Halaman

Rabu, 20 Maret 2013

(pasti) Berujung


Aku masih memiliki keyakinan kalau suatu hari jalan ini akan berujung. Entah kapan, karena sampai sejauh ini yang kutemui selalu hanya serupa simpangan. Simpangan yang mau tidak mau membuatku berhenti sejenak dan memilah ke arah mana kaki ini harus dilangkahkan.

Selain lurus ke depan, jalanan juga menghadirkan belokan ke kanan, ke kiri dan awahan untuk beringsut mundur ke belakang. Dan aku selalu mengeliminasi opsi untuk mengambil jalanan yang pernah dititi. Mundur ke belakang hanya akan membuatku semakin jauh ketinggalan. Padahal waktu terus diputar, kehidupan terus dijalankan.

Sering kali aku memilih untuk terus lurus, mengabaikan belokan ke kiri ataupun ke kanan. Aku pikir dengan terus lurus jalanan akan lebih mudah untuk dilalui. Sering kali benar, tapi tidak jarang juga yang kutemui adalah sebuah kebuntuan. Jalan berujung rintangan yang tidak mengantarkan aku pada sebuah tujuan. Terpaksa aku berjalan memutar, membuka setapak asing sambil berharap menemukan jalanan besar yang tidak lagi membingungkan.

Tujuan. Apa yang aku ketahui tentang tujuan? Nihil. Aku hanya merasa kalau harus terus berjalan. Pernah aku menuliskan tujuan pada lembar-lembar lontar dan menyelipkannya di ikatan pinggang. Lembaran yang kemudian aku baca ulang ketika gamang menghampiri tanpa ada permisi. Tujuan yang membuatku merasa tetap harus hidup walau kenyataan hanya selayak ilusi. Mudah dibayangkan tetapi sulit untuk direalisasi.

Dan aku tersadar. Tujuan yang aku tuliskan tidak sesuai dengan harapan banyak orang. Awalnya aku tidak peduli, memilih menulikan telinga dan membutakan mata. Aku tidak hidup untuk mereka. Aku tidak berkewajiban memuaskan dahaga mereka mengenai cinta. Tapi aku salah. Lagi-lagi salah. Bagaimanapun aku dan mereka akan beririsan pada banyak hal. Bersinggungan pada kepentingan-kepentingan kolektif yang ternyata tidak bisa begitu saja diabaikan. Kompromi dijadikan jalan keluar. Melunakkan ego dijadikan landasan untuk membuat banyak pemakluman.

Apa yang aku dapatkan kemudian? Tidak ada. Aku tetap saja gamang. Bingung mau terus lurus ke depan atau berbelok ke kiri dan ke kanan. Tujuan yang semula dipegang lambat laun teruapkan. Tidak lagi jadi sebuah prioritas yang ingin dilakoni. Hidup dengan sederhana. Membahagiakan banyak pihak. Tidak lagi ramai mengajukan tuntutan. Berhenti mempertanyakan. Mengurangi gugatan. Cukup.

Impian yang dari dulu dilambungkan ketika mulai tersadar kalau aku tidak sama, pelan-pelan meranggas. Keinginan yang semula menggebu ketika mulai merasa bahwa aku berbeda, lama-lama berkurang. Aku kemudian merevisi arti bahagia itu sendiri. Menyesuaikan dengan putaran-putaran angka yang semakin lama semakin membesar. Tumbuh subur dipupuki kenangan dan pengalaman.

Jalan ini pasti berujung. Entah kapan. Karena sampai saat ini aku masih saja sendirian. Meski  (mungkin) bahagia.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Jalanan pasti berujung.... Semakin susah menapakinya semakin indah akhirnya. Pastikan saja berada d jalan lurus tidak tergoda oleh simpangan yg menawan. O ya satu lagi jangan pernah berpikir hal itu akan berat, selalu positf bahwa semuanya akan dimudahkan. Doaku bersamamu sobat

Apisindica mengatakan...

@anonim : terima kasih teman...