Halaman

Selasa, 06 Oktober 2009

Je (part 2)

“Kamu tahu apa yang membuat saya ingin balik ke Indonesia dan ketemu kamu?” Je bertanya suatu saat ketika kami makan malam di sebuah café di daerah Dago atas. Angin dingin malam itu memaksa saya membuka kenangan tentang Je, berusaha menyatukan puzzle yang sudah acak saking lamanya tak pernah saya susun kembali. Dia masih sama seperti dulu, hati saya bergumam. 10 tahun di Canada membuatnya tidak menjadi orang asing di mata saya. Semuanya masih tampak sama. Je yang saya kenal dulu.

Saya menggelengkan kepala tanda saya tidak tahu alasannya pulang ke Indonesia dan ketemu dengan saya.

Je tersenyum kemudian dia bilang : “blog kamu”

“Ha? Blog saya? Memangnya kenapa dengan blog saya? Dan sepertinya sekian lama tidak berhubungan, kenapa Je tahu alamat blog saya?”

“Pasti kamu heran, kenapa saya bisa tahu alamat blog kamu. Saya masih ingat kalau dulu kamu sangat tergila-gila dengan yang namanya lebah madu. Kamu bilang mereka unik. Berbekal itu saya searching sesuatu yang berhubungan dengan lebah madu. Dan kemudian saya teringat dengan kata Apisindica. Dari sana saya bisa menemukan kamu kembai. Saya pembaca setia sekaligus rahasia blog kamu. Mengamati setiap kejadian yang kamu lewati. Berusaha mengerti, berusaha memaknai, sekedar menghimpun semua kenangan tentang kamu yang tidak bisa saya lupa sampai hari ini”

Saya kemudian tidak bisa berkata apa-apa. Seluruh saraf tubuh saya merasa ditotok, tak bisa bergerak. Aneh rasanya ada orang dari masa lalu yang berusaha kembali mengenal saya setelah sekian lama. Entah untuk alasan apa.

Je mengatakan bahwa saya tidak berubah. Saya masih seperti yang dulu. Rapuh. Kata dia di balik penampakan saya yang kokoh, dalamnya rapuh. Tapi kemudian dia juga bilang ada yang berubah dari diri saya. Sebagian kecil. Katanya, saya lebih legowo sekarang, lebih nerima. Tidak sering ngotot seperti dulu. Je sangat suka dengan penggalan pengalaman saya tentang cinta bertepuk sebelah tangan yang memang saya ceritakan di beberapa postingan yang lalu. Dari sana dia menyadari kalau sekarang saya sudah jauh lebih dewasa.

10 tahun bisa merubah semuanya Je. 10 tahun bukan waktu yang sekejap, dalam rentang waktu selama itu saya telah bertransformasi meski saya bingung sekarang saya bertransformasi menjadi apa. Tapi bersikap dewasa adalah jalan yang harus ditempuh. Mengingat umur saya yang juga tidak lagi muda. Tidak sepantasnya saya masih bertindak kekanak-kanakan, meski saya masih merasa seperti itu. 10 tahun telah mengajari saya bagaimana jatuh cinta, kehilangan, berjuang, mengatasi sakit hati, memaafkan dan berdamai. Hidup mengajari saya semua itu.

“Siapa orang yang beruntung itu? Dan kenapa akhirnya kamu melepaskan dia? Biasanya kamu keukeuh untuk sesuatu yang kamu yakini”

“Je, seperti saya bilang hidup mengajarkan saya semuanya. Mungkin awalnya saya keukeuh karena saya merasa harus berjuang. Tapi kemudian saya harus membuka mata, lebih tahu diri. Ketika saya kemudian tidak diinginkan, maka langkah paling bijaksana yang bisa saya lakukan adalah mengikhlaskan diri untuk membiarkannya pergi. Saya tidak akan jadi apa-apa kalau saya hanya berkutat dengan keinginan saya yang itu-itu saja. Jiwa saya bisa camping, hati saya bakal keropos. Makanya saya memutuskan untuk beranjak”

“Saya suka apisindica yang sekarang. Meski masih tetap rapuh, tapi kamu bisa mengambil sesuatu dari apa yang telah terjadi. Apisindica yang sekarang telah keluar dari kepompongnya yang dulu. Kepompong yang saya tinggalkan 10 lalu tanpa kata perpisahan yang jelas. Saya minta maaf karena dulu saya tidak berusaha dewasa, meninggalkanmu tanpa jejak yang jelas”

“Bagaimana dengan kamu Je? Dengan kehidupan cintamu?”

“ Saya masih seperti dulu, mengamini jalan yang sepertinya sudah Tuhan gariskan buat saya. Saya tidak perlu berontak dan mencari jawaban atas semua ini. Semuanya sudah saya terima dengan lapang tanpa menyalahkan siapapun. Soal kehidupan cinta? Sekarang saya sudah memiliki seseorang yang membuat lengkap hidup saya. Semoga dia bisa melengkapi saya selamanya. Tahun depan kami berencana membawa hubungan kami ke arah yang lebih jelas”

Langit malam tanpa bintang memayungi hati saya saat itu. Dingin menyergap kemudian bergelayut manja di pelupuk asa. Saya memang tidak berharap lebih dengan kehadirannya yang tiba-tiba. Rasa cinta sudah tidak ada di hati saya, saya hanya seperti menemukan karib lama yang dulu hilang. Dulu sekali, ketika saya masih terbata-bata membaca cinta.

Je, saya ikut berbahagia tentang semuanya….

6 komentar:

Ligx mengatakan...

oh My God, its nice story..
Apis, semoga kamu pun benasib sama seperti Je..

hanya bisa meng-aminin saja..

amien

Pohonku Sepi Sendiri mengatakan...

Kisah yang tidak biasa, tidak mungkin bisa didapat oleh setiap orang. Kisah yang 'waow' buatku. Thanks sudah membaginya disini bro.


"Ketika saya kemudian tidak diinginkan, maka langkah paling bijaksana yang bisa saya lakukan adalah mengikhlaskan diri untuk membiarkannya pergi."
Sedih baca kata-kata di atas, seperti sedang membaca diriku sendiri..

Ginko mengatakan...

Ciee ada penggemar rahasia :D. Selamat buat si Je.

and you to, for every changes that happened (walau masih tetap rapuh, but that's what made us human).

Apisindica mengatakan...

@LigX: ameeeeen!!!

@Pohon:ya mungkin kebanyakan orang pernah mengalami hal seperti itu, jadi ketika kita melihat orang mengalami hal tersebut. Kita menjadi berkaca. Satu hal yang memang harus dilakukan hanyalah ikhlas. Nggak ada yang lain.

Makasih dah mampir yah Pohon.

@Ginko: kok penggemar rahasia?! hehehe

Ya, semuanya menjadikan gw manusia yang manusia.

Enno mengatakan...

nice writing :)

Apisindica mengatakan...

@enno: makasih mbak enno. lagi belajar nulis neh. termasuk belajar dari mbak enno!