Halaman

Minggu, 22 Februari 2009

Paket Lengkap

Pacaran gue yang kali ini berasa beli paket lengkap. Bukan hanya beli satu gratis satu, tapi lebih. Beli satu gratis tiga. Gue selain dapet dia dapet juga papih, mamih sama kokonya sekaligus. Gimana gak lengkap tuh?!

Dulu, waktu kita mutusin buat pacaran nggak pernah ada dalam pikiran gue bakal seperti ini. Karena menurut pengalaman gue neh, kalau dah bawa ke lingkungan keluarga pasti jatohnya complicated. Tiba-tiba yang keluarganya menolak lu karena merasa lu hanya bakal menghancurkan hidup anak mereka, atau menganggap bahwa kita tidak selevel sama mereka sering kejadian. Emang sih nampak sinetron banget, tapi sumpah, itu pernah kejadian sama gue.

Makanya, waktu gue tahu bahwa pacar gue yang sekarang ini berniat membawa gue ke keluarganya padahal umur pacaran kita baru itungan hari, gue sempet parno dan nggak mau. Bukan nggak mau sih, nggak siap tepatnya. Nggak gampang bertemu dengan keluarga yang dengan sedemikian rupa opennya sampai mau menerima gue di tengah keluarga mereka. Gue nggak mau mempertaruhkan hubungan gue sama pacar gue, karena gue dah terlanjur cinta mati sama dia. Terlanjur klepek-klepek.

Penolakan ternyata bukan jalan keluar, karena semakin gue bilang nggak mau dan menghindar, pacar gue ini malah tambah semangat meyakinkan gue kalau semua itu nggak bakal apa-apa. Gue masih bimbang, belum yakin, makanya gue terus menghindar. Yang bikin gue akhirnya bilang iyah dan datang ke acara makan malem Sincia di keluarganya adalah ketika ibunya dia (yang kemudian ingin dipanggil mamih) nelpon gue secara langsung dan minta gue buat nggak ragu-ragu datang. Katanya dia justru akan lebih marah kalau gue nggak datang.

Masih dengan penuh ragu akhirnya gue memutuskan buat datang. Gue udah siap dengan kejadian terburuk yang kemungkinan bakal terjadi. Tapi memang terkadang, semua ketakutan kita itu hanya ketakutan belaka, pikiran yang terlalu berlebihan. Buktinya gue pas datang itu biasa-biasa aja, bahkan disambut dengan sangat hangat. Mamihnya dia itu meluk-meluk gue terus. Meski pas acara makannya gue lebih banyak diem kalau nggak ditanya. Masih kikuk gue.

Selesai makan, papihnya bertindak selayaknya ayah yang seharusnya. Nanya-nanya gue tentang banyak hal seperti background pendidikan gue, keluarga gue, perasaan gue sama anaknya. Pokoknya pertanyaan-pertanyaan standar selayaknya interogasi calon mertua deh. Gue lebih banyakkan nunduk malu, untung pacar gue menguatkan gue dengan cara tidak melepaskan genggamannya selama proses interogasi itu. Alhamdulillah, papihnya bisa nerima gue. Kata dia lagi, dijaga bener perasaan gue sama anaknya itu, biar gak sering berantem. Adoooh!!!

Kokonya pacar gue itu juga baik kok, nggak banyak nanya-nanya tapi kelihatan antusias sama gue. Sering tersenyum ramah dan bilang kalau gue jangan ragu-ragu menjalani hubungan gue sama adiknya. Dia meyakinkan kalau semuanya akan berjalan lancar, dan keluarganya akan menerima gue dengan lapang dan tidak akan berubah. Senangnya bisa diterima dengan baik oleh keluarga pacar gue ini. Makin yakin sama dia kalau dia memang yang terbaik buat gue. Saat ini, dan mudah-mudahan sampai nanti. Amien.

Tapi jangan pikir gue nggak takut dengan semua ini. Justru hal ini semakin bikin gue takut. Gue takut mengecewakan mereka. Mereka udah terlanjur sayang sama gue, dan gue juga gitu. Gue harus lebih pinter menjaga perasaan mereka, jangan sampai mereka berubah. Itu artinya gue nggak boleh main-main sama pacar gue, meski nggak ada niatan sedikitpun mainin dia.

Sayang, terima kasih banyak sudah memberiku anugerah tiada tara lewat kehangatan yang tercipta di keluargamu. Aku berjanji, aku tidak akan pernah berubah. Senantiasa menyanyangimu setiap waktu, dan aku harap kaupun melakukan hal yang sama. I love you, hon!

Tidak ada komentar: