Halaman

Minggu, 10 Mei 2009

Berpisah di Bandara


Pekat masih asyik mencumbui malam saat aku terjaga kemudian menuju ke batas asa. Cahaya belum sedikitpun luruh ke bumi, tapi aku harus beranjak ke sebuah akhir cerita. Aku benci sebenarnya hari ini. Andaikan aku punya kekuatan untuk menghentikan hari, ingin rasanya hari berhenti di saat kemarin dan tak beranjak lagi. Aku benci waktu yang mengalir dan mengantarkanku pada saat sekarang, aku ingin terikat diam dengan kemarin dan hari-hari sebelumnya. Aku hanya ingin diam. Denganmu.

Tanpa terasa hari ini datang juga, hari dimana aku harus melepas kepergianmu. Aku serasa kehilangan separuh nyawa, rasanya setiap kali aku melihatmu pagi ini seperti mendengar hatiku robek. Perih. Kehilanganmu terus terang rasanya seperti meniti jalanan berbatu, aku tahu pasti terasa sakit di telapak kaki, tapi tetap harus dilakoni. Semua sudah digariskan, ditakdirkan dalam buku biru perjalanan cintaku. Cinta yang kusemai di taman indah hatinya, cinta yang kemudian bersemi di ladang hati kami berdua. Cinta yang ternyata kemudian harus dipisahkan oleh jarak.

Rasanya tidak ingin lepas berpelukan seperti semalam, berharap tubuh ini berlekatan dengan tubuhnya. Hanya untuk saling mendekatkan hati, membuatnya berbicara satu sama lain tanpa bantuan suara. Suara hanya menggangu keintiman, karenanya semalam telah kubiarkan sunyi bergelayut diantara kami. Kuberharap dengan sunyi semua bisa disampaikan dengan tamat, tanpa sisa cerita yang menggantung membingungkan. Semuanya sudah diujarkan tanpa lisan, semua rasa tuntas dikeluarkan tanpa kata. Sekali lagi kubiarkan senyap melingkupi hati kami berdua untuk mengentaskan semua asa.

Pagi ini, di bandara, saat air mata tak lagi bisa kubendung, saat waktu seakan tidak berkompromi dengan keinginan, saat kamu memeluk aku untuk yang terakhir kalinya, karena entah kapan lagi aku bisa menyelusup di dadamu seperti itu. Aku seperti mati rasa, aku kehilangan arah. Tidak tahu apa yang kurasakan sebenarnya. Ketika kamu memunggungiku kemudian beranjak menjauh, aku hanya bisa diam dalam kesakitan. Bertafakur dalam keheningan. Aku merasa kehilangan jalan pulang, melayang dalam bayang-bayang kerinduan .

Cinta, rinduku padamu akan menetes sebanyak tetes gerimis. Tidak butuh kertas, atau corengan garis untuk menghitungnya. Genggamlah jantungku dan hitung denyutannya. Sebanyak itu aku akan merindukanmu.

11 komentar:

sintingmaut mengatakan...

Hard to face but have to pace...

Ada kondisi dimana seseorang berpisah karena ketidak cocokan, tapi sekarang gw melihat sebuah warna yg jauh lebih Indah, dimana orang yang gw kenal harus berpisah dengan pasangannya bukan karena hal yang buruk tapi lebih kepada pengorbanan besar yang dilakukan oleh masing-masing pihak untuk tidak egois satu sama lain...

sebuah bentuk nyata dimana sebuah relationship tidak berarti harus memiliki kehidupan pasangannya...

You made it beib... you really made it...

sebentuk cerita yang biasanya hanya kita lihat di film-film romantis ternyata benar-benar ada di kehidupan nyata...

inilah cinta yang sesungguhnya... gw bangga sama loe :D

Zhou Yu mengatakan...

Aku belajar banyak dari pengorbananmu ini, apisindica. Aku pun ingin pada waktunya, ketika aku harus melepasnya, aku akan sekuat dan setegar dirimu. Melepasnya dengan harapan bahwa suatu saat kami akan kembali bersatu dan membina kehidupan yang baru dan utuh. Tapi apabila jalan memang sudah menentukan persimpangan lain untuk kami, aku pun harus sudah siap.

Lucky Yang Lagi Sok Bijak Sambil Elus-elus Jenggot mengatakan...

Sejak dahulu beginilah cinta, selalu penuh dengan derita tiada akhir......(Cu Pat Kai in Journey to The West.

Lucky bilang: sampai kapan cerita cinta yg berakhir sedih ini akan berulang.

Sorry darling, maybe my words hurt you, but I believe you could take the lesson.

menjadimanusia mengatakan...

pagi2 gw dah berasa sedih bacanya...

Tapi for sure... seperti di City of Angel... I'd rather have one kiss, one touch, one love, than I had none...

Tidak ada cinta yang tidak berakhir (perpisahan, kematian, pengkhianatan, kebencian, kebosanan)... Cuma bagaimana kita menyikapi cinta itu saja...

Apisindica mengatakan...

To all...Thanks yap! Thanks for just being there....

Reis's mengatakan...

huks. huks. ijinkan aku menangis..... .... ... .....

MIG mengatakan...

Bukan berakhir kan? Masih ada hal yang di sebut teknologi hihi.. Tp sial.. pagi-pagi udah terharu pisaaan.. sabar ya ceu.. hugs!

Apisindica mengatakan...

@Reis's: aku mengizinkamu menangis Bro! =D

@MIG: gue tahu, teknologi bisa mengakali dan memanipulasi jarak yang terbentang. Gue pasti belajar dari elu bro!
Hugs u back!

Uke Poet mengatakan...

mampir.. numpang baca...
belum komen macam2 dulu ah
tp postingannya asik

Apisindica mengatakan...

Uke Poet: Terima kasih sudah mampir!

Sumandak sabah mengatakan...

Cinta terkadang melepas sempadan negara. Tapi kebahagiaan bukan bermakna dia mesti dekat dengan kita. Melihat dia mencapai cita-citanya sebebas burung di angkasa juga bermaksud cinta yang tiada tara.