Halaman

Senin, 23 November 2009

Mereka Bertemu (Akhirnya)

On the phone with my mom:

Mom : “Pis, kemarin sore ada ibu-ibu dateng ke klinik Mami. Udah agak berumur sih, tapi masih cantik. Katanya mau konsul, tapi pas liat foto keluarga kita di meja Mami itu Mami sama dia jadinya ngobrol. Dia kenal kamu, ibunya temen kamu ternyata”

Me: “Oh, kan biasa Mi, kalau ibunya temen aku yang periksa ke Mami. Eh, tapi temen aku yang mana yah Mi? Temen kuliah?”

Mom: “Bukan. Itu lho, temen kamu si mata segaris itu, yang lagi sekolah di Amerika. Mirip banget yah sama ibunya!”

Me : “Hah???”


Sesaat saya kehilangan semua kata. Saya terlempar pada ingatan saya akan sosok wanita itu, wanita yang dulu sangat dekat dengan saya. Iya dulu, saat saya masih berpacaran dengan anaknya. Si mata segaris. Wanita yang pernah meyakinkan saya bahwa cinta anakanya itu tulus dan sungguh-sungguh. Wanita yang dengan sangat terbuka menerima kehadiran saya di tengah-tengah keluarganya. Wanita yang juga mengatakan bahawa ternyata dia lebih menyayangi saya ketimbang anaknya sendiri. Dan wanita yang juga menangis karena merasa bersalah ketika si mata segaris kemudian menduakan cinta saya.

Entah memang kebetulan atau ada unsur kesengajaan, saya tidak tahu. Tapi apa maksudnya dia datang ke klinik ibu saya? Dulu dia pernah mengutarakan ingin mengenal ibu saya, dan saya hanya bilang untuk apa? Toh ibu saya tidak seterbuka dia. Ibu saya tidak mungkin melakukan hal-hal luar biasa yang dia berikan kepada saya. Saat itu dia hanya mengatakan ingin kenal. Dan lagi-lagi saya hanya tertawa, memangnya kalau sudah kenal mau ngapain? Dan memang, selama saya berpacaran dengan anaknya dia tidak pernah bertemu dengan ibu saya. Sampai kemarin. Entah untuk apa?

Mom: “Dan kamu tahu Pis, tadi kita makan siang bareng. Kemarin itu dia ngundang Mami, dan kebetulan siang tadi Mami nggak ada operasi jadi kita makan bareng deh. Orangnya baik yah, nggak sombong”

Me : “Haah??? Ngomongin apa aja mami sama dia?”


Jantung saya berhenti berdetak. Ribuan kekhawatiran hinggap di dada saya. Saya tahu wanita itu sangat bijaksana, jadi tidak mungkin dia membicarakan sesutu yang memang sebetulnya tidak layak untuk dibicarakan. Tapi tetap ada ketakutan di hati saya, karena ini sangat tidak wajar. Mereka bertemu, tanpa sepengetahuan saya, dan saya tidak punya gambaran apa yang mereka obrolkan kemudian.

Mom: “Banyak sih. Dia cerita kalau dia baru pulang dari Amerika, ngejenguk anaknya. Dan dia nitipin oleh-oleh buat kamu. Kata dia tadinya mau dikirim pake kurir tapi karena ketemu Mami, jadinya dititipin Mami aja. Ketidaksengajaan yang menyenangkan yah? Mami intip di rumah sih oleh-olehnya baju tuh, ada beberapa. Kayaknya dia kenal banget selera kamu deh. Terus ada yang dibungkus juga, kata dia kado ulang tahun buat kamu dari si mata segaris. Ulang tahunnya belum kok kadonya udah nyampe. Aneh.”

Kado dan oleh-oleh. Mudah-mudahan hanya itu motifnya. Hanya itu alasannya sampai dia mau bertemu dengan Ibu saya. Saya kehilangan semua ide tentang pertemuannya dengan ibu saya, benar-benar tidak habis pikir.

Berulang kali saya bilang sama wanita itu, bahwa kami, saya dan anaknya telah selesai. Sudah tidak ada cinta lagi. Tapi meskipun begitu, saya tidak akan pernah merubah sayang saya sama dia. Wanita hebat yang mau dengan keikhlasan hati menerima keadaan anaknya, tanpa menggugat lagi. Wanita yang mungkin hanya satu diantara seribu wanita di Indonesia, yang melihat anaknya tidak hanya dari satu sisi.

Me : “Udah gitu aja, nggak ngobrol apa-apa lagi? Apa jangan-jangan Mami janjian lagi sama dia ya?”

Mom: Nggak kok, nggak janjian lagi. Besok dia pulang ke Singapur. Tapi dia ngajakin Mami buat belanja bareng di Singapur. Malah ngajakin nginep di rumahnya aja disana. Baik banget yah, padahalkan kenal juga baru”


Wahai wanita yang hatinya entah terbuat dari apa. Saya minta jangan seperti ini. Jangan membuat saya selalu serasa berjalan di tempat. Berputar-putar di cerita yang itu-itu juga. Saya tahu kamu menyayangi saya selayaknya anakmu sendiri seperti yang sering engkau bilang, saya juga tahu bahwa kamu masih memiliki keinginan untuk melihat saya dan anakmu si mata segaris itu untuk bersatu kembali. Tapi untuk saat ini saya tidak bisa, saya tidak bisa mempercayai hati saya sendiri. Mempercayai bahwa jarak yang terentang bisa dimanipulasi, hati yang terpisah bisa diakali. Saya belum bisa percaya. Mungkin nanti saya bisa belajar percaya atau justru saya tidak akan pernah percaya. Saya tidak tahu.

Wahai wanita yang memiliki cinta tak hanya yang kasat mata. Ijinkan saya tetap menyayangimu dengan cara saya, dengan jalan yang saya sudah putuskan untuk saya titi. Tapi jangan seperti ini, datang hanya kemudian memberi saya langkah bimbang. Cinta saya pada anakmu mungkin telah tidak ada, tapi percayalah kalau cinta saya kepadamu tidak akan pernah berubah. Sampai kapanpun, saya sudah terlajur menyayangimu sepenuh hati. Ijinkan saya menganggapmu hanya sebagai ibu. Jangan berharap lebih.

Me: “Makanya itu Mi, karena baru kenal itu jangan terlalu percaya sama orang. Pake mau belanja bareng segala. Dia memang baik sih, tapi kalau baru kenal kayaknya berlebihan deh”

Mom: “Iya, Mami juga ngerti. Lagian tadi juga Mami nggak bilang iya, mami cuma bilang mungkin nanti kapan-kapan. Ya udah ah, Mami ada pasien lagi”


Sambil menikmati tarian hujan yang dipertontonkan awan, saya menitipkan rindu untuk wanita itu melalui rintik yang mengecup aspal jalan. Kepada angin saya mewartakan bahwa saya meminta maaf untuk kesekian kalinya, karena saya sudah menamatkan rasa cinta saya pada anaknya. Si mata segaris.

13 komentar:

menjadimanusia mengatakan...

ketemu juga ya akhirnya...

Sapa tau aja ntar akhirnya lo berdua balik lagi... jadi kan gak perlu susah hati karna elo masih single :D

De mengatakan...

siapa yang pernah tahu, apa yang terjadi esok

Anonim mengatakan...

Ehm... Ehm... Mungkin dia sedih juga melihat anaknya merana xixixi...

Kali anaknya bener2x pengen lagi sama elo.. gmana hayoo..

Zhou Yu mengatakan...

Haduh, pis, gw berasa ngakak baca ini. Tapi terharu juga, ngeliat ibu si mata segaris untuk approaching ibumu. Hope the best for you yah!!!

Alil mengatakan...

waduh apiiiissss...

mereka udah ngomongin tanggal dan jenis seserahan...
siap-siap aja ya...
hihihi...

Ms. Grey mengatakan...

Gw Sampe speechless...

Tp gw salut sama dia.

Apisindica mengatakan...

@Days: ketemunya lagi sama dia bakalan masih lama, dan kalau saat itu gw masih single artinya gw jomblonya lamaaaa donk. Nggak mau ah... hihihihihihi

@Wiwit: yup, kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi besok...

@anonim: ya nggak gimana-gimana, itu kan urusan mereka. hati mereka. Kalau gw masih belom tau!

@Zhou yu: thanks!!

@Alil: kalo itu udah diomongin donk (DULU), pokoknya di seserahannya harus ada seperangkat kosmetik clinique!! huahahahaha

@Grey: sama, gw juga salut sama dia!!

lucky mengatakan...

Gw tahu apis tipe orang yang sulit memaafkan tp siapa tahu keteguhan seorang ibu mertua mampu meluluhkan hatinya....

Sodara2 kita nantikan saja kelanjutan sinetron Cinta Ratu Lebah di Jam dan Channel yang sama minggu depan *halaahh*

Gw penasaran sih, jangan-jangan nyokap loe cerita soal mimpi yang ini -> http://tamanaksara.blogspot.com/2009/05/perantara-mimpi.html

Apis, jangan2 ini memang pertanda bahwa DIA memang JODOHMU.....
aw aw aw aw

*puas kan loe baca komen gw, panjang dan lama*

Apisindica mengatakan...

@lucky: hahahaha, iya yah gw gak nanya. Jangan-jangan nyokap gw cerita lagi kalo pernah mimpiin si mata segaris itu sama nyokapnya.

Nggak ah, dah lupa juga kali nyokap gw. Mudah-mudahan nggak. Ntar di bandung gw tanya detail deh. Kepo...

Ya kalo DIA jodoh gw ya gw terima aja, tapi itu nanti. Sekarang gw masih pengen berpetualang...(halah, gaya!!!)

Pohonku Sepi Sendiri mengatakan...

hehehe.. sebuah kebetulan lagikah bro? ato kesengajaan ya?
ah, apapun nanti, semoga itu yg terbaik untuk apis..

Apisindica mengatakan...

@pohon: amiennn.....terima kasih!!

kotakitem mengatakan...

wah kelihatannya ibu si mata sgaris itu baik sekali ya....
mungkin dia ingin menjalin tali silahturahmi yg uda putus kali...

Apisindica mengatakan...

@kotakitem: bukan sekedar baik sekali, dia seperti ibu peri. Tulus...

Apapun itu, meskipun alasannya untuk silaturahmi, gw harap caranya nggak seperti ini.