Halaman

Jumat, 12 Desember 2008

Napak Tilas Hati


Awalnya gue nggak berencana buat pergi ke tempat itu, suatu tempat yang mengingatkan gue sama lo. Lo yang dulu pernah ngisi berlembar-lembar diary gue, ngasih gue kenangan manis, indah, kemudian pahit dan getir. Kadang gue masih nggak ngerti sama keputusan lo dulu, ninggalin gue tanpa ba-bi-bu. Sakit tau, apalagi hubungan kita udah bukan dalam hitungan bulan lagi. Maenannya udah tahun.

Dari perkenalan basi melalui temen gue yang juga temen lo, ternyata kita merasa cocok saat itu. Kalo minjem istilah Tom Cruise di Jerry Maguire, you complete me lah. Gue ngerasa bahwa lo emang potongan puzzle yang selama ini gue cari, potongan yang bikin gambar hati di dada gue lengkap. Entah kenapa kita merasa cocok aja saat itu, dan kita jadi nggak terpisahkan. Dimana ada gue pasti ada lo, dua orang yang lagi dibanjiri hormon endorphin, hormon cinta. Cinta monyet khas remaja gila. Kadang gue suka pengen ketawa sekaligus nangis kalo inget jaman-jaman itu.

Suasana di tempat itu masih sama, bau daun basahnya, pohon-pohonnya, aroma tanahnya, air terjunnya. Parahnya gue masih bisa nyium keberadaan lo di sana, padahal udah lewat beberapa tahun. Di jalan setapak berbatu dimana dulu kita nyusurinnya sambil nggak lepas pegangan tangan. Di bukit kecil tempat kita menatap senja, we kissed, the best kissed. Berada di sana gue berasa napak tilas. Napak tilas hati tepatnya.

Dulu waktu lo masih ada di samping gue, gue selalu merasa nyaman. Kenyamanan itulah yang sering kali gue rindukan dari lo. Lo orang yang paling ngertiin gue, mau nerima gue apa adanya and never bugging me with questioning. Lo mencintai gue dalam sunyi, sunyi yang membuatku lebih mencitaimu. Di kesunyian yang tercipta itulah gue bisa menemukan siapa lo sebenarnya, seseorang yang mampu mengubah batu menjadi permata di mata gue.

Hari ini, di tempat itu, disaat gue napak tilas hati gue, gue kembali nggak menyesali apa yang udah terjadi dulu diantara kita. Gue sadar bener bahwa cinta itu berbanding lurus dengan sakit hati, jadi semakin gue jatuh cinta maka sakit hati yang bakal gue terima akibat cinta itu juga akan semakin besar. Perlu lo tahu, mencintai lo membuat gue jadi lebih kuat, lebih survive. Lo ngajarin gue segalanya, lo juga yang nyadarin gue kalo hidup di dunia ini khususnya di dunia lo dan gue itu nggak gampang. Harus berjuang lebih dari siapapun. Tapi ternyata lo memutuskan buat nggak berjuang di samping gue, lo memilih berjuang dengan jalan lo sendiri mesti gue tahu tujuan kita sama. Cinta.

Embun senja merayap turun, gue harus pulang meninggalkan kenangan kita di tempat itu. Aku puas mengenangmu di sana, meskipun aku hanya mencumbui bayanganmu di bawah rindangnya akasia. Itu cukup, bahakan lebih. Biarkan aku kembali ke setapak kecilku, berjalan sambil terus mengenangmu. Cinta terdahsyat gue, cinta yang hanya bisa kunikmati melalui napak tilas hati.

Tidak ada komentar: