Halaman

Jumat, 25 Mei 2012

Keracunan

Sepertinya aku keracunan. Sesak. Pandangan berkunang-kunang dan jiwa seperti dikuasai oleh halusinasi. Pikiran membuatku meracau dan senyum-senyum sendiri.

Beginikah sebentuk keracunan yang sering orang bicarakan? Ketika oksigen tergantikan oleh senyawa lain yang membuat Haemoglobin atau zat warna darah kehilangan kemampuannya mengikat zat asam sehingga sel tidak bisa leluasa bernapas. Sel mengkerut dan darah membiru karena kadar racun yang terus bertambah. Serotonin otak turun drastis menyebabkan tingkat kesadaran berkurang seiring waktu. Otak kehilangan fungsi.

Memang tidak seperti keracunan asam jengkolat yang menyisakan efek bengkak dan lebam di sekujur badan. Bukan juga seperti keracunan asam bongkrek yang menyebabkan muntah hebat sampai seperti rasanya ingin memuntahkan lambung. Tapi  tetap yang namanya keracunan menimbulkan efek nausea atau rasa mual yang berlebihan. Perasaan entah itu perut atau justru malah hati seakan dipenuhi oleh sesuatu yang tidak perlu. Tumbuh tidak terkendali mensabotase kesadaran.

Aku sesak. Dadaku penuh.

Tidak kurasakan tungkai yang biasanya menopang berat tubuh menapak tanah. Aku merasa melayang seperti orang sedang “fly” akibat menegak minuman keras yang dioplos dengan bensin. Mabuk tanggung. Keracunan rasa murah yang ditawarkan sebuah janji untuk mengecap rasa surgawi pengentas sepi. Aku terbuai dan kemudian tercerabut dari sumbu kesadaran sampai akhirnya aku sadar kalau aku tengah diracuni.

Aku sesak. Aku melepas satu-satu kesadaran yang tersisa seperti ketika waktu terus berdetak sementara mobil yang kunyalakan di ruangan tertutup asapnya terus meracuni paru-paru. Mengurangi kapasitas total dan kapisitas vital paru-paru ke angka yang paling minim. Membunuh satu per satu sel yang terisisa di sekujur badan dengan racun yang terus diedarkan darah tanpa henti dan berulang. Hingga racun itu bercokol di otak dan membuatnya gembos seperti balon yang berlubang tak kasat mata. Mengecil perlahan sampai akhirnya kandas tinggal canggang.

Aku keracunan. Lihat saja tubuhku yang membiru efek haemoglobin darah disatobase fungsinya oleh sebentuk rasa yang tidak bisa ditolak raga.

Aku mencari penawar. Berlari sekencang yang aku bisa menuju apotek atau toko obat terdekat. Akan kugadaikan jiwaku kalau perlu untuk mendapatkan penawar yang bisa membebaskan rasa dari keracunan yang terus menggerogoti hati. Organ pusat dari penawar segala jenis racun yang memang sudah dipersiapkan. Tapi kali ini seakan racunnya terlalu dahsyat sehingga hati angkat tangan justru sebelum berperang. Mengibarkan bendera putih di pojokkan seakan membiarkan racun itu merajalela menguasai badan. Mengontrol semua jenis kesadaran yang entah disebabkan oleh otak di dalam kepala atau hati di dalam dada.

Dan aku justru  terbang di ujung perasaan ingin bertahan. Menyerah pada keadaan yang lagi-lagi kejadiannya berulang, padahal aku tahu kalau di ujung jalan pasti menorehkan sebuah kesakitan. Tapi aku sekarang lebih tenang karena aku sudah mencandu kesakitan, menikmatinya sebagai madu yang pasti menyehatkan walau untuk mendapatkannya perlu melawan serangan ratusan lebah prajurit perang.

Tolooooooooong!!!!! Aku sedang keracunan. Lagi-lagi aku keracunan seseorang berwujud tionghoa.

Tidak ada komentar: