini (27 Desember), pas gue ulang tahun dia yang pertama memberi gue nyanyian selamat ulang tahun. Padahal tanggal 27 baru aja lahir. Dia nelpon gue jam 00.00.03. Nampak niat gak sih?

Terus tadi pagi waktu gue baru bangun, di kamar gue udah ada kue tart. Pas gue baca kartu ucapannya, ternyata dari dia. Bukan tentang kue tartnya tapi di kartunya itu dia bikin puisi yang tadi gue bilang bikin gue meraung-raung.

I can’t give you gold
Or silver, or even a flowers to hold

Only love and listening ear
Tell you I’m always near
May God’s love beyond compare
Always be with you
Today, and all your whole life through


Time is too slow for those who wait
Too swift for those who fear

Too long for those who grieve

Too short for those who rejoice
But for those who in love (which is you and me)

Time is eternal


Today on your speciall day
No wonderfull gifts are given to you

No shiny jewels are here for you
No glamorous clothes, no excellent rhymes

But look up there dear soulmate
You’ll see a blinking star

High up in the twilight sky

Saying “soulmate forever”, that’s you and me


Kelar baca gue nggak bisa ngomong apa-apa. Hati gue penuh. Hati gue menggelembung diisi perasaan cinta dan sayang yang tiba-tiba membuncah.

Sabtu, 27 Desember 2008

My Birthday


Ribuan detik kuhabisi
Jalanan lenggang kutentang
Oh, gelapnya, tiada yang buka
Adakah dunia mengerti?

Milyaran panah jarak kita
Tak juga tumbuh sayapku
Satu-satunya cara yang ada
Gelombang tuk ku bicara

Tahanlah, wahai waktu
Ada “Selamat Ulang Tahun”
Yang harus tiba tepat waktunya
Untuk dia yang terjaga menantinya

Tengah malamnya lewat sudah
Tiada kejutan tersisa
Aku terlunta, tanpa sarana
Saluran tuk ku bicara

-Selamat Ulang Tahun, Dewi Lestari-

My Gosh, waktu berlalu begitu cepat. Tiba-tiba aku kembali ke titik ini. Titik dimana dua puluh sekian tahun yang lalu aku dilahirkan. Malam ini ketika waktu serasa berputar kembali ke titik itu, tak ada yang bisa kuucapkan selain rasa syukur pada Sang Ilahi, yang sudah memberiku kesempatan untuk hidup sampai saat ini.

Tak ada keinginan untuk merayakannya dengan menghentak lantai dansa seperti biasanya, tak ingin berhura-hura ngobrol di kafe sampai pagi, tak ingin keliling-keliling Bandung tanpa tujuan yang jelas hanya sekedar untuk membunuh waktu dan merayakan sesuatu atas nama ulang tahun. Tahun ini aku hanya ingin diam. Menikmati sepotong kue tart dalam perasaan sederhana.

Di ulang tahunku kali ini aku ingin merefleksikan diri atas apa yang sudah terjadi. Mencoba menghayati arti kehadiranku di dunia ini. Bukan ingin bersedih atau mellow, aku hanya tersadar bahwa ternyata usiaku sudah tidak semuda dulu. Kedewasaan akan menghadang meskipun kenyataannya sudah mengahadang dari beberapa tahun yang lalu. Tapi boys will be boys. Aku akan tetap menjadi aku yang seperti ini. Sampai kapanpun.

Terima kasih teman, karib, kolega, keluarga yang sudah memanjatkan doa di hari jadiku kali ini. Tolong jangan berhenti menguntai doa buat aku. Jangan berhenti mendoakan aku untuk menjadi orang yang lebih baik dari tahun ke tahunnya. Maaf juga tak ada pesta tahun ini.

Semoga di usiaku yang sekarang ini aku terlahir menjadi manusia baru dengan perilaku yang lebih baik. Tidak sering menyakiti banyak orang (yang seringnya aku tak sadar). Menjadi anak yang lebih berbakti buat orang tuaku. Dan menjadi umat yang lebih taat kepada agama dan Tuhanku. Amien.

Sekali lagi, maafkan aku tak akan ada pesta tahun ini.

Jumat, 26 Desember 2008

Funky Scientist was Born


Akhirnya peneliti gaya, keren dan muda Indonesia akan segera hadir. Psttt….jangan ribut dulu yah (sambil bisik-bisik). Alhamdulillah, gue keterima jadi PNS di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Republik Indonesia. Alhamdulillah sekali lagi. Allah selalu baik sama gue. Terima kasih Allah.

Sebenernya gue nggak pernah ngebayangin jadi PNS, kalaupun gue jadi PNS pasti itu sebagai dosen muda yang gaya (teteup) dan bersemangat. Dari dulu, waktu lulus SMA yang ada di pikiran gue cuman gimana caranya biar jadi dosen. Tapi ternyata keinginan itu bakal cuman jadi harapan sekarang. Bisa sih nanti kalau nyambi. Mudah-mudahan bisa. Amien. Pantesan tiap gue ikutan tes jadi dosen selalu aja ada hambatannya. Ternyata jalan gue bukan disana.

Jadi PNS? Aduh nggak kebayang deh mikirin gajinya. Huahahaha. Kemaren gue ngakak (dalam hati) pas pemberkasan diterangin gue masuk golongan berapa dengan gaji pokok berapa. Dari jaman gue mulai kerja dulu, sumpah nggak pernah gue digaji dengan gaji sekecil ini. Tapi gue kan gak boleh suudzhon sama rencananya Allah, makanya gue tetap bersyukur. Kalau rezeki pasti udah ada yang ngatur. I always believe in that.

Dengan jadi PNS juga gue harus menanggalkan beberapa kenyamanan yang udah gue dapet sekarang. Karena gaji gue yang gak seberapa itu gue musti melepaskan kenyamanan berbelanja baju yang biasanya bisa hampir tiap minggu. Nggak apa-apa lah, lagian baju di lemari gue udah seudug-udug. Jarang dipake juga. Tinggal pinter-pinternya gue mix and match pasti tetep jadi pusat perhatian juga. Hihihi. Selamat tinggal distro-distro Bandung!

Kedua, yang harus gue tanggalkan adalah jabatan manager gue. Gue bakal melepaskan mahkota manager itu, padahal seumur-umur kerja baru sekarang lho gue jadi manager. Meskipun jadi manager itu tidak seenak dan segampang yang gue pikirin. Lumayanlah pernah 9 bulan nyicipin jadi manager dengan segala intrik dan permasalahannya. Tapi balik lagi Allah itu adil, jadi kenapa gue harus sangsi.

Ketiga, gue harus mengembalikan semua fasilitas yang udah dikasih kantor yang sekarang. Good bye mobil dinas gue beserta fasilitas sopirnya. Terima kasih sudah menemani gue selama ini menjalankan titah dan tugas luar. Hidup gue akan dimulai lagi dari nol, nggak usah pake mobil-mobil segala (kecuali pake mobil pribadi gue). Pake motor aja kali yah, biar lebih bersahaja. Atau pake angkot aja kaya jaman SMA? Yang penting kan berkarya, bukan alat transportasinya. Doakan aku kuat yah! Amien.

Yang paling berat gue lepaskan adalah temen-temen gue. Kita udah deket banget, seumpama keluarga dekat. Meskipun gue atasan tapi mereka nganggep gue itu temen deket. Terima kasih udah menemani menjalani semuanya. Kapan yah kita jalan-jalan lagi terus foto box, karoke sampei kehabisan suara, makan sampai nggak bisa bangun, ketawa-ketawa sampai berlinangan air mata. I’m gonna miss that moments. Terima kasih kawan! Gue tahu kalian ikut bahagia dengan keputusan yang udah gue ambil. Semoga mendapatkan atasan yang lebih baik dari gue dan lebih gaya (yang ini gue nggak yakin!).

Pokoknya terima kasih semuanya. Terima kasih sudah memberi kenangan yang tidak akan mudah untuk dilupakan. Kita akan tetap menjadi keluarga. Percayalah!

Digilir Doktor


Aduh jangan berpikir negatif dulu ah ketika baca kata “digilir” di postingan ini. Sumpah inimah bukan digilir dalam artian itu. Hehehe. Jangan ngarep deh! Lagian mana mau gue digilir, kecuali……

Tapi sumpah kemaren gue bener-bener digilir sama 5 orang doktor. Catet, 5 orang. Nampak orgy gak sih? Teutep! Mana di auditorium terbuka, nggak pake istirahat lagi. Jadi langsung marathon gitu, kayak medley. Setelah yang satu selesai, langsung disambung yang lainnya. Gue sampai terengah-engah luar dalam.

Timbang kalian mikir yang enggak-enggak, mending gue jujur aja. Digilir yang gue maksud itu adalah digilir waktu interview job test di BPPT. Iya Thanks God gue lolos ujian tertulis dan bisa ngikutin interview sebagai ujian tahap 2-nya. Interviewnya sama 5 orang doktor. Gue pikir nggak sebanyak itu, kayak ujian sidang besar S2 gue aja pake 5 orang doktor. Ini lebih parah malah. Lebih parah pertanyaannya maksudnya. Atau lebih tepatnya yang parah gue karena banyakkan lupa. Maklum udah lulus dari jaman kapan tau.

Pas gue dipanggil ke meja interview, gue nyantai aja karena semalem pas gue nelpon adek kelas gue yang wawancaranya duluan, dia bilang cuman ditanya tentang riwayat penelitian dan profil kepribadian. Jadi gue pikir, ah…pasti lewat kalau yang begituanmah. Modal utama gue kan emang di bacot.

Ternyata donk, nggak kaya yang diceritain adek kelas gue itu. Lebih spektakuler interview gue. Lebih hebat dari sidang S2 gue. Pertamanya sih memang berkutat di sekitar riwayat riset gue, dan akhirnya melebar kemana-mana. Langsung parno gue, secara gue kan pelupa gitu. Coba deh kalo ditanya trend mode yang pernah happening beberapa tahun yang lalu, pasti gue masih inget. Tapi ini, gue ditanya materi-materi jaman gue kuliah di semester neraka.

Pertanyaan berkutat di seputaran rekayasa genetika dan biologi molekuler. Materi yang bikin gue merasa bodoh waktu kuliah dulu. Masih untung gue lewatin mata kuliah itu dengan melenggang meski sambil nangis darah. Nah karena udah lewat dan menurut gue gak penting. Nggak penting versi gue lho! Makanya langsung lupa aja.

Tapi kemaren pas gue interview itu, waktu gue ditanya tentang kloning gen, overekspresi gen, polisistronik RNA, ukuran basepair DNA, cara sequensing, PCR dan tetek bengeknya, gue cuman jawab alakadarnya karena gue banyakkan cengar-cengir bodoh. Lupa sih, dibanding gue jawab panjang lebar tapi ngarang kemana-mana mending intinya aja. Yang penting gak salah.

Semua itu bikin gue serasa ngalamin dezavu waktu sidang dulu. Bedanya gue waktu sidang bisa jawab semua itu dengan gegap gempita. Namanya juga belajar, kalo sekarang kan iseng-iseng berhadiah. Apalagi waktu ditanya mengenai jalur biosintesis. Sumpah gue lupa banget. Padahal jalur biosintesis pas sidang, gue hapal sedetail-detailnya. Sampai dosen analisis metabolit sekunder muji gue katanya hebat bisa hapal sampai sebegitunya. Hihihi. Karena gue tahu dia yang nyidang makanya gue muntah-muntah ngapalin tuh jalur biosintesis.

Nah hasil interview kemaren gue gak tau ah, kalo rezeki pasti lolos. Tapi kalo bukan rezeki ya gak apa-apa. Yang penting udah mencoba. Kapan lagi coba gue “digilir” 5 doktor?

Senin, 22 Desember 2008

Surat untuk Nnd


Dear Nnd

Hai Nnd, apa kabarmu sekarang? Lama kita tidak berkomunikasi “intim” seperti di awal-awal perpisahan kita. Masihkah kau seperti dulu? Dengan idealisme tinggi untuk membangun kampung halamanmu? Sebenarnya tidak penting kutanyakan itu, karena aku yakin kamu masih seperti dulu. Maafkan basa-basiku, tapi entah kenapa aku canggung bahkan ketika hanya ingin menanyakan kabarmu. Perasaan ini masih ada di sana, di lubuk hatiku. Untukmu. Mungkin itu yang menyebabkan kenapa aku merasa kikuk.

Lewat surat ini aku tak ingin mengungkit cerita lalu, cerita yang melingkarkan aku dan kamu waktu dulu. Perantaraan surat ini aku hanya ingin mengenang, sekedar membebaskan sebuah rasa yang terpenjara. Membiarkannya berlalri sejenak, menemukan tempatnya berlabuh. Berpijak tanpa koyak. Tidak masalah apakah kau masih memelihara rasa itu sepertiku atau tidak, aku hanya ingin mengenangmu dalam indah. Berusaha mengentaskan suatu perasaan. Rindu.

Tahukah kamu bahwa aku merindukanmu? Rindu seperti dulu saat malam-malam kita ngobrol di halaman belakang rumahku, mencumbui pekat yang membahana. Menikmati sunyi. Membiarkan rasa yang ada di hati kita berkelana dengan jalannya sendiri, tapi muaranya sama. Cinta. Bagi kita dulu cinta tak perlu diucapkan, tak usah disuarakan. Katamu cinta kita cukup dihayati dalam diam dan sunyi, karena dalam diam katamu lagi cinta itu akan mengenai sasaran. Ingatkah kamu semua itu? Aku masih seperti dulu, masih mencintaimu dalam diam. Tak akan berubah, meskipun rasa itu sekarang sudah bertransformasi jadi sesuatau yang baru, yang lebih indah, yang entah apa namanya.

Aku yakin kau sudah bersama seseorang disana. Seseorang yang mungkin kau cintai juga dalam diam. Aku tak cemburu, karena cinta memang harus seperti itu. Membebaskan. Apalagi episode aku dan kamu memang sudah usai. Bukan karena kita yang menyerah, bukan karena kita yang berhenti berjuang. Keadaan yang menyerah, keadaan yang memanksa kita berjalan mundur ke titik awal kita masing-masing. Cinta kita luruh seumpama helai daun yang mengalami absisi dari rantingnya. Rontok. Untung aku masih sempat memunguti serakannya untuk kemudian kutata seperti herbarium. Awet dan tetap indah.

Nnd, izinkan aku mengenang semua itu, sekedar mencicipi rasa manis dari hubungan kita dulu. Kalaupun aku sudah bersama dengan seseorang sekarang, perasaan indah untukmu akan tetap ada disana. Bersemayam dalam altar suci berbingkai kenangan. Kamu harus yakin itu. Kekasihku atau bukan, kau tetap Nnd yang kupuja. Ketika dengan ikhlas aku melepaskan semua rasa itu, kau justru menjelma menjadi seorang sahabat. Sahabat tanpa syarat.

Kini kuuntai doa demi kebahagiaanmu selalu. Aku berharap kau menemukan pelabuhan cintamu yang sejati. Dimana bisa kau pancangkan panji-panji kesetiaan yang tak goyah. Aku sudah cukup bahagia masih bisa berhubungan denganmu, meskipun itu hanya berbagi perasaan sederhana. Sepenggal potongan skenario perjalanan kita yang penuh warna.

Akhirnya aku harus beranjak, kereta waktuku akan melaju. Masih banyak tempat yang harus dijelajah, disinggahi. Kalaupun kau menunggu di stasiun yang sama, mungkin kereta waktuku tak akan kau kenali. Meski begitu aku berharap kita tidak saling melupakan karena semuanya terlalu indah. Aku akan mengenangmu dalam hening. Selalu.

Tangerang, 21 Desember 2008.

Kamis, 18 Desember 2008

Doa yang Aneh


Belakangan ini salah seorang Accounting di kantor gue sering bikin gue ketawa. Nggak habis pikir dengan apa yang dia ucapkan. Dia ini deket banget sama gue dan sejak kenal sama gue dia jadi kecanduan. Kecanduan baca blog gue gitu maksudnya. Tiap istirahat abis makan siang, dia pasti masuk ke ruangan gue, minjem buka internet. Secara di komputernya meskipun ada jaringan internet tapi gak bisa sebebas di ruangan gue. Kubikel dia terbuka gitu. Lagian kayaknya kerjaan dia banyak, nggak kayak gue yang relatif lebih santai. Yakin lo santai?!

Karena sering baca blog gue dia jadi tahu kalo temen-temen gue banyak yang cong. Selain baca blog gue dia juga sering blogwalking di blogroll yang ada di blog gue itu. Walhasil dia tahu semua siapa aja yang cong dan siapa aja yang nggak. Suka muncul komentar-komentar aneh dari mulut dia soal temen-temen gue. Gue sih nyantei aja, selama temen-temen gue itu nggak nyakitin gue, nggak nyakitin dia kenapa musti banyak protes. Bener gak?

Nah kemaren-kemaren setiap dia kelar blogwalking dia selalu berdoa meminta jodoh. Dia masih jomblo. Tapi high quality jomblo gak yah? Hihihihi. Pasti dia marah-marah deh kalo baca postingan gue yang ini. Denger dia ngucapin doa minta jodohnya itu yang bikin gue ngakak sampe jungkir balik. Kepikiran sih sampe doanya bisa begitu.

Doanya gini :
“Ya Allah, berilah aku jodoh yang baik, yang mapan, yang sayang sama aku dan keluargaku, yang sholeh, yang rajin ibadah, dan yang penting JANGAN GAY”

Huahahahaha. Setiap habis denger dia baca doa itu, pasti gue sama temen-temen yang lain ketawa kenceng. Gebleg gue rasa doanya, meskipun make sense sih. Waktu gue bilang, yang cong juga gak akan milih dia kali, pasti lebih milih cowok-cowok di luaran sana. Dia bilang, sekarang banyak cowok penipu, yang pacaran sama cewek padahal hanya kamuflase untuk menutupi ke-gay-annya. Jadi kata dia lagi daripada kejadian mendingan berdoa biar gak dapet cowok yang kayak gitu.

Gue setuju banget sama dia. Dengan alasan apapun gue nggak setuju kalau seorang cong memanfaatkan status “berpacaran” dengan seorang cewek hanya untuk menutupi kecongannya itu. Itu artinya dia nggak bisa menerima keadaanya sendiri. Dia hanya akan menyakiti cewek itu. Dia hanya mementingkan egonya, menutupi kelemahannya dengan cara yang tidak ksatria. Tapi memangnya ksatria ada yang cong? Terlepas dari itu, tetep aja itu hal yang paling picik yang dilakukan seorang cong. So don’t do that cong!!!

Lain perkara kalau memang si cong itu mau berobat jalan, pengen “sembuh”. Pacaran sama cewek boleh-boleh aja, asal pas jalan berdua matanya jangan jelalatan kalau liat cowok lucu. Jangan ngebayangin yang nggak-nggak kalo liat cowok-cowok keringetan di gym. Kalau udah gitu gue saranin mendingan jangan ke gym deh. Ntar malah nggak pengen sembuh lagi. Hihihihi. Aduh gue pake istilah “sembuh” pasti didamprat si Fa deh. Dia pasti bilang kalo cong itu bukan penyakit, jadi nggak ada istilah sakit dan sembuh.

So ladies, mendingan kalian semua ngikutin doanya temen gue itu deh. Lebih baik sedia payung sebelum hujan kan? Stok cowok semakin menipis. Saingan kalian bukan hanya cewek tapi justru banyakkan cowok, keren-keren lagi. Jangan tertipu sama badan bagus dan wajah ganteng yah. Seringnya menipu. Believe Me!

Selasa, 16 Desember 2008

Skizofrenia


“Yang kumaksud skizofrenia adalah sebuah situasi saat kita memiliki dualitas kesadaran, dualitas persepsi, dualitas keyakinan. Ketika kita berpijak di titik hitam tetapi sebenarnya kesadaran kita putih, disitulah kita mengidap skizofrenia. Kita beribadah jungkir balik bersujud kepada Tuhan mengucurkan air mata kita dengan sikap yang (seolah-olah) putih, sementara di waktu yang lain kita melakukan tindakan-tindakan yang sangat “hitam”. Beragama tetapi jahat; tersenyum, tetapi membunuh, serigala berbulu domba!”
(Fadh Djibran, Skizofrenia : A Cat In My Eyes. 2008).

Aku berulang kali membaca salah satu paragraf dari cerpen tersebut. Semakin sering kuulang membacanya maka semakin keras tamparan yang aku rasakan. Panas. Tamparan-tamparan itu tidak hanya aku rasakan di pipi, tapi juga di hati. Membuatku kemudian berfikir dan mati rasa.

Apakah selama ini aku menderita skizofrenia? Karena apa yang Fadh tulis dalam cerpennya itu semuanya aku alami. Memiliki dualitas kesadaran, persepsi dan keyakinan. Semuanya pernah bahkan sampai saat ini masih aku rasakan. Aku kadang berfikir aku sangat baik padahal di lain sisi aku sangat jahat dengan menghalalkan segala cara demi mencapai suatu tujuan. Bukankah itu dualitas yang dimaksudkan Fadh.

Yang lebih parah adalah mengenai dualitas keyakinan. Jungkir balik ibadah untuk mendapatkan ridha Tuhan, tapi ketika ritualitas ibadah itu selesai dikerjakan, aku kembali berenang dalam “kenikmatan” dosa yang sebenarnya juga aku tahu kalau itu adalah dosa. Seakan hidup hanya menyeimbangkan takaran antara ibadah dan dosa sehingga timbul harapan ketika di akhirat ada perhitungan perbuatan, timbangan kita tidak berat sebelah ke kiri atau ke kanan. Kuantitas ibadah kita sama dengan kuantitas dosa. Itu yang sering aku lakukan. Lantas apakah aku menderita skizofrenia?

Terlepas apakah ketika memiliki dualitas itu digolongkan kedalam skizofrenia atau bukan, aku lebih senang menyebut diriku munafik terhadap Tuhan. Tuhan yang aku sambangi paling sedikit 5 kali dalam sehari, bahkan lebih ketika ada hal yang tak bisa aku adukan pada seorang karib sekalipun. Aku menyambangi Tuhan, tapi seringnya disaat yang sama aku juga menodai kepercayaannya dengan melakukan dosa. Dosa yang dengan semangatnya aku reguk dari cawan buatan setan. Dan itu sering, bukan hanya sekali dua kali. Itu yang aku maksud munafik.

Tak jarang sifat munafikku terhadap Tuhan kulakukan hampir bersamaan. Setelah selesai aku menyambanginya, memohon pertolongannya, aku langsung melakukan dosa besar lagi yang pastinya sangat dimurkainya. Bahkan tanpa sempat aku menanggalkan baju koko yang kupakai untuk menemuinya. Bukankah itu munafik? Bukankah itu dualitas yang menggolongkan aku menjadi penderita skizofrenia menurut Fadh.

Tuhan, ketika aku hidup dalam dualitas seperti sekarang ini apakah karena aku memang tidak Engkau beri pilihan? Atau Engkau sesungguhnya sudah memberiku banyak pilihan, tapi aku selalu memilih jalan yang salah, langkah yang keliru? Ketika kemudian aku marah, pada siapa aku harus marah? Kepada siapa aku harus mengugat? Kepada lingkungan? Kepada alam? Yang jelas, aku tak akan pernah Mengugat Mu. Kenapa? Karena aku yakin bahwa sebenarnya dualitas itu adalah suatu pilihan. Kembali aku yang selalu salah memilih.

Skizofrenia atau hanya munafik hanya Engkau yang bisa menilainya duhai Tuhan. Aku kerdil di hadapan Mu. Berilah aku kesempatan untuk selalu memilih yang benar meskipun dosa itu lebih manis rasanya.

Senin, 15 Desember 2008

Kepada Gelap


Kepada gelap aku menitipkan sebaris pesan
Pesan untuk disampaikan padanya dalam diam
Seuntai perasaan yang tak bisa dijamah raga
Hanya agar dia tetap percaya padaku
Menghilangkan semua keraguannya

Sayang,
Aku hanya ingin kamu mengerti bahwa perasaan ini indah
Biarkan mengalir syahdu mengikuti riak-riak perjalanan kita
Jangan kau tolak dan jangan kau perintah
Biarkan saja
Biarkan alami, seperti perasaan kita

Ketika pagi menjelang dan kau lihat matahari di ufuk
Yakinlah bahwa aku ada disana
Menemanimu menghabiskan hari
Menganyam mimpi tentang kita
Mengukuhkan arti rasa yang ada, dan semoga tetap ada

Ketika matahari ditelan hitam
Kepada gelap aku kembali bergumam
Tak ada yang membuat purna semua isi mimpi
Selain melihatmu disampingku saat aku terjaga dari tidur
Merengkuhnya dalam hangat walau gelap

Kepada gelap aku menitipkan seuntai perasaan
Jangan pergi dariku
Jangan menyerah untuk sesuatu yang kita tahu bisa diperjuangkan
Jangan Pernah berhenti menabur benih disana
Di ladang cinta kita, meski kerontang

Kepada gelap aku berujar :
Jangan renggut dia dariku
Biarkan aku bahagia.

Sabtu, 13 Desember 2008

Surat Cinta



Mungkin sekarang yang namanya surat cinta udah ketinggalan jaman. Kalah sama gadget yang bisa menggantikan selembar surat yang biasanya berwarna merah jambu dengan latar belakang gambar hati berisi ungkapan perasaan seseorang. Kalau ada yang nerima surat cinta di jaman serba digital ini pasti dibilang kuno, nggak megang.

Bener gak sih surat cinta itu udah ketinggalan jaman? Mungkin buat sebagian orang iyah, dan bagi sebagian orang justru masih memujanya. Apalagi orang-orang yang pernah dimabuk cinta pada saat era surat cinta itu masih booming. Buat gue, surat cinta itu memang agak menyusahkan kalau sekarang, tapi gue masih memujanya. Sebagai orang yang hidup di jaman era sebelum serba pijit, surat cinta jadi sarana paling ngena untuk menunjukkan perasaan kita sama orang yang kita sayang.

Dulu banget, sebelum internet dan handphone menjamur kayak sekarang, gue paling seneng nulis surat cinta. Nggak peduli surat itu akhirnya gue kirim atau malah gue simpen. Gue seringnya nggak punya nyali besar buat ngasih surat yang udah gue tulis. For many reasons. Tapi selain nulis, yang paling gue seneng adalah ketika menerima surat cinta. Perasaan deg-degan, berdebar-debar, terus kalau minjem istilah temen gue, membuka dengan harapan yang membuncah-buncah, bikin dunia seakan jungkir balik, padahal belum tentu juga isi suratnya menyenangkan.

Pengalaman nulis surat cinta pertama gue adalah waktu kelas 1 SMP. Bayangkan kelas 1 SMP aja gue udah genit, sok jatuh cinta, sok mabuk kepayang. Makanya nggak heran kan kalau gedenya gue jadi kayak sekarang. Surat itu gue bikin buat kakak kelas gue, orangnya keren, semacam kecengan sejuta umat deh. Sialnya dia tahu kalo dia keren, makanya belagu. Hehehehe. Cinta ditolak, sumpah serapah mengintai. Nggak dink, gue nggak jatuh cinta sama dia, cuman kagum aja (boong mode on). Sayangnya, surat itu nggak berani gue kasihin, cuman gue baca berulang-ulang setiap malam terus gue simpen di bawah bantal.

Kalau pengalaman nerima surat cinta, gue nggak banyak. Nggak laku soalnya, dan mungkin orang-orang di luaran sana mikir kalo gue nggak layak dikasih surat cinta. Nampak buang-buang waktu dan energi. Tapi jangan salah, gue pernah nerima surat cinta disaat handphone udah kayak kacang goreng beberapa tahun yang lalu. Lucunya lagi dia ngasih surat nggak langsung dikasih ke gue tapi diselipin di wiper mobil gue di kampus. Nampak childish banget yah, padahal waktu itu gue udah kuliah.

Waktu gue buka dan baca ternyata itu surat surat misterius, surat tanpa nama. Isinya menyampaikan kekaguman dia sama gue, hasrat ingin mengenal gue. Pertamanya gue pikir pasti gue diisengin temen gue, biasalah badung-badungnya temen gue. Mau GeEr-in gue doang. Tapi ketika ada surat berikutnya dan berikutnya gue jadi mikir niat banget tuh orang yah. Dan disurat kesekian akhirnya dia menyelipkan sebuah nomer telpon.

Bukan gue kalau misalnya nggak penasaran. Gue telpon tuh orang, ngajak ketemuan. Tumben gue berani, padahal biasanya pasti sembunyi dan minder duluan. Habisnya gue penasaran banget sama penggemar rahasia gue itu.

Ternyata eh ternyata, dia itu beda fakultas sama gue, terus katanya lagi dia sering liat gue di kantin fakultas dia. Sayang sekarang kantin itu udah tutup, entah kenapa. Gue memang senengnya makan di kantin fakultas orang, untuk melihat dan dilihat. Dan kali ini berhasil, berhasil bikin orang penasaran. Kata dia dulu, dia udah nyari-nyari informasi tentang gue tapi katanya banyak yang gak tahu. Ya iyalah, dulu gue belom meletek. Coba sekarang, tetep banyak yang gak tau juga sih. Makanya dia pernah ngikutin gue dan ngapalin mobil gue, disimpenlah surat-surat itu disana.

Sampai sekarang gue masih simpen surat-surat cinta dari dia. Sekedar testimoni kalau pernah ada yang rajin kirim surat sama gue. Kita dulu juga sempet pacaran meski nggak lama karena abis lulus dia harus balik ke kampungnya, dan kita sama-sama nggak percaya sama long distance relationship.

Rasanya hari ini gue pengen ngirimin dia surat cinta, gue tiba-tiba kangen sama dia meskipun gue nggak yakin dia masih inget gue atau nggak. Tapi yang pasti gue bakal inget dia sampai kapanpun. Seseorang yang pernah ngirimin gue satu serial surat cinta yang indah.

Yuda : Ada yang mau ngirimin gue surat cinta gak?

Jumat, 12 Desember 2008

Napak Tilas Hati


Awalnya gue nggak berencana buat pergi ke tempat itu, suatu tempat yang mengingatkan gue sama lo. Lo yang dulu pernah ngisi berlembar-lembar diary gue, ngasih gue kenangan manis, indah, kemudian pahit dan getir. Kadang gue masih nggak ngerti sama keputusan lo dulu, ninggalin gue tanpa ba-bi-bu. Sakit tau, apalagi hubungan kita udah bukan dalam hitungan bulan lagi. Maenannya udah tahun.

Dari perkenalan basi melalui temen gue yang juga temen lo, ternyata kita merasa cocok saat itu. Kalo minjem istilah Tom Cruise di Jerry Maguire, you complete me lah. Gue ngerasa bahwa lo emang potongan puzzle yang selama ini gue cari, potongan yang bikin gambar hati di dada gue lengkap. Entah kenapa kita merasa cocok aja saat itu, dan kita jadi nggak terpisahkan. Dimana ada gue pasti ada lo, dua orang yang lagi dibanjiri hormon endorphin, hormon cinta. Cinta monyet khas remaja gila. Kadang gue suka pengen ketawa sekaligus nangis kalo inget jaman-jaman itu.

Suasana di tempat itu masih sama, bau daun basahnya, pohon-pohonnya, aroma tanahnya, air terjunnya. Parahnya gue masih bisa nyium keberadaan lo di sana, padahal udah lewat beberapa tahun. Di jalan setapak berbatu dimana dulu kita nyusurinnya sambil nggak lepas pegangan tangan. Di bukit kecil tempat kita menatap senja, we kissed, the best kissed. Berada di sana gue berasa napak tilas. Napak tilas hati tepatnya.

Dulu waktu lo masih ada di samping gue, gue selalu merasa nyaman. Kenyamanan itulah yang sering kali gue rindukan dari lo. Lo orang yang paling ngertiin gue, mau nerima gue apa adanya and never bugging me with questioning. Lo mencintai gue dalam sunyi, sunyi yang membuatku lebih mencitaimu. Di kesunyian yang tercipta itulah gue bisa menemukan siapa lo sebenarnya, seseorang yang mampu mengubah batu menjadi permata di mata gue.

Hari ini, di tempat itu, disaat gue napak tilas hati gue, gue kembali nggak menyesali apa yang udah terjadi dulu diantara kita. Gue sadar bener bahwa cinta itu berbanding lurus dengan sakit hati, jadi semakin gue jatuh cinta maka sakit hati yang bakal gue terima akibat cinta itu juga akan semakin besar. Perlu lo tahu, mencintai lo membuat gue jadi lebih kuat, lebih survive. Lo ngajarin gue segalanya, lo juga yang nyadarin gue kalo hidup di dunia ini khususnya di dunia lo dan gue itu nggak gampang. Harus berjuang lebih dari siapapun. Tapi ternyata lo memutuskan buat nggak berjuang di samping gue, lo memilih berjuang dengan jalan lo sendiri mesti gue tahu tujuan kita sama. Cinta.

Embun senja merayap turun, gue harus pulang meninggalkan kenangan kita di tempat itu. Aku puas mengenangmu di sana, meskipun aku hanya mencumbui bayanganmu di bawah rindangnya akasia. Itu cukup, bahakan lebih. Biarkan aku kembali ke setapak kecilku, berjalan sambil terus mengenangmu. Cinta terdahsyat gue, cinta yang hanya bisa kunikmati melalui napak tilas hati.

Rabu, 10 Desember 2008

Menjajal Kemungkinan


Hidup paling nggak tenang kalau udah dikejar-kejar utang meskipun kita nggak sadar kalau punya utang. Kayak gue sekarang, banyak orang yang ngejar-ngejar. Katanya gue punya utang, padahal gue ngerasa nggak. Banyak orang yang kemudian ngejelasin kalau gue punya utang cerita. Cerita gimana ketemuan gue sama si flirting yang ketemu di toko buku itu. Heran deh orang-orang, want to know aja kerjaanya.

Berhubung cerita awalnya juga udah gue umbar di blog jadi gue punya kewajiban moral buat nyeritain lanjutannya. Selain itu karena banyak temen-temen gue yang bilang katanya mau jutekin gue kalau gue nggak cerita detail. Kenapa juga musti detail. Hidup, hidup gue, dan bukan artis juga jadi nggak sebegitu pentingnya untuk diumbar. Tapi ya sudah lah, gue ceritain garis besarnya aja. Jangan protes!!!!!

Waktu dia nelpon ngajak ketemuan itu, awalnya gue tolak secara halus, tapi dia keukeuh maksa-maksa. Katanya sebentar aja, cuman makan terus pulang. Karena gak enak akhirnya gue iyahin, gue bilang ketemuan di salah satu café di dago atas aja. Dia bilang oke tapi katanya lagi dia jemput gue aja di rumah. What???? Gue nggak mau donk, baru kenal udah mau maen ke rumah. Dia tetep keukeuh, kata dia nggak enak kalau pake mobil sendiri-sendiri, nggak bisa ngobrol sepanjang perjalanan. Maunya apa sih nih orang? Nampak posesif, padahal kenal aja baru tadi siang. Lagian kalau mau ngobrol ya entar aja sambil makan, kenapa juga musti ngobrol di mobil. Gue bilang lagi kalau misalnya gitu nggak usah. Ketemuannya lain kali aja. Kata dia ya udah lain kali.

Lima menit kemudian dia nelpon lagi, bilang “Please!!” Hahahahaha, gue bener-bener ngakak. Pantang mundur juga orang ini, nggak bisa nerima penolakan. Luluh lantaklah semua pertahanan gue, selain gue jadinya penasaran, juga buat ngebuktiin sejauh mana dia mau berusaha. Sejam kemudian dia udah nongol di depan pager rumah gue. Anjritttttt, rapih banget, secara gue cuman pake kaos oblong sana jins gitu aja. Gue suruh dia nunggu di teras sementara gue ganti baju. Nggak mau donk kalau gue mati gaya, dia gaya sendiri. Bisa-bisa entar malah keliatan majikan sama pembantunya.

Sepanjang perjalanan rumah gue ke tempat makan kita banyak ngobrol, meskipun banyakan hanya basa-basi mengusir kecanggungan. Tapi gue semakin tahu kualitas dia dan latar belakangnya. Dia pintar, wawasannya luas. Kualitas yang pertama gue cari dari seseorang. Gue juga akhirnya tahu kerjaan dia, dulu lulusan mana, umurnya berapa, rumahnya dimana, kenapa ngebet banget sama gue. Hihihi, yang terakhir itu yang bikin gue curious. Katanya gue asik aja diliatnya, nampak smart. Igh, gombal!

Di tempat makan kita ngobrol tentang banyak hal. Dan perlu dicatat meskipun tempat makannya agak-agak temaram gitu, gue sengaja ngambil tempat agak depan yang lebih terang. Biar nggak nampak kayak romantic dinner, bisa gawat kalau ada temen-temen atau relasi gue yang liat. Secara malam minggu, pake baju rapih, makan berdua, ada live musicnya juga. Apa kata mereka? Bisa-bisa gue diinterogasi di kursi listrik kalau mereka liat.

Nggak banyak pembicaraan soal hati kok di pertemuan gue sama dia, hanya berusaha mengenal masing-masing lebih dalem aja. Melihat masa depan yang bisa dijajal, diarungi. Di akhir obrolan, dia bilang : “Gue harap, ini suatu awal bukan akhir. Gue pengen mengenal lo lebih dalem. Gue cuman butuh diberi kesempatan”

Gue nggak bisa ngomong apa-apa. Semua kata-kata gue nguap ditiup angin malam Dago yang dingin. Tapi hati gue tiba-tiba hangat.

Selasa, 09 Desember 2008

Ujian oh Ujian


Dari jaman dulu yang paling bikin gue keder kalau ngadepin ujian adalah liat orang lain yang belajar sebelom ujian dimulai. Liat orang masih buka-buka buku trus dengan mimik serius ngapalin apa yang ada di buku bener-bener bikin gue kelabakan, padahal gue biasanya udah belajar malemnya. Berasa nguap semua apa yang udah gue baca dan pelajari kalau liat orang masih sibuk buka-buka buku padahal ujian dah mau dimulai. Apalagi jaman-jaman ujian praktikum dulu, yang pake sistem ketok. Ugh, bener-bener bikin mental jatoh.

Gue terakhir kali ujian tahun 2006, waktu masih kuliah jadi udah agak-agak lupa rasanya ujian. Tapi sumpah gue kangen banget sama rutinitas itu. Mungkin sebagian orang akan senyum sinis, kok gue kangen sama ujian. Tapi gue memang bener-bener kangen. Kangen begadang semaleman buat belajar konsep yang bener-bener abstrak semisal biologi molekuler lanjut, biologi sel lanjut, rekayasa genetika molekuler, pokoknya mata-mata kuliah yang bikin muntah darah. Kangen sama bikin rangkuman-rangkuman kecil yang cuman gue sendiri yang ngerti, kangen sama dateng dulu-duluan biar bisa dapet posisi yang enak, kangen deg-degannya, kangen keringetan dinginnya, kangen nunggu hasilnya, kangen dapet nilai paling tinggi sekelas. Hehehe, yang terakhir yang paling gue kangen (Sombong mode on).

Karena terakhir kali ujian udah 2 tahun yang lalu, makanya gue udah agak sedikit lupa sensasinya, jadi pas kemaren ujian lagi sedikit kena shock terapi. Gue kemaren ujian CPNS di BPPT. Jangan ketawa dulu!!! Iya gue ikutan CPNS, iseng-iseng berhadiah. Sebagian orang pasti bilang kalau gue bercanda, kaya banyak temen gue yang langsung nelpon atau SMS nanyain apa bener gue yakin mau jadi PNS. Memang kenapa sama PNS? Ya kalau bicara soal nominal, pasti jauh dari apa yang gue dapet sekarang ini. Jauh banget. Trus kalau soal jabatan, pasti juga jauh. Kata temen gue, gue gila mempertaruhkan jabatan manager gue dengan posisi sebagai PNS. Berisik deh orang-orang, padahal belom tentu juga gue keterima. Apalagi pas liat ujiannya kemaren. Nampak hopeless.

Realita ujian mungkin sampai kapanpun gak bakalan berubah. Perilaku orang-orangnya sama. Sebelom dimulai masih banyak aja yang belajar, dan ini yang bikin gue keder. Karena niatnya memang cuman iseng-iseng berhadiah maka gue nggak belajar sama sekali. Gue cuman percaya sama kemampuan gue, yang entah udah kayak apa sekarang. Mana ada materi pancasila, GBHN, UUD, Sejarah, dan materi-materi lain yang menurut gue nggak penting. Yang jaman sekolah dulu selalu nggak gue dengerin, bahkan seringnya kabur. Jadi belajarpun nggak akan bikin gue jadi pinter tentang materi itu. Mendingan tidur aja. Terus saingannya banyakkan adik kelas gue dari ITB juga, yang lebih fresh, lebih punya semangat, jadi no heart feeling gue.

Gue nggak mau nyeritain gimana prosedural jalannya ujian CPNS karena ujian CPNS sampai kapanpun akan seperti itu. Yang mau gue sorotin cuman euforianya. Gila yah ternyata masih banyak aja orang yang pengen jadi PNS, kemaren aja yang tes bareng gue 1400 orang aja, untuk berbagai posisi, bidang ilmu dan strata pendidikannya. Kelakuannya juga sama aja kaya ujian pas jaman kuliah, sebelom masuk ruangan masih baca-baca diktat, setelah ujian dibahas donk soal dan jawabannya. Ugh, nggak banget. Dari dulu gue paling marah kalau ada yang nanya-nanya atau ngebahas jawaban ujian setelah ujiannya kelar. Sutralah nggak usah dibahas, ibarat pepatah bijak : “yang lalu biarlah berlalu”

Kalau ada yang nanya alesan gue ikutan CPNS, gue pasti jawab karena dengan jadi PNS membuka kesempatan buat gue untuk melanjutkan studi S3. Sekolah lagi??? Kan gue dah bilang kalau gue kecanduan sama yang namanya sekolah. So it’s worth mempertaruhkan kemapanan gue sekarang dengan kesempatan sekolah lagi. Semoga ada jalannya. Ya kalaupun kali ini nggak lulus, gue nggak rugi apa-apa. Tinggal kembali ke kehidupan nyata gue. “Tersiksa” di Tangerang.

Jumat, 05 Desember 2008

Hari Mencuri Sedunia


Gue ngirim SMS ke temen-temen gue, bikin semacam pooling. Tujuannya cuma pengen tahu aja gimana tanggapan mereka tentang gue terutama tentang kelebihan gue menurut mereka. Bunyi poolingnya begini : “ Kalau hari ini adalah hari mencuri sedunia, apa yang akan kamu curi dari aku?”

Jawaban mereka beraneka ragam, dan ini jawaban-jawaban mereka (nggak semua, maaf buat yang gak ditulis. Jangan Marah Ya!):

[1] Anit brekele
Dulu aku pengen nyuri sprei gambar sapi kamu, tapi sekarang aku pengen mencuri semua kebahagiaan kamu.

[2] Mei
Nggak ada, soalnya aku sudah berhasil mencuri hatimu

[3] Ceuceu
Gw pengen nyuri semua duit lo

[4] Yuli dangdut
Aku pengen nyuri your master degree. Alasannya bisa pinter instant tanpa sekolah lagi

[5] Aulia
Aku mau nyuri kecerdasan kamu, tulisan kamu yang rapi, kemampuan komunikasi kamu yang tinggi, trus PeDe kamu yang kayak orang narsis gak jelas.

[6] Tresa
Gw mo nyuri otak lo, ceria lo yang kayaknya gak pernah sedih dan pastinya PeDe lo yang nomor wahid. Yang paling pengen gw curi adalah sifat setia lo yang setia nunggu gw dapat pasangan hidup

[7] Nur
Lo lagi krisis identitas yah? Gw gak ngerti maksud lo apa. Tau ah…..

[8] Aldo
Kamu pasti tahu apa yang pengen banget aku curi dari kamu. Sesuatu yang nggak bisa diraba, tapi bisa dirasakan. Kepedulainmu padanya.

[9] Christian
Gw pengen nyuri koleksi kondom lo, apalagi yang bergerigi dan berduri

[10] Herman
Gue pengen nyuri kepinteran yang lo miliki. Inget ya Cuma kepinteran lo doang, nggak pake sifat egois lo yang berlebihan!

[11] Anton
Gue pasti bakalan nyuri tas gembel lo yang lo beli di Singapur. Meskipun bukan hari mencuri sedunia, gue pasti tetep bakal nyuri tas itu. Liat aja, tinggal tunggu waktu. Hehehe

[12] Dicky
Aku hanya ingin mencuri perhatianmu. Nggak lebih nggak kurang

[13] Nita
Gue pengen nyuri ijazah lo yang ada cap gajah duduknya. Nggak nyuri deh, barter aja yah sama ijazah gue!

[14] Albert
Gue pengen nyuri sebagian temen-temen lo yang nggak bisa gue gapai. Sirik deh liat kebersamaan lo sama mereka.

[15] Edward
Gue pengen nyuri keteguhan hati lo buat nggak ngerokok

[16] Emil
Aku pengen nyuri mobilmu, koleksi kaosmu, koleksi Parfummu, koleksi sepatumu, pokoknya semuanya kecuali koleksi perangkomu. Nggak penting.Hehehehe

[17] Rika
Gue pengen nyuri kenarsisan lo yang kadang berlebihan juga. Tapi gue tetep suka.

[18] Wini
Aku ingin mencuri masa mudamu, secara masa mudaku udah lewat dari jaman kapan tau. Tong seuri siah!!!

[19] Diana
Nggak ada yang pengen gue curi. Selain emang gak ada barang ato sifat lo yang bagus, mencuri juga kan dilarang oleh agama. Masuk neraka baru nyaho!

[20] Ilham
Gue pengen nyuri lo, gue bawa ke suatu tempat terus gue jadiin lo sebagai……..

Ok, gue jadi tahu bagian mana dari diri gue yang bikin orang pengen memilikinya. Nggak ada maksud apa-apa lho, cuma iseng aja. Sekedar merefleksikan kelebihan yang orang liat dari diri gue. Nggak peduli kelebihan yang mereka anggap baik atau kelebihan yang mereka anggap buruk. Balik lagi ke niat, just for fun! Thanks ya Gu(a)ys!

Rabu, 03 Desember 2008

He Passed Away



Malam ini, sepi menyelinap ke dalam hatiku. Memberondongku dengan rasa hampa. Bayanganmu berlarian berebut minta untuk ditayangkan, tapi ketika aku mencoba untuk menegakkannya, bayanganmu membaur. Tak juga jelas dan tak juga kabur.

Hari ini, 7 tahun yang lalu aku kehilanganmu. Kehilangan seseorang yang tak juga aku mengerti arti hadirnya untukku. Yang pasti kini aku merindukanmu, mendamba hadirmu lagi dalam kelam. Sekarang kamu adalah fatamorgana, ada hanya untuk dikenang dalam perih. Diingat dalam air mata, dimaknai dengan sedih.

Kuputar lagi lagu itu di mobilku, lagu yang memaksaku masuk ke pusaran yang mengingatkan aku padamu………

Masih kuingat semua semangatmu….Masih kuingat jelas raut wajahmu…..Tapi kini kau telah pergi jauh…..Meninggalkanku di sini…..Sepi

Racun yang telah mengalir di darahmu…..Membutakan semua harap dan anganmu…..Hingga akhirnya kau menutup mata….Meninggalkanku di sini….Sepi…..Tinggalkan aku untuk selamanya

Apakah kau masih mengingatku…..Walau kita di tempat berbeda…..Akankah kau ada di sampingku….Di saat kurindukan hadirmu.

Sampai sekarang aku nggak mengerti, mengapa dulu, waktu aku masih hijau, sehijau shreek, engkau bersikukuh ingin menjadi sahabatku. Padahal aku merasa kita berada di jalan yang berbeda meski dunianya sama. Engkau dengan hidupmu yang serba bebas, sementara aku di dunia kecilku yang serba teratur.

Memang berat, tak mudah bersahabat dengan orang yang tak mudah dijamah dunianya. Kau memang punya dunia unik ciptaanmu sendiri dan kadang kau ajak aku bermain disana. Tapi ketika aku mencoba menyelaminya lebih dalam, aku terkapar, aku terantuk pada kenyataan bahwa duniamu kokoh meski sebenarnya rapuh. Ingatkah kamu akan permintaanku dulu? Aku cuma memintamu mengizinkanku masuk lebih dalam, mengenalmu dengan perspektif yang berbeda. Tapi kau tak mau, bahkan sampai tanah merah itu memisahkan pandangan kita.

Aku mengenangmu hari ini. Mencoba membentangkan ingatanku akan seseorang yang dulu pernah menjadi sahabtku. Sahabat rapuhku yang bersembunyi di balik baju bajanya. Sahabat yang pernah mengajarkanku bahwa hidup ini adalah jambangan kesedihan, isinya hanya perih melulu. Katamu kalaupun ada orang yang merasa bahagia, artinya dia berhasil memaknai kesedihannya itu dengan perspektif lain yang membuatnya bahagia.

Sedang apa kau di sana sekarang? Masihkah kau petik gitarmu dengan irama yang indah seperti dulu? Seperti saat kita habiskan malam-malam di bawah kerlipan jutaan bintang. Atau kau sedang menulis puisi. Puisi tentang kenyataan hidup yang tak bisa kau pahami, yang membuatmu kemudian memutuskan bahwa kematian adalah jalan terbaik untuk memecahkan jambangan berisi kesedihanmu.

Padahal pecahnya jambanganmu memaksaku untuk memunguti seripahannya, kemudian memasukannya ke dalam jambanganku sendiri. Menambah isinya dengan kepedihan baru. Tak sadarkah kamu? Mungkin kau bahagia dengan caramu sendiri, tapi buatku itu bodoh. Mengakhiri mengisi jambanganmu dengan kata mati adalah sesuatu yang egois.

Tak pernahkan kau pikirkan perasaanku? Tak kau pertimbangkankah semua yang sudah kita jalani, kita tulis dalam hati kita masing-masing.

Akhirnya aku hanya berharap, semoga kau di sana bahagia. Semoga kau memiliki jambangan baru yang tak kau isi lagi dengan kesedihan. Aku masih berharap kau masih menulis puisi di sana? Puisi yang akan kubaca suatu saat nanti…..dan kuharap ada puisi tentang kita dulu, tentang kerinduanmu padaku, tentang semua rasa dulu……Kuharap!


Tangerang, 3 Desember 2008; 24.00 am