Halaman

Sabtu, 18 Oktober 2008

THEY WAS BORN


Di rumah bersalin nyokap gue, saat matahari terik banget di hari sabtu yang gerah. Kita sekeluarga ngumpul, nungguin salah satu momen yang memang kita tunggu-tungguin sejak beberapa bulan yang lalu. Hari itu sepertinya akan hadir anggota keluarga baru di tengah keluarga gue. Dari pagi dia memang udah gelisah, bolak-balik nggak karuan, kayaknya mulas udah mendera perutnya. Manja memang sudah menjadi sifatnya sehingga ketika hari ini dia bertambah manja dengan minta terus perutnya gue elus-elus, kita semua tahu bahwa saatnya sudah tiba.

Kita dengan gelisah, bergantian nungguin saat itu tiba. Untungnya keadaan rumah bersalin saat itu nggak begitu rame. Hanya ada pasien satu-dua, sehingga nyokap gue beruntung bisa dengan intens nunggu pasien istimewanya. Begitu istimewanya, sehingga si empunya rumah bersalin yang berniat menolong persalinannya hari itu. Dia memang menjadi istimewa sejak kehadirannya satu setengah tahun yang lalu. Anggota keluarga baru yang meramaikan suasana, membuat riuh rumah kami yang awalnya hanya berisi empat orang.

Nyokap gue tiba-tiba berteriak, “Sudah lahir!”. Kamipun mendengar suara anak yang baru dilahirkan. Gue nggak sabar untuk melihat anak itu, mirip siapakah dia? Tapi belum selesai rasa penasaran gue, nyokap gue teriak lagi, “Ada lagi!....Dan lagi….Ini yang terakhir!”. Hah…… Kami dibuat heran. Ternyata hari ini dia melahirkan anak kembar 4. Yang terbayang di otak gue cuman gimana cara membesarkan anak sebanyak itu. Ngurus dan ngebiayain ibu yang ngelahirinnya aja gue udah begitu bekerja keras, sekarang ditambah lagi dengan 4 orang anak sekaligus. Gue langsung membuat keputusan. Harus ASI eksklusif, selain lebih bagus, hari gini susu mahalnya amit-amit.

Ketika gue berkesempatan untuk melihat anak-anak itu pertama kalinya, gue berdoa dalam hati. Ya Allah, semoga semua anak itu mewarisi semua sifat ibunya! Meskipun sifatnya perpaduan kedua orang tuanya, buatlah semua sifat ayahnya resesif sehingga tidak terekspresikan dalam penampakan fisik anak-anak itu. Aku rela mereka semua mirip ibunya, bukan bapaknya!

Orang pasti berpikir betapa egoisnya gue sehingga berdoa seperti itu. Apa salahnya dengan mirip gue sebagai bapaknya! WAIT……Jangan terhasut, gue nggak ngomongin istri dan anak gue (yang sampai sekarang belum ada keduanya), gue lagi ngomongin kucing persia-anggora gue yang hari ini ngelahirin.

Di salah satu postingan gue beberapa bulan yang lalu, gue pernah ngomel-ngomel karena kucing peranakan anggora-persia gue yang nggak tahu diri. Nggak tahu diri karena dengan berani-beraninya backstreet dan kemudian kawin dengan kucing kampung pincang yang entah darimana datengnya. Sialan tuh kucing gue, merusak silsilah keturunannya sendiri dengan sadar. Dia nggak tahu kalau dia mahal, dan kalau dia mau saja sedikit bersabar, gue pasti bawa dia ke peternakan kucing untuk menjodohkannya dengan pejantan yang juga berkualitas baik bibit, bobot maupun bebetnya (mode ibu-ibu sok ningrat dengan konde segede ban vesva on)

Hari ini dia ngelahirin, dan tanpa ditungguin si jantan yang udah bikin dia bunting. Mungkin gue berharap terlalu lebih. Kucingkan emang gitu, abis ngebuntingan trus lupa deh meski dengan jelas gue sering liat tuh kucing pincang hilir mudik depan rumah gue. Sialan. But what can I do more? Selain bersiap-siap ngeluarin kocek lebih banyak buat beli makanan impor tuh kucing-kucing yang makin mahal gara-gara krisis ekonomi global di Amrik sana. Kok ngaruh yah sama makanan kucing? Ngebetein.

Makanya gue berharap biar semua anak yang lahir hari ini, nggak ada satupun yang mirip bapaknya. Selain bapaknya nggak tanggung jawab, poin pentingnya karena bapaknya itu kucing kampung. Kan kalo mirip ibunya yang anggora-persia, setidaknya punya nilai jual yang lebih. Nilai jual dalam arti kata sesungguhnya karena memang niatnya mau gue jual semua. Lumayan jadi penghasilan tambahan. Sayangnya anak-anak kucing itu masih terlalu dini untuk dilihat mirip siapa, sehingga yang bisa gue lakuin hanya menunggu, setidaknya dua bulan. Kalo mirip ibunya, gue jual. Tapi kalo mirip bapaknya, gue bagi-bagiin aja, dan kalaupun nggak ada yang mau, gue buang semua.

Sepupu gue yang lagi ambil spesialis ginekologi, sms balik waktu gue bilang kucing gue udah ngelahirin. Katanya gue kalah telak sama kucing gue itu. Kucing gue aja yang kualitasnya secara genetik memang bagus, nyari pasangan nggak pilih-pilih, kok gue yang dengan dengan nggak sopannya dan minta ditampar dia bilang kualitasnya aja masih diragukan, nyari pasangan terlalu milih-milih. Makanya nggak kawin-kawin dan punya anak.

Sialan tuh sepupu gue, secara dia juga belom merit padahal umur udah early thirty (jangan-jangan dia homo kali ya?) Upss..Maaf. Jelas beda ama gue yang pilih-pilih dengan berbagai pembenaran versi gue. Pertama, gue kan nggak mau asal comot, asal pilih. Beli baju aja bisa berjam-jam gue pilih dan bolak-balik masuk fitting room, apalagi soal pasangan. Kedua, gue kan anti kemapanan. Jadi bukan nggak pengen cepet merit, secara kehidupan masih gini-gini aja, masih seneng hura-hura, seneng nongkrong di cafĂ© sampe larut, Menikah kayaknya hanya akan membelenggu kebebasan gue. Ketiga, dia buta kali yah?! Masa nggak bisa liat anak gue lagi lari-lari di taman…………….(taman impian dan khayalan maksudnya!).

Tidak ada komentar: