Halaman

Rabu, 06 Mei 2009

Merebahkan Asa


Sepanjang weekend kemaren, aku benar-bener melihatnya dengan perspektif yang berbeda. Mulai dari awal melihatnya menjumputku sampai saat memunggungiku pergi ketika megantarkanku pulang. Aku mempunyai cara pandang baru terhadap dia. Orang yang kucintai.

Aku bisa dengan jelas melihat ceruk berisi kesedihan menggenang di matanya. Awan kelabu yang menggelantung berat di setiap perkataannya. Aku merasakan hal lain tentang cinta, tentang arti dari bagaimana beratnya berpisah. Argh…menuliskan kata berpisah saja rasanya berat dan sakit, apalagi membayangkan kenyataan yang sudah menghadang di depan mata. Kenyataan yang tidak bisa lagi disangkal, tidak bisa dihindari. Semua sudah diputuskan, dan aku yakin itu jalan yang terbaik. Buat dia, buat aku, buat kami berdua.

Melihatnya kemarin seperti memaksaku untuk menghitung mundur hari-hari yang tersisa. Aku tahu kita tidak berpisah dalam konteks yang tidak akan bertemu lagi, kita hanya dipisahkan oleh jarak, dan jarak bukan masalah katamu. Jarak bisa diakali, jarak bisa dimanipulasi. Mungkin jarak memang bisa diakali dan dimanipulasi, tapi bagaimana dengan rindu? Aku akan sangat merindukan matamu yang hilang saat tersenyum. Merindukan bijakmu ketika aku merasa bahwa hidup ini seakan tak berpihak kepadaku. Apa itu bisa diakali? Perasaan tak mungkin bisa dimanipulasi, karenanya sakit akanlah tetap sakit.

Mungkin di mulutku selalu berujar kalau aku siap kehilangan atau tepatnya terpisah darimu, tapi hati tak bisa dibohongi. Rasanya seperti digerogoti kanker stadium sekian yang membuatku hanya bisa terkulai lemas. Tapi semua itu tidak berarti aku menghalangimu untuk melangkah. Aku tahu semuanya demi masa depan, dan mudah-mudahan demi masa depan kita. Aku hanya sedih, dan menurutku itu wajar karena berpisah dengan seseorang yang kita cintai adalah sesuatu yang berat. Mungkin dengan sedikit sedih, dengan sedikit air mata itu bisa menguatkan.

Sayang, jangan khawatirkan aku. Aku siap menghadapi semuanya. Kita hanya dipisahkan jarak, tapi kita harus yakin kalau hati kita berlekatan satu sama lain. Kuharap hati kita tetap mendendangkan lagu isyarat cinta, mejaganya tetap bernada merdu. Jangan risau melihat air mata ini, karena air mata ini akan kutampung dalam berlembar-lembar surat cinta. Akan kusimpan suratnya kemudian di dekat buritan, berharap suatu saat gelombang mengenyahkannya jauh dan membentur karang di negeri seberang. Tempat dimana kamu menungguku dengan peluk tanpa syarat.

Izinkan aku rebah di pundakmu dalam hari-hari terakhir kita berdekatan. Biarkan aku mendengar jelas detak jantungmu dan merasakan darah yang mengalir di nadimu. Aku berharap kita bisa lebur dalam perasaan bahagia, meskipun sambil menghitung mundur hari yang tersisa.

Aku mencintaimu dalam indah, selamanya!

8 komentar:

menjadimanusia mengatakan...

aduuh gw nangis tauuuu!!!!

Reis's mengatakan...

hampir nangis. maaf ya.. air matanya udah habis buat meredith. hahaha :P

sintingmaut mengatakan...

wow, nice...

Jangan terlalu sedih beib... u still have us :D

apisindica said : "Talk to my hand"

hahahaha....

Apisindica mengatakan...

@days: jangan nagis Days, nggak maksud menularkan aura sedih kok!

@Reis: Iyah lah, lebih mending menangis buat meredith. Siapalah gue kaleee. Hihihi. Jangan ikutan sedih yah!!!

@Sinmau: yes i know that i still have you all. Thanks!

Queen Queer mengatakan...

dalem bener tulisannya. mau gabung dunk dalam jaringan pertemananmu. met kenal....

Apisindica mengatakan...

G-files: Selamat bergabung dalam sarang apisindica. Semoga madu yang disajikan bisa memberikan nuansa baru. Met kenal juga...

lucky mengatakan...

"sreeettt" hati gw tergores

knapa 2 orang yg saling mencintai tidak bisa bersama

yah,,,, i know nothing last forever but it still hurts

untunglah kita diberi karunia untuk lupa

Apisindica mengatakan...

@Lucky: Tapi gue nggak pengen lupa untuk hal ini. sakit pasti, tapi nggak ingin lupa. semuanya terlalu indah untuk dilupakan....