Halaman

Kamis, 08 Oktober 2009

Harusnya Kubunuh Saja Dia

Harusnya kubunuh saja dia. Kubunuh sejak aku sadar bahwa dia mengikuti hidupku selayaknya bayangan yang tak mau enyah. Menguntitku kemanapun aku pergi, bahkan dia bersekolah di tempat aku sekolah. Berteman akrab dengan teman-temanku. Sampai sekarang. Ya, memang harusnya aku membunuhnya saja dari dulu.

Dulu, aku merasa sangat nyaman hidup dengannya. Bermain dengannya membuatku selalu nampak ceria walaupun hatiku sedang berdarah-darah. Bersahabat dengannya membuatku banyak disukai oleh orang lain. Dampak dari kedekatanku dengannya tentu saja. Dia juga yang mengajarkan bagaimana selalu bersikap manis di depan orang-orang. Tapi kemudian dia juga yang melatihku bagaimana tidak punya malu. Argh, complicated juga bersahabat dan hidup bersamanya.

Tapi sekarang aku baru tahu, ternyata dampak jangka panjang dari berteman dengannya adalah menyulitkan. Menyulitkan aku untuk lepas dari bayang-bayangnya. Dia kadang mendominasi perilakuku sehingga jati diriku yang ingin aku munculkan tercover dengan sempurna. Kalau sudah seperti ini aku kadang hanya bisa berdamai dengannya. Mengikuti jalan alur pikirannya.

Aku bosan dengan tingkahnya. Aku kadang ingin menjadi diriku sendiri. Makanya sudah sepantasnya aku membunuhnya.

Salah satu temanku pernah bilang, jangan dibunuh karena suatu waktu pasti aku akan membutuhkan lagi kehadirannya. Menopengiku dengan keluguan yang bisa dimengerti, bisa dianulir.


Setelah bersahabat karib dengannya selama hampir 28 tahun, memang sangat menyulitkan ketika ingin beranjak meninggalkannya. Dia seperti sudah terikat erat dengan jiwaku. Menyatu dengan ikatan yang lebih dari sebuah persaudaraan. Dia sudah sedemikian menjelma dalam setiap tindak tandukku, menyerobot ketika aku berusah ingin mengenyahkannya sekejap.

Aku ingin lepas dari belenggunya sebentar saja, hanya untuk mengetahui reaksi teman, sahabat dan orang-orang terdekat dengan kepribadianku yang tidak dipengaruhinya. Makanya aku ingin membunuhnya.

Ya, harusnya aku bunuh saja dia. Dari dulu. Anak kecil yang ikut tumbuh dalam diriku.

20 komentar:

M. mengatakan...

kayak cerpennya siapa gitu bukan nuduh meniru tapi idenya dan cara bertuturnya itu kayak sudah lama nulis cerpen

Apisindica mengatakan...

@M: hahaha. Masa? Sumpah gw gak niru kok. Mungkin karena gw banyak baca kali yah jadi sering terinfluenced sama tulisan seseorang tanpa disadari.

Kalo nulis cerpen, gw udah mulai nulis sejak gw kenal aksara. Banyak tuh koleksinya, cuma gak pede buat dipublished. Maklum banyaknya tulisan gak mutu. Hehehe

Makasih ya masukannya!

Manusia Bodoh mengatakan...

Bunuh-bunuhan...
Serem jadinya....

Ini fiksi apa nyata yes???

Ginko mengatakan...

"Aku ingin lepas dari belenggunya sebentar saja"

Jadi... beneran mau dibunuh atau bagaimana? Apa yang menahanmu untuk melakukannya? Apa yang kamu tunggu?

menjadimanusia mengatakan...

yang pasti harus bersahabat dengan diri sendiri dulu. Kalau tidak bersahabat dengan diri sendiri, siapa yang mau bersahabat dengan kita?

Pohonku Sepi Sendiri mengatakan...

wah, sekarang lagi ngetren pembunuhan ya bro.. hehe.. di dalam taman ada yg pengen membunuh satu sisi kalbu, di balik pohon ada yg sedang dibunuh rindu.. ;)

Apisindica mengatakan...

@manusia: ini nyata, cuman dikemas dalam tulisan mirip fiksi. heheheh

@ginko: dibunuh gak yah? bingung. yang menahan gw untuk melakukannya adalah lingkungan. Mereka sudah nyaman dengan gw yang sekarang. Mereka justru aneh dan nggak mau gw berubah. gimana donk?! ;)

@days:betul...setuju!!! bersahabat dengan diri sendiri. maknya yah sudah lah kayaknya persahabatan gw dengan si anak kecil itu akan terus dilanjutkan. entah sampai kapan.

@pohon: sama-sama bunuh-bunuhan yah bro. Satu pengen membunuh, satu sedang dibunuh. hehehehe. terbunuh rindu itu sesak lho, tuntaskan segera!

Ligx mengatakan...

hei hei..
mau bunuh siapa siy???
kok g ajak-ajak??

hehehehe

Ginko mengatakan...

"Mereka sudah nyaman dengan gw yang sekarang"

Well... apakah kamu merasa nyaman dengan dirimu yang sekarang? Forget the others... it's about you not them.

Apisindica mengatakan...

@LigX: mau bunuh anak kecil ituh. lo mau ikut? yuks...hehehehehehe

@Ginko: gw sih nyaman banget masalahnya. Tapi yah kan kita harus berubah yah, apalagi ke arah yang lebih baik. Suatu saat itu gw memang harus meninggalkan anak kecil itu sendirian. Harus, tapi entah kapan.

Tee mengatakan...

Kayak nulis diary gitu .... Btw blog ma diary kan sama :) konsepnya

Apisindica mengatakan...

@tian: blog gw emang mirip diary anak abg. Hehehe. Mau nulis yang berbobot dikit gak bisa. Tau deh kenapa. Hehehe

Tee mengatakan...

Tuh justru jadi ciri khas mas ....

Apisindica mengatakan...

@tiann: ya ya....mungkin itu jadi ciri khas gw. Hehehe

Thanks ya...anw,you can call me just apisindica or apis!

lucky mengatakan...

Teman,
Untukmu akan selalu ada pilihan
Layaknya jalan yang bercabang
Sekali mengambil keputusan
Pantang bagimu menoleh ke belakang

Apisindica mengatakan...

@lucky: teman..aku kangen padamu. Hehehe

Meskipun komennya gak nyambung,tapi gw setuju. Banyak pilihan di depan,gw harus memilih dan tidak boleh menyesal ketika sudah memilih.

Teman..aku terus mendoakanmu agar senantiasa bahagia dalam hidupmu!

Enno mengatakan...

hihihi

keyyen! :P

Apisindica mengatakan...

@enno: maca cih? Hehehe. Senangnya dapet pujian dari penulis sekaliber mba enno.

Makasih ya!!!!

Ms. Grey mengatakan...

Tulisan lo yg ini emang keren banget...

Apisindica mengatakan...

@grey: maksih lo grey, jadi mayu...hihihihi