Halaman

Selasa, 12 Maret 2013

Surga Kecil Bernama Derawan

Derawan. Mungkin sebagian besar kita pernah mendengar kepulauan yang beberapa tahun terakhir ini sedang naik daun. Beberapa majalah travel dalam maupun luar negeri bahkan mengkatagorikannya sebagai tempat wisata yang wajib dikunjungi sebelum kita mati. Kepulauan yang katanya masih sangat asri nan alami. Kepulauan yang tidak kalah indah dibandingkan dengan Wakatobi di Bau-Bau maupun Raja Ampat di Papua sana. Katanya.

Sayapun demikian. Hanya tahu mengenai keberadaan kepulauan Derawan dari berbagai majalah dan situs internet yang dikunjungi ketika senggang atau ketika sedang mencari refernsi tempat wisata. Dan saya kemudian menganga melihat keindahan yang ditampilkan kepulauan Derawan perantaraan gambar-gambar yang dipasang di majalah maupun situs internet tersebut. Tidak pernah terbayangkan akan mengunjunginya mengingat biaya yang harus dikeluarkan untuk berwisata ke sana tidak murah. Lagi-lagi katanya.

Dan saya salah. Bulan Januari kemarin saya berempat bersama teman geng jalan-jalan di kantor entah bagaimana awalnya tiba-tiba sudah memiliki tiket penerbangan ke sana lengkap dengan voucher hotelnya. Sebetulnya dari dulu kami merencanakan untuk pergi ke sana, tapi karena masalah biaya kami lebih sering mengeliminasi kemungkinannya untuk direalisasi. Sampai akhir tahun kemarin ketika kami berempat mendapatkan rezeki lebih dan kemudian memutuskan untuk merealisasi mimpi. Mendatangi Kepulauan Derawan.

Kepulauan derawan berada di Provinsi Kalimantan Timur, tepatnya masuk ke Kabupaten Berau. Untuk menuju ke kepulaun ini dari Jakarta ada dua alternatif dan dua-duanya harus ditempuh dengan dua penerbangan. Alternatif pertama rutenya adalah Jakarta – Balikpapan – Berau, dan yang kedua Jakarta – Balikpapan – Tarakan. Kami memilih alternatif yang pertama karena waktu yang dibutuhkan untuk menyebrang sampai ke Pulau Derawan lebih singkat dibandingkan alternatif kedua yang membutuhkan waktu menyebrang hampir 3 jam dari Tarakan.

Pergi dengan budget perjalanan yang tidak terlalu besar, kami berangkat dari Jakarta menggunakan pesawat Lion Air jam 6 pagi dan disambung dengan pesawat Batavia Air pada jam 11 siang waktu setempat. Ketika tulisan ini dibuat maskapai Batavia Air sudah dipailitkan, entah diganti oleh maskapai apa kalau sekarang kita ingin menuju Berau. Sampai di Berau, kami sudah ditunggu oleh mobil carteran yang akan mengantarkan kami ke pelabuhan untuk menyebrang ke Pulau Derawan. Dibutuhkan waktu sekitar 2,5 jam perjalanan darat untuk menuju Tanjung Batu, pelabuhan tempat banyak speed boat yang bisa mengantarkan wisatawan menuju Derawan.

Kondisi laut saat kami menyebrang sedang tidak terlalu bagus. Gelombang tinggi membuat boat yang kami naiki melompat-lompat, apalagi boat kami adalah boat ukuran kecil yang hanya cukup diisi oleh maksimal 5 orang termasuk pengemudi. Doa tidak lepas keluar dari mulut kami berempat karena sejauh mata memandang yang terlihat hanya laut dan gelombang. Saking tingginya gelombang yang ada, baju saya sampai kuyup berulang kali tersiram oleh gelombang yang tingginya melebihi boat yang kami naiki. Kebetulan saya mengambil tempat duduk di bagian depan di sebelah pengemudi boat yang nampak sudah terbiasa.

Waktu tempuh Tanjung Batu – Derawan hanya 30 menit dengan catatan kondisi laut sedang cerah dan tidak ada gelombang. Jadi bisa dibayangkan kalau kemarin itu kami memakan waktu tempuh yang jauh lebih lama dari waktu yang sewajarnya. Cottage kami serupa rumah kayu yang langsung berada di atas laut jadi speed boat yang kami naiki langsung berhenti tepat di bagain depan cottage. Di Pulau Derawan jangan khawatir mengenai tempat menginap, berbagai jenis penginapan terdapat di sana. Mulai dari yang eksklusif sampai yang murah meriah karena memanfaatkan rumah warga yang biasa disewakan.

Salah satu pintu gerbang menuju pulau Derawan

Berbagai jenis penginapan yang bisa dimanfaatkan selama tinggal di pulau Derawan

Untuk ukuran Pulau yang jauh dari mana-mana, Derawan sudah cukup ramai. Perekonomian mulai bergerak seiring dengan banyaknya wisatawan yang datang. Konsekuensi lainnya adalagi Derawan menjadi tidak sebersih apa yang saya dan teman-teman bayangkan. Sampah sudah mulai banyak tercecer di perairan dangkal sekitar pemukiman penduduk dan penginapan. Tapi di luar itu panorama yang disuguhkan pulau derawan memang indah, tidak jauh dengan yang ditampilkan oleh gambar di banyak brosur biro perjalanan.

Sebagai penggila senja, mata saya sungguh terpuaskan oleh senja yang tergambar sempurna di horizon langit berbatas samudera. Lukisan Tuhan yang indah tanpa cacat. Romantis.

Senja yang menggulung penghujung siang

Kolaborasi cantik langit, matahari dan lautan

Bagian pulau yang tidak membosankan untuk dieksplorasi


Lelah yang mengendap di hampir seluruh sendi badan, seketika hilang karena bau laut yang segar dan pemandangan yang indah tak berkesudahan. Aktivitas yang tidak bosan saya lakukan berulang-ulang adalah berjalan di dermaga kayu, menikmati awal titian hingga ujung berupa akhiran. Perlahan-lahan.

Dermaga seolah jalan tak berujung

Dermaga lain yang tak kalah ciamik

Petualangan saya selama di Kepulauan Derawan masih panjang untuk diceritakan, mungkin akan saya ulas di postingan-postingan mendatang. Kalau waktu saya sedikit luang.

1 komentar:

Enno mengatakan...

Mauuuu :D