Halaman

Senin, 21 Februari 2011

Cukup

Saya tidak mengerti kenapa kamu selalu hadir di saat yang tidak tepat. Hadir saat sebetulnya saya sedang gundah dan ingin berlari membawa beban yang teronggok begitu saja di pelataran hati. Membebani.

Hampir di setiap malam ketika saya bimbang dan menatap nanar jalanan yang tengah menghadang, kamu selalu datang. Menyelinap dalam kelam dan menghadirkan beragam sensasi yang dulu sering saya rasakan. Tapi kali ini tidak lagi sama, kamu hadir dalam ketidaknyataan. Antara ada dan tidak ada. Antara jelas dan tersamar. Membingungkan.

Seperti malam itu ketika lagi-lagi kamu hadir tanpa diundang saat saya baru keluar dari sebuah turbuensi mainan hati. Hadir seperti udara yang menyejukan sekaligus memabukkan. Memporakporandakan tatanan yang sudah lama saya timbun dalam kubangan perasaan.

Saya dan kamu memang tahu batasan. Mengerti arena dimana kita sekarang sedang berjalan. Sadar benar tentang peranan yang masing-masing sedang kita mainkan. Karenanya kita menjaga jarak, tidak ingin menyakiti (lagi) satu sama lain dengan memperbincangkan perasaan yang dulu sering bertandang. Kita menyepakati bahwa ketika semua sudah melewati sebuah akhir maka tidak boleh lagi untuk merunut ke belakang. Tidak boleh lagi mencoba untuk menapaki setapak yang dulunya menghubungkan. Kita sama-sama tahu karena ketika kita mencoba melakukannya maka ujungnya hanya sebuah kesakitan.

Saya sudah berpasangan, kamu tahu itu. Saya juga tahu meskipun kamu masih memilih untuk berjalan sendirian tapi kamu tidak pernah kehabisan stok kasih sayang. Jangan pernah bilang kalau kamu sudah mulai kehilangan banyak sanjungan. Saya tidak akan pernah percaya. Sekian lama dulu kita sempat berjalan bersamaan, sudah sedemikian banyak saya mengenal tentang sepak terjangmu dalam dunia percintaan. Dan bukankah itu juga yang akhirnya membuat kita sama-sama menemukan jalan buntu. Tidak lagi nyaman dengan semua keadaan.

Saya mencintai pasangan saya, dan kalaupun dalam perjalananya diisi oleh penggalan-penggalan perselisihan bukankah itu wajar. Tidak akan saya ijinkan kamu untuk menyelusup kemudian memperkeruh keadaan. Jangan menunggang segala bentuk kebimbangan yang sedang saya hadang. Dengan hadir tanpa diundang justru itu akan menciptakan kebimbangan baru meskipun saya yakin tidak pernah terpikir sedikitpun untuk kembali berjejeran dengamu. Tapi dengan hadir saat saya dilimbungkan galau membuat saya semakin tertatih membawa perasaan yang sedang saya jaga.

Sudahlah kita berkawan saja seperti yang sudah kita bicarakan. Tidak akan membawa kebaikan ketika kamu mengikuti semua liku kehidupan saya yang di dalamnya tidak lagi ada kamu. Saya akan bertahan pada perasaan saya yang sekarang, tidak peduli sesering apa pertengkaran yang terjadi berurutan. Saya bukan lagi saya yang gampang menyerah, pengalaman mengajarkan saya bahwa ketika saya mudah menyerah saya justru akan dilanda kesendirian berkepanjangan. Padahal saya tidak suka sendirian.

Jangan ganggu saya lagi dengan menyelinap dalam selimut malam ketika saya sedang bimbang. Apapun yang kini kamu tawarkan saya tidak akan lagi pernah tergoda. Sudah cukup saya belanjakan perasaan saya dahulu waktu saya belum cukup pintar.

6 komentar:

-Gek- mengatakan...

betul, jangan jatuh ke lobang yang sama. cheers!

Poppus mengatakan...

Doooh, godaan selalu ada ya say. Tapi kalo udah teguh sama yang sudah ada sih, godaan macam apapun bakal gak mempan yes?
i'm really happy for you darliing

Farrel Fortunatus mengatakan...

kaya judul lagunya olga syahputra "jangan ganggu aku lagi" he he he... salut bro, enang dibutuhkan keteguhan hati agar ga terlibat dalam clbk.

Apisindica mengatakan...

@gek: haiiii, kemana aja?? muncul-muncul udah lahiran. Selamat yah!!

@popi: makasih popiiii. si guwe utang cerita nih. engkenya mun geus nyalse.. :))

@farrel: mohon doanya yah! :)

Enno mengatakan...

aku mau nyanyiin lagu 'teguh kukuh berlapis baja' buat apis ah!

:)

Apisindica mengatakan...

@mbak enno: pertanyaannya, lagu siapakah itu? lagu apa juga yah?

*nggak tahu blass....