Halaman

Senin, 19 Oktober 2009

Aku, Dia dan Anaknya

“ayo salam sama Oom!” Dia menyuruh anaknya menyalami saya. Saya kemudian jongkok, menyambut uluran tangan anak kecil itu.

“Aldo” anak kecil berumur sekitar 5 tahun itu menyebutkan namanya sembari tersenyum lebar memamerkan barisan giginya yang menghitam. Gigi khas anak-anak yang rusak digerogoti gula dan permen.

“Anak pintar” Saya kemudian mengelus kepalanya sambil berdiri dan tersenyum pada seseorang yang menggandeng tangannya.

“Apa kabar?” sapanya. Saya hanya menjawabnya dengan anggukan kepala. Sejurus kemudian saya mulai mengutuki kenapa saya ingin jalan ke mall sore itu. Bertemu dengannya adalah sesuatu yang saya hindari sejak saya berpisah darinya beberapa tahun silam. Bertemu dengannya melemparkan saya pada malam itu. Malam terakhir kami.

Kami tidur saling memunggungi. Saya sibuk dengan pikiran saya sendiri, begitupun dia. Hening. Saking heningnya saya bisa mendengar detak jantung saya sendiri. Detak jantung yang berbunyi tanpa ritme, detak yang berusaha berdamai dengan keadaan yang sudah terpampang di depan mata.

Pelan saya mendengar dia menangis, dan saya bisa merasakan keperihan didalam isakannya. Ketika saya membalikan badan, saya melihat tubuhnya yang bergoncang karena tangis. Saya juga tiba-tiba menangis, sama perihnya dengan yang dia rasakan. Tangan saya memeluknya kemudian, merengkuhnya semakin dalam. Berdua kami menangis dalam tubuh yang merapat, seakan saling ingin menguatkan.

“Andai saya punya pilihan, saya akan memilih untuk tetap berada disamping kamu” Dia dengan terbata mengucapkan kalimat yang justru membuat saya makin pedih. “Kalau saja perjodohan ini bisa saya tolak, saya akan menolaknya dari awal. Atau jika saya punya keberanian lebih, pasti saya akan memilih untuk berontak dan tidak seperti ini” Banyak andai yang dia ucapkan saat itu, andai-andai yang justru membuat saya merasa kerdil, membuat saya justru merasa membebani langkahnya.

Saya hanya bilang mungkin ini yang terbaik untuk dia, untuk kami. Satu-satunya yang saya bisa lakukan saat itu adalah melepaskannya pergi. Membiarkannya menuju gerbang perkawinan yang telah dipersiapkan orang tuanya. Dengan saya, dia tidak punya harapan. Dengan saya dia hanya akan menderita karena harus selalu menentang orang tuanya. Saya sadar siapa saya, apa posisi saya, makanya saya rela melepaskannya pergi.

“ Saya mendoakan semoga kamu mendapatkan pengganti yang jauh lebih baik dari saya. Orang yang bisa membahagiakanmu, atau setidaknya memeperjuangkan kamu lebih dari yang saya lakukan. Saya menyerah karena saya merasa ini satu-satunya cara membahagiakan mereka. Orang tua saya” Dia mengenggam tangan saya dan meletakannya di dadanya. “Jauh disini, di hati saya, kamu tidak akan pernah mati”.

Saya selalu mengingat malam itu, malam perpisahan kami. Malam ketika kami harus mengakhiri semuanya. Menyelesaikan cerita 4 tahun yang pernah kami lalui berdua. Mengenyam mimpi di taman tanpa realisasi.

“Pah, ayo. Jangan ngeliatin oom ini terus. Itu mama udah ngedadahin di depan” Seketika anak itu membuyarkan lamunan saya tentang masa lalu. Membuat saya kembali menapak bumi.

Saya kemudian tersenyum dan segera meninggalkan mereka. Meninggalkan kenangan tentang seseorang yang dulu pernah saya cinta, yang sekarang berjalan berpegangan tangan dengan anaknya.

Notes: Sumpah!!! Ini hanya fiksi, hasil rekayasa imaji ketika kantuk tak juga berlabuh di pelupuk.

16 komentar:

M. mengatakan...

Apis pandai ya memainkan perasaan pembaca lolz... gw pikir beneran
tp berdasarkan pengalaman pribadi kan? *tetep kepo*

Apisindica mengatakan...

@M: masa seeh? huahahaha. Lagi seneng nulis yang begitu-begitu nih. Kalo lo pikir benaran berarti gw berhasil mengemas ceritanya. ;)

pengalaman pribadi melihat teman yang ngalamin ini secara langsung. Bukan gw, secara nggak laku. hehehehe

Ligx mengatakan...

Setubuh sama M, kirain beneran..
ternyata oh ternyata..hanya fiksi belaka hahaha, aku tertipu, wkwkwkwk

duh ntr giliran gw yg dijodohin, hiks hiks

dswrikandi mengatakan...

wakakakakak. gw kirain beneran! entah kenapa buat gw cerita ini malah menghibur, apa gara2 kalimat lo terakhir ya? yang bilang kalau ini "fiksi belaka"..

keep posting Apis!

penari rajam mengatakan...

hihihi.. sama sama tertipu dengan yang lainnya.. kirain pengalaman.. bagus bagus.. :D

Jo mengatakan...

Hiks hiks... apis makin dewasa aja nih xixixi...

Reis's mengatakan...

Huks.

Ini gue banged. Gue banged banged. Kejadiannya sama persis.. Hanya saja... malam itu dia tidak pulang-pulang. Hanya saja.. dia tak pernah memelukku untuk sekadar mengatakan bahwa dia sebenarnya ingin memilihku. Hanya saja.. air mataku terus menerus turun siang hari keesokannya, menunggunya mampir dari kantor untuk mengantarku ke stasiun.. Hanya saja... ia menghilang setelah menikah.. Hanya saja.. AKHHHHH.


Aku. Benci. Kamu. *manyun*

Pohonku Sepi Sendiri mengatakan...

nice story, bro..
kirain kisah nyata, abis tulisannya menjiwai banget seh.. hehe..

Apisindica mengatakan...

@LigX: selamat tertipu. hehehe.

ketika perjodohan itu akhirnya tiba, gw harap lo sudah dengan keputusan yang mantap. Keputusan yang nggak bakalan lo sesali seumur hidup!!!

@Quenni: hahahha, baguslah kalo menghibur. itu memang tujuan utamanya. Makasih yah!!!

@penari rajam: kamu tertipuuuu juga. ini bukan pengalaman pribadi, tapi gw yakin banyak orang di luar sana yang pernah mengalami fase ini.

@Jo: alhamdulillah kalo terlihat dewasa. Mungkin anak kecilnya lagi maen di tegalan sama temen-temennya.

Apisindica mengatakan...

@reis: hahahaha, kok lo jadi curcol di postingan gw. SEE? banyak yang pernah mengalami secara NYATA kejadian yang gw tulis.

Semoga setelah melewati pengalaman itu kamu jadi lebih kuat ya reis. Gw doakan yang terbaik buat lo.

@pohon:penulis kan memang harus menjiwai setiap tulisannya. Baru dikatakan berhasil ketika cerita fiktif itu dirasakan NYATA. hehehehe

yansDalamJeda mengatakan...

hehehe..mantap juga, hampir saja perasaan ini kena tipu.

Apisindica mengatakan...

@yans: hampir kena tipu atau sudah tertipu. ngakuuuuuuuuuuu. hehehehe

Enno mengatakan...

he? kirain beneran?

tertipu dirikuuu...
hihihi

nice story :)

Apisindica mengatakan...

@enno: hahahaha. Anda orang keseribu sekian yang tertipu...(lebay mode on)

makasih mba !!

Lolly mengatakan...

dasarrrrrrr..
saya kiran kisah nyata...
padahal dr awal uda seru abis ngebacainnya..

jgn2, emang bukan fiksi kaliiiiii? hihihihi.. :D

Apisindica mengatakan...

@loli: huahahahahha. Tertipuuuuuuu....

heh, ini fiksi tauuu....jangan sampe deh ngalamin yang beginian. Knock on wood!