Halaman

Senin, 19 Desember 2011

(sekedar) Unek-Unek

Aku rindu sebuah hubungan intelektual. Hubungan yang akan saling menggali isi di balik tempurung kepala dua orang yang saling mencinta.

Aku bosan dengan hubungan yang kosong layaknya cangkang kepompong yang sudah ditinggalkan kupu-kupu purna bertransformasi dari sebentuk larva. Hubungan tanpa isi yang hanya mengumbar penggalan-penggalan drama tanpa makna. Hubungan yang lebih banyak mempertontonkan hal yang sebetulnya tidak perlu. Hubungan tak sarat kualitas karena dasar hubungan tersebut tidak pernah jelas mengenai apa.

Dan aku bosan dengan itu. Aku tidak ingin (lagi) hubungan yang hanya banyak diisi oleh saling bergenggaman tangan di bawah meja saat aku dan dia menikmati santapan makan malam di sebuah restauran yang temaram. Atau hubungan yang lebih banyak diisi dengan kegiatan mencuri-curi kesempatan untuk berduaan karena aku dan dia sebetulnya tidak ingin ketahuan. Aku bosan dengan semua ritual-ritual tersebut.

Aku sudah tidak lagi muda. Kalau diibaratkan makanan dalam kemasan mungkin aku sudah bisa dibilang menjelang waktu kadaluarsa. Karena itu aku ingin sebuah hubungan yang berkualitas, hubungan intelektual yang akan mensejajarkan aku dan dia dalam cara pandang yang sama dalam melihat sesuatu.

Aku bukan orang yang memiliki intelektualitas tinggi, sehingga aku juga tidak mengharapkan seseorang yang memiliki kapasitas lebih dari itu. Tapi setidaknya aku ingin sebuah hubungan yang lebih banyak diisi dengan saling mendengarkan. Kalau perlu sesekali diselingi dengan perdebatan tentang sesuatu yang memiliki dasar keilmuan. Bukan diisi dengan banyak perdebatan mengenai misalnya kenapa seharian aku tidak ada kabar. Atau mengapa aku terlambat membalas sms yang dia kirimkan.

Hubungan intelektual. Mungkin terdengar berat untuk dijalankan. Tapi tidak, karena dalam hubungan intelektual, aku dan kamu tidak perlu membahas mengenai relativitas Einstein sebagai dasar dibangunnya mesin waktu. Aku hanya ingin sebuah hubungan yang lebih banyak diskusi, bukan hanya tentang hari ini tapi juga tentang masa depan dan bagaimana kita merencanakannya dalam kerangka impian. Apa itu sebuah hal yang muluk-muluk?

Aku mengharapkan seseorang yang tidak hanya bisa diandalkan untuk memeluk ketika aku sedang risau. Aku butuh pasangan yang bisa dijadikan sebagai lawan diskusi mengenai masalah yang aku temui dalam pekerjaan. Dan aku akan berlaku sebaliknya. Berusaha ikut memecahkan masalahnya yang dia hadapi dalam pekerjaannya. Mungkin tidak kontekstual, tapi setidaknya bisa berdasarkan akal dan nalar.

Aku tidak lagi muda sehingga aku mengharapkansebuah hubungan intelektual. Hubungan berkualitas yang terus akan mendewasakan dua orang pelaku yang bergenggaman di dalamnya. Aku tahu, aku terlalu banyak mau jadi tidak heran kalau sampai saat ini aku belum juga bertemu dengan sosok yang aku harapkan. Tapi aku sudah dilatih bersabar sekian lama, jadi kalau aku masih disuruh untuk menunggu, maka kalian keliru kalau aku tidak mau.

3 komentar:

Ligx mengatakan...

wooowww

Anonim mengatakan...

Saya sudah mengalaminya, Pis.

Menjadi selingkuhan orang mungkin membanggakan. Tapi itu hanya sesaat. Karena pada akhirnya kita memang butuh orang yang benar-benar peduli pada kita bukan dengan cara sembunyi-2.

Keseksian, ketampanan, sex appeal tinggi bukan lagi prioritas kriteria dalam mencari pacar. Karena yang kita butuhkan adalah seorang yang dewasa, pengertian dan mau menjalani hidup bersama kita dengan senang hati. Tanpa sembunyi-2, tanpa motif-2 yang lain.

Trust in God, He will send that person to you.

Apisindica mengatakan...

@ligX: wooooow!!! #mongnaon

@mas arik: kok jadi curhat mas? hihih. amiiiin buat kalimat terakhirnya. makasih ya....