Halaman

Minggu, 17 Februari 2008

CINTA EPISODE SITUBONDO



Kadang gue bingung sama yang namanya cinta. Benarkah cinta bisa muncul dan tumbuh seiring dengan kebersamaan yang tak disadari? Percaya atau tidak hal ini pernah terjadi di kehidupan gue, bukan sekali tapi tiga kali. Bayangkan, tiga kali! Kalau semua terjadi karena gue yang emang “mupeng” mungkin bisa gue mengerti tapi kalau ada cewek yang sering bareng ma gue trus dia tiba-tiba jatuh cinta karena perhatian “biasa “ yang gue kasih, semuanya menjadi serba membingungkan. Kebersamaan gue ma dia juga bukan karena dikondisikan secara sengaja, tapi kita bareng karena kerja di tempat yang sama. Bener-bener membingungkan….Apakah karena perhatian “biasa” yang sering gue kasih itu terlalu “tidak biasa” buat mereka, atau mereka menyalahartikan perhatian gue. Gue gak tau…Mungkin memang gue yang salah, tapi gue sedikit menikmati juga kesalahan itu. Berasa dicintai dan berasa laku. Dari kesalahan itulah muncul Cinta Episode Igum, Episode Eka dan Episode Mei.

Cinta episode Mei, gue kenang sebagai cinta episode Situbondo karena memang terjadi di Situbondo. Buat blogger yang gak tau Situbondo itu dimana, silahkan langsung buka peta (Seperti yang pertama gue lakuin waktu keterima kerja di sana). Situbondo itu nama kota di ujung Jawa Timur. Seberapa ujung? Pokoknya dari Surabaya aja masih makan waktu 7 jam lagi. Kebayang kan ujungnya kayak apa?Hal yang gak kebayang ma gue waktu memutuskan untuk menerima kerja di sana. Intinya…..Kampung Banget!!!!!!!

Pertengahan tahun 2006, tepat seminggu setelah gue diwisuda S2 gue langsung dapet kerja di salah satu perusahaan bonafide bernama Charone Pokphand. Nama perusahaan yang menjanjikan bukan? Dan jadilah Situbondo tempat transit perjalanan hidup gue yang ternyata menjadi pengalaman paling “nggak banget” (I’ll skip this story cause to explain what been happened in there, took more time or maybe a few days. Hehehehe, kidding!)

Di lab tempat gue kerja inilah gue ketemu cewek yang bernama Mei. Anak Semarang jebolan perikanan Undip. Gue pertama kali ketemu dia di kantin waktu mo makan pagi, dari awal itu aja gue udah merasa jengah. Kenapa? Karena dia ngeliatin gue terus dengan cara yang berbeda dari orang kebanyakan. Gue gak tau apa yang ada di dalam kepalanya waktu itu, mungkinkah dia berpikir kok ada artis ya di Hatchery atau kok ada cowok cakep nyasar di kampung ya? (ngarep….wake up yuda!!!). Dan ternyata cewek itu kerja di lab algae, lab tempat gue juga ditempatkan.

Merasa diri orang baru, meskipun S2 di sekumpulan anak-anak S1 bahkan SMA gue menjadi super duper ramah. Bukan cuma sama Mei, tapi sama semua orang dari semua divisi dengan tujuan diterima dan masuk dalam lingkaran mereka. Memang sama orang-orang lab algae gue jauh lebih ramah dan perhatian terlebih sama Mei, ya iya orang kerjanya langsung berhubungan ma gue. Gimana gue gak perhatian, lawong kalo dia melakukan kesalahan ntar gue yang ketiban sialnya. Inti cerita gue jadi deket sama Mei.

Kedekatan inilah yang membuat gue sangat terbuka sama Mei, apalagi soal ketidakbetahan gue kerja di sana, kehidupan gue yang berasa neraka semenjak gue kerja di sana, hidup normal gue yang terenggut, otak gue yang jadi mengkeret, ketakutan-ketakutan gue dan banyak lagi. Mungkin Mei satu-satunya cewek disana yang pernah liat gue nangis (Pasti ada yang komentar, cowok kok nangis. Hei…come on guys, you are living in a real world. God creates glandula lakrimalis in your eyes. What for? For crying. So it is normally for us as a man to crying sometimes. Tears doesn’t show your weakness!)

Mei adalah orang yang ikut mengisi hari-hari kelabu gue selama di sana. Dia jadi semacam hiburan, setidaknya gue punya temen ngobrol yang ngertiin gue sepenuhnya. Dari kedekatan itulah mungkin gue tanpa sadar memberikan perhatian yang sedikit berlebih (meskipun sampai sekarang gue masih bertanya, perhatian gue yang mana). Kita sering ngobrol berdua, bahkan kita banyak menghabiskan waktu nunggu malam menganga di atas saung di pinggir laut. Menikmati bau laut dan angin pantai sambil ketawa-ketawa dan meraba hati masing-masing. Dari hasil “meraba” hati itu gue sadar betul kalo gue nggak tertarik sama dia secara emosi. I just need her as a friend, no more. Dari awal, gue udah keras ma hati gue….Jangan jatuh cinta sama siapapun di tempat ini, karena cinta akan memberatkan langkah gue ketika nanti akhirnya memutuskan untuk melangkah pergi. Sound so selfish ya? Tapi hidupkan pilihan…Dan saat itu gue udah mantap memilih.

Di bulan kedua kedekatan kita, gue mulai menangkap isyarat-isyarat yang tak teraba oleh raga tapi terekam oleh sukma. Dimulai dari datangnya sms-sms yang berisi pesan “tidak biasa” seperti kata-kata miss you, gambar-gambar bernuansa hati dan boneka sampai animasi bertuliskan I love you dengan tampilan kelap-kelip (harusnya gue simpen sms-sms itu buat testimoni). Pernah satu hari, waktu gue untuk kesekian ratus kalinya mengutarakan ketidakbetahan gue tinggal di sana, dia menanaggapinya dengan mengirimkan pesan sms yang berbunyi “Cari obat donk buat ngilangin rasa nggak betahnya, jadi aku bisa sama kamu terus” WHAT! Should I have a words?. Perasaan memang mirip dua sisi mata uang, gambarnya berlawanan. Satu sisi gue menikmati disanjung seperti itu tapi disisi lain gue udah memutuskan. Gue harus pergi dari sana.

Maafin gue Mei, bukannya nggak mau melabuhkan cinta di pangkuanmu saat itu. Itu bukan pilihan. Gue tau itu membuat hatimu sakit dan berontak, tapi gue gak mau membuatmu lebih sakit lagi dengan merasa ditinggalkan saat cinta telah tertambat. Tidak Mei, gue gak bisa memilih yang kedua, gue mungkin memang pengecut untuk tidak melayani hatimu. Tapi gue menghargai dan menyanyangimu (as a friend of course) sehingga gue gak akan tega menyakiti hatimu lebih dalam. Maaf.

Beribu cara gue tempuh untuk sedikit demi sedikit menjauhimu meski gue tau benar bahwa kamu merasakannya dan sakit karenanya. Gue lebih sakit Mei, percaya deh! Apalagi waktu kamu dipindahkan ke lab QC, hati kecil gue menolak dan perih tapi itu mungkin jalan yang diberikan Tuhan buat kita sehingga kita bisa sedikit renggang dan gue berharap waktu itu perasaanmu bisa pupus sedikit demi sedikit, apalagi kamu tahu diakhir bulan keempat aku memutuskan untuk pergi. Dan ternyata itu berhasil, kita jadi jarang ngobrol, jarang berdua menikmati bau laut, jarang smsan dan semakin jarang mendengarkan hati kita masing-masing. Pahit memang, tapi itu harus ditelan.

Saat perpisahan tiba. Menjelang saat itu kamu ngasih surat yang setelah gue baca, rasanya seperti menyobek hati gue sendiri. Kembali terbingkai jutaan kata maaf untukmu Mei. Maaf juga suratnya gue bagi sama para blogger. Ini isi suratnya (non edit)

Baja, November 2006
To Yuda
Assalamualaikum wr wb.
Akhirnya saat ini tiba juga ya? Saat dimana kamu memutuskan untuk melangkah meninggalkan BAJA, tempat yang mungkin gak kebayang sama sekali bakal jadi tempat tinggal kamu selama beberapa bulan. Pasti banyak sekali kenangan kamu disini, yang aku yakin beberapa hal, nggak kan mungkin kamu temuin n gak bakalan mau kamu lakuin. Entah masuk katagori memori terbaik, terjelek ataupun yang pengen kamu lupain. Aku senang ada dalam kisaran memori hidup kamu disini.
Aku pasti akan sangat kehilangan kamu Da, untuk sebuah alasan yang aku sendiri nggak ngerti. Kalo aku mamih, aku kehilangan anak buah yang pintar, temen diskusi n temen untuk bergosip. Kalo aku mba Anit, pasti aku akan bingung karena gak akan ada yang mencela aku seperti kamu. Kalo aku pande, pasti aku sedih temen sekamarku pergi. Apalagi kalau aku mba Indri, wah bisa mati kutu aku, karena temen seperjuangan, temen curhat, temen “duet maut” Qu pergi. Kalo aku dicky, atau Ari, atau Agil, atau Yuli, atau Aconk, atau temen-temen ngumpul kamu yang lain pasti aku sedih karena hilang satu sumber keramaian. Tapi kalau aku adalah Mei? Aku kehilangan apa? Temen sekamar? Wah itu mah harapan kejauhan. Temen kerja? Temen deket? Temen ngumpul? It was….sekarang? udah jarang banget, nyaris gak. Tapi aku kehilangan kamu Da….Kehilangan seorang Yuda….(Ya Allah, yang nama lengkap kamu aja aku gak tau). Itulah….Aku gak pernah ngerti “siapa kamu” buat aku, yang aku tau kamu berarti buat aku.
Kalo dalam akhir-akhir ini kita ada pada jarak yang dekat tapi berasa jauh, mungkin jarak yang jauh akan membuat kita dekat di hati. Dan selalu kubilang dan kuyakini bahwa Allah sayang ma aku, aku yakin ada hikmah dari pertemuan dan kebersamaan Qta yang singkat dan kepergian kamu disaat Qta tak lagi dekat. Selamat jalan Da…..aku akan merindukanmu.

Wassalamualaikum wr wb.

Mei Ria


Surat yang membuat gue membacanya berulang-ulang, memaknai setiap kata yang terungkap, dan menjerit pedih setelahnya. Salahkah gue telah membuat seorang anak manusia terjerat dalam cinta indah yang tak terbalas? Gue tahu itu salah dan gue minta maaf karenanya. Maafin gue Mei………..Biarkan perasaan indah itu mengkristal di hatimu dan izinkan gue berjalan kembali di setapak kecilku. Terima kasih telah memberi warna pelangi dalam khasanah perjalanan hidup seorang yang bernama Yuda.


Bandung, 15 Pebruari 2008
Tiba-tiba inget kamu Mei…………………..


Footnote :
Mei di hari perpisahan memberi gue hadiah kenang-kenangan berupa tasbih. Di dalamnya terselip lipatan kertas yang ditempeli hiasan hati dari beludru. Mei menulis : “Ini aku gunakan sebagai tanda cintaku pada Yang Maha Hidup dan kali ini aku berikan kepada seseorang yang pernah menjadi bagian dari hidupku”.

Tidak ada komentar: