Halaman

Selasa, 06 Desember 2011

Iklan

Aku menganggapnya sebagai iklan yang hadir dalam fragmen panjang cerita hidup yang seringkali membosankan. Dengan rutinitas yang hanya itu-itu saja, aku butuh hiburan. Sekedar pengalihan untuk sedikit mencuri-curi waktu dan bernafas leluasa. Terbebaskan.

Aku butuh banyak kejutan sebagai sarana memelihara imajinasiku yang liar tentang sesuatu. Karenanya sering aku memanfaatkan semua kesempatan sekecil apapun sambil berdoa bahwa di akhir langkah aku akan memperoleh kejutan. Entah yang menyenangkan atau justru malah menyedihkan. Tak jadi soal, aku pasti akan menikmatinya. Convekti atau air mata semua aku nikmati dengan caraku sendiri.

Yang kemarin terjadi aku anggap hanya iklan. Selingan sesaat yang menyenangkan. Ketika waktu tayangnya telah habis, maka aku akan kembali kepada fragmen-fragmen yang sudah baku tertulis di kitab takdir. Jalan hidup yang senantiasa harus aku titi sambil menunggu iklan-iklan berikutnya hadir.

Kadang iklan sebegitu menggodanya, memaksa kita merogoh lebih dalam untuk membelanjakan hati. Berharap bahwa kesenangan yang dia tawarkan dalam kemasannya memang benar adanya. Tapi hidup tidak demikian, terlalu banyak tipuan pandangan, terlalu banyak manipulasi paralaks yang membuat kita salah dalam mengartikan apa yang kita lihat. Dan semuanya sudah terlambat ketika akhirnya sadar bahwa itu adalah salah.

Aku bukan lagi anak kecil yang akan menangis ketika kenyataan tidak seperti yang ditawarkan dalam iklan. Sudah terlalu banyak keperihan yang justru menguatkan. Sudah terlalu kebal telapak kaki ini untuk merasakan tajam kerikil di jalanan. Aku menyikapi iklan benar-benar hanya sebuah selingan yang menyenangkan. Mewisatakan mata dan perasaan pada bentuk kemasan yang menjanjikan kesemuan. Enak dipandang tapi belum tentu nyaman dirasakan.

Aku sudah tumbuh dewasa. Tidak ada lagi air mata ketika dipaksa untuk mempercepat waktu tayang sebuah iklan padahal hati masih ingin menikmati titik-titik melodi. Aku sudah dewasa sehingga tidak lagi gamang membedakan mana kenyataan dan mana sebuah selingan, meski kadang aku terduduk lama sebelum berkemas kemudian beranjak.

Kamu kemarin, hanya aku anggap sebagai iklan. Jadi ketika di ujung waktu yang pendek itu ternyata kamu memberiku kepedihan, aku sudah membekali hati. Tidak ada penyesalan telah menikmati buaian perasaan dalam waktu yang sesaat. Tidak ada amarah ketika kamu berjalan meninggalkan, karena seperti sudah aku bilang bahwa kamu selayaknya iklan. Sebuah selingan menyenangkan, sebuah kejutan yang membuat hidupku tidak hambar.

Jangan khawatirkan aku. Sudah sering aku mengalami hal yang serupa, jadi aku akan baik-baik saja. Kalaupun sekarang aku menghilangkan semua sarana kita berkomunikasi, itu hanya karena aku tidak ingin menikmati iklan yang sama dua kali.

3 komentar:

Farrel Fortunatus mengatakan...

dan tokoh utama akan muncul dan beraksi lagi setelah pesan-pesan berikut ini he he he...

Anonim mengatakan...

Kalo kebanyakan 'iklan', buruan ganti chammel aja. Siapa tahu ada acara yang lebih menarik.

Ini Panduan menonton tv, kan?

Falra mengatakan...

kalo semuanya dianggap iklan yg sekedar lewat, ngga ada yg jd kenangan dong. ngga ada yg jadi pengalaman. dan ngga ada yg jadi pelajaran... hehe