Halaman

Senin, 28 Maret 2011

Serendipity

Saya tidak tahu apakah kemarin itu hanyalah sebuah kebetulan atau justru takdir Tuhan. Sebuah rencana yang mungkin sudah Tuhan reka untuk saya alami sejak lama. Rencana yang membuat saya mau tidak mau mengingat lagi masa-masa dulu. Saat saya baru pertama kali mengenal apa yang disebut cinta.

Bolehlah cinta pertama itu disebut cinta monyet, tapi bagi saya tetap memberikan kesan yang sebetulnya tidak mudah dilupakan. Pengalaman pertama saya bagaimana menata hati, mengenal cemburu, belajar memaafkan dan tidak egois. Cinta monyet itu jugalah yang mengenalkan saya tentang apa itu patah hati kemudian berdamai.

Saya mengenalnya di kampus. Pertama kali bertemu di parkiran dan setelah itu seringnya juga bertemu disana. Awalnya tidak ada yang istimewa, tapi setelah proses pendekatan yang tidak sebentar saya melihat kualitas lain di dirinya. Kualitas yang pada akhirnya membuat saya benar-benar jatuh cinta kepadanya. Di balik kesederhanaannya saya menemukan apa yang mungkin selama ini saya cari. Sesuatu yang menamatkan rasa penasaran saya tentang apa itu cinta.

Kami menjalani hubungan yang cukup lama untuk ukuran saya yang egois dan seringnya keras kepala. Dia dengan kedewasaannya mampu meredam letupan-letupan emosi yang sering saya pertontonkan. Dengan sabar dia mendampingi kekeraskepalaan saya dengan sering mengalah dan menekan egonya sendiri. Itu semakin membuat saya jatuh cinta kepadanya. Hal itu jugalah yang membuat saya lambat laun berubah karena saya tidak mau kehilangannya.

Tapi sesuatu yang berawal selalu mengandung akhir. Kami dihadapkan pada situasi yang mengharuskan kami memilih perpisahan. Bukan karena kami tidak lagi saling mencintai, bukan juga karena ada orang lain yang mengisi hati salah satu dari kami. Perpisahan harus dijalani karena dia memutuskan untuk kembali ke kota asalnya. Setelah lulus dia memilih untuk membangun kota kelahirannya. Sebuah idealisme yang juga membuat saya jatuh cinta setengah mati kepadanya.

Diantara kami waktu itu tidak ada yang percaya dengan cinta yang berjarak. Naif rasanya mempertahankan cinta berlabel jarak jauh pada usia kami yang masih terbilang muda. Kami memilih perpisahan sebagai jalan keluar. Dan pada perpisahan itu saya mengantarnya ke bandara, hari terakhir saya melihatnya. Sampai kemarin.

Tanpa disangka kemarin kami bertemu dalam acara yang tidak pernah saya bayangkan akan mempertemukan lagi saya dengan dia. Sebuah seminar tentang minyak bumi. Dan secara kebetulan kami berdua menjadi pembicara dalam konteks yang berbeda. Dia berbicara mengenai teknik eksplorasi baru minyak bumi di sumur dangkal, sedangkan saya berbicara mengenai MEOR, perananan mikroba dalam meningkatkan perolehan minyak di dalam reservoar. Kebetulan yang menyenangkan.

Saya melihat dia sekarang sudah jauh lebih dewasa. Lebih matang dari saat kami berhubungan dulu. Waktu sepertinya telah menempanya dan membuat dia menjadi sosok yang tidak lagi sama. Tapi tidak ada yang berubah dari raut wajahnya, senyum itu masih tetap sama. Senyum yang pernah mengantarkan saya menaiki podium ketika saya membacakan pidato kelulusan saya dulu. Senyum yang mengembang ketika kami menyudahi sesi berpelukan di bandara di hari perpisahan itu. Senyum yang menguatkan.

Tapi saya melihat ada sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang tidak bisa lepas dari pandangan saya. Sesuatu yang membuat saya ikut bahagia untuknya. Tidak ada kesedihan, tidak ada perasaan ditinggalkan. Yang ada hanyalah perasaan gembira karena akhirnya dia menemukan jalannya untuk pulang. Jalan yang mungkin dulu sempat dia ragukan keberadaannya ketika bersama dengan saya.

Saya tidak bisa melepaskan pandangan dari benda itu. Sebuah cincin kawin yang melingkar di jari manisnya.

Apisindica - Untuk memahami postingan ini diperlukan membaca sebanyak : 1 kali

5 komentar:

Enno mengatakan...

wah so sweet.... lagi mengenang juga ya?
kayaknya lagi ngetrend ni kenang mengenang hahaha..

btw jadi ka korea teh yud?
haduuuh meni sirik! :D

nita mengatakan...

Duh melow bacanya.. he..he..
semangat yach :)

Farrel Fortunatus mengatakan...

kalo diperhatikan thema percintaan yang apis tulis berkisar ttg: cinta tak sampai, bertepuk sebelah tangan, ditinggalkan, kehilangan, cinta tak harus memliki, memendam rasa cinta, penantian tiada ujung... he he he...

Apisindica mengatakan...

@mbak enno: iyah, si sayah teh seneng banget mengenang. Ibarat kata mah, napak tilas hati. Heheheh

Jadi doooonk!

@nita: nggak maksud ngajak mellow lho! :) makasih ya!!

@farrel: masa sih tulisan saya hanya berkisar disitu??? Ah kamu perhatian sekaliiiii!! *ketjupbasah* :p

Anonim mengatakan...

a ring does not mean anything.
you simply put the ring and everything is back to normal?