Halaman

Jumat, 05 Agustus 2011

Rumah

Rumah itu aku bangun dari puing-puing kepercayaan. Hasil dari aku memecahkan celengan yang rajin aku isi dengan serpihan-serpihan doa tanpa nama. Rumah yang wujudnya mungkin masih terlalu sederhana tetapi setidaknya sudah ada pintu dan jendela yang akan memudahkanmu masuk dan menelisik apa yang sudah aku persiapkan.

Rumah itu aku susun dari bongkah-bongkah pengharapan. Dengan telaten aku rekatkan satu per satu dengan embun hasil gutasi rumput-rumput di halaman. Mungkin tidak kokoh, tapi setidaknya akan melindungi kita dari angin yang berhembus kencang. Bisa jadi ada yang masih bisa lolos masuk ke dalam, tapi percayalah bongkah harapan yang aku susun menjadi rancangan akan menyelamatkanmu dari gigil berkepanjangan. Setidaknya sementara. Kamu hanya perlu percaya.

Rumah itu tidak beratapkan genting atau rumbia. Aku tutup bangunan itu dengan helai-helai cinta yang aku anyam dengan penuh perasaan. Meski begitu, tidak usah khawatir, tidak akan kamu rasakan sengatan matahari atau guyuran hujan yang akan membawa penderitaan. Cinta yang aku punya membebaskan. Melindungi apa yang kelak aku punya termasuk kamu di dalam irisannya.

Masuklah tidak perlu ragu. Tidak usah menilai terburu-buru apalagi ketika kamu belum sepenuhnya melangkah maju. Silahkan amati apa yang sekiranya kamu ingin tahu, dan jangan sungkan untuk mengajukan pertanyaan apabila ada sesuatu yang tidak sesuai dengan bentuk dan ruang. Aku memberimu kebebasan untuk itu semua. Datang, melangkah masuk, menilai kemudian memutuskan. Jangan jadikan beban karena semua itu memang proses yang harus dilalui.

Kalaupun kamu memilih untuk keluar lagi dan hanya berdiri di halaman, aku tidak akan menyesalkan. Rumah yang kubangun dari puing-puing kepercayaan, bongkahan pengharapan dan beratapkan anyaman rasa cinta sudah aku gunting susunan sarafnya yang menghubungkan isi kepala dengan sekepal daging bernama hati. Aku akan membiarkan mereka berjalan masing-masing tanpa saling terkoneksi. Tidak akan ada sakit hati ataupun amarah sekalipun.

Jangan terlalu lama berdiri di halaman. Karena aku harus mencari kesempatan baru. Silahkan beranjak dan keluar batas pagar, kalau perlu naiklah kereta yang akan lewat pada jam berikutnya dan tidak perlu menengok kembali. Jangan pikirkan aku karena aku akan baik-baik saja. Aku hanya menjaring setiap peluang yang datang, mengajaknya mampir untuk berbincang tentang banyak hal. Kalaupun ternyata yang ditemui adalah kebuntuan maka aku akan mengangapnya itu seperti halnya kapur barus. Nyata kemudian menyublim menjadi gas yang tidak kasat mata. Kalaupun masih meninggalkan aroma, maka aku tinggal membuka pintu dan jendela lebar-lebar. Waktu akan menerbangkannya, entah kemana.

Rumah itu aku bangun atas nama masa depan. Sedikit demi sedikit aku benahi agar kelak nyaman untuk dihuni. Mengganti dan merombak perabot pada waktu-waktu tertentu ketika ternyata keberadaannya menyulitkan peluang untuk datang bertandang. Kalau suatu hari kamu melihat aku sedang membersihkan lantainya dengan sapu, anggaplah aku sedang mengenyahkan remah kenangan dan siap menanti cerita yang baru.

Rumah yang aku bangun itu mungkin sederhana. Berdindingkan tempelan puing kepercayaan dan bongkahan harapan yang saling direkatkan oleh doa dan embun hasil gutasi rumput di halaman. Tapi semua itu aku akan persembahkan untukmu kelak, jodohku.

13 komentar:

Cindikya mengatakan...

"dia" bisa datang dan pergi, tapi pada saatnya nanti, ada yang bisa kau gandeng dengan hati,,
salam kenal! Nice blog!:)

Enno mengatakan...

semoga kelak jodohmu adalah perempuan sholihah, yang hatinya seputih salju, seluas samudera. yg menerima kamu dgn sgl kekurangan dan kelebihanmu.

amin.

:)

Farrel Fortunatus mengatakan...

Semoga segera dipertemukan dengan pasangan jiwanya, Pis. Jangan hanya diam terpaku menunggu takdir, ada saatnya kamu sendiri yang harus menjemput datangnya cinta...

Anonim mengatakan...

Mengutip kalimatmu di dalam paragraf ke 6,"Aku hanya menjaring setiap peluang yang datang, mengajaknya mampir untuk berbincang"


Kalau Versiku:


"Aku hanya menjaring setiap lelaki yang datang, mengajaknya mampir untuk bercinta"

Apisindica mengatakan...

@cindikya: saya akan sabar menunggu hari itu datang :)

@Teh enno: amiiiiiiiin. Nuhun. Eta doana meni siga lirik lagu heubeul

@Farrel: amiiiiin. Sekarang saya tidak lagi diam terpaku. Memang masih belum berlalri, tapi setidaknya sudah berjalan dan bertaruh :))

@mas Arik: astagpirulloh. Tetep yaaah!! :P

Rona Nauli mengatakan...

entah mengapa, saya terharu membacanya. salut :)

Cindikya mengatakan...

aku tertipu,,Kalo g baca komen mbak enno, aku mungkin masih mengira pemilik blog ini adalah seorang perempuan..Haha,maap, bang!*kukirim apel sebagai permintaan maaf,,:P

Apisindica mengatakan...

@rona: terima kasih untuk rasa harunya :)

@cindikya: whaaat??? agaiiiiiin. Anda orang kesekian ribu yang mengira pemilik blog ini adalah seorang perempuan. Apakah tulisan saya terlalu girly? :))

saya butuh jodoh bukan apel #teteup

Cindikya mengatakan...

ohh,,berarti saya normal,bang!:P
tulisan anda terlalu menyentuh, tapi saya suka!:)
hahahaha,,,kasih aja apelnya buat jodoh bang apis,

Apisindica mengatakan...

@cindikya: huahahaa, anda!!! panggil apis aja, nggak perlu embel2 abang or mas or apapun. Biar berasa muda. hahaha

Makasih yah!

Cindikya mengatakan...

haha, anda merasa muda,,*saya yang jadi tua dong,,
oke, sama sama, apis!:)

Apisindica mengatakan...

@cindikya: kemana atuh andaaa?! berasa lagi di kuliah deh dipanggil anda. hahahaha

siiip!

Wuri SweetY mengatakan...

Saya telat komen tp biarlah...abis yg ini kelewat belum kebaca....

Maboookkk lg dech, untunglah pacarku ga bs bikin kata2 begini, bs tiap hari mabokkk dechhh :)