Halaman

Senin, 28 Juni 2010

Bukan Matematika

Semalam kami bertengkar hebat, dan rasanya setelah pertengkaran itu saya merasa gamang melihat jalan yang terpampang di depan. Saya tidak lagi yakin kemana saya akan membawa hati ini berlari, saya melihat kebuntuan.

Memang bukan sekali dua kali kami berselisih paham, tapi kejadian semalam itu rasanya berbeda. Tidak hanya koma, saya melihat titik. Saya menginderai hadirnya sebuah akhir, garis finish.

Saya mengerti benar posisi saya, saya sangat tahu diri. Karenanya dari awal saya tidak pernah banyak menuntut, tidak pernah meminta untuk ini dan itu. Tapi ternyata dia terlanjur asyik dengan kenyamanan yang tercipta, tenggelam dalam tenang suasana yang saya pilih untuk saya jalani. Bukan saya tidak ingin berkonflik, bukan saya tidak ingin sekedar melakukan konfrontasi, tapi saya lebih ke mencoba memahami posisinya yang tidak gampang. Meraba hatinya yang sedari awal sudah terbagi.

Untuk saya cinta bukan matematika. Dalam cinta tidak ada proses menghitung berapa yang sudah saya berikan kepada pasangan. Tidak ada menghitung persentase keuntungan dari saya menawarkan sebentuk hati. Tidak ada spekulasi linier bagaimana menghitung persamaan sebelah kanan agar bisa seimbang dengan persamaan sebelah kiri. Cinta itu ikhlas. Tanpa perhitungan, tanpa angka.

Tapi semalam dia memaksa saya menghitung. Semalam dia memojokkan saya sehingga saya dipaksa seperti membuat list laporan pengeluaran bulanan. Saya mendetailkan apa yang sudah saya korbankan. Saya merinci apa-apa yang hati saya sudah belanjakan sekedar untuk berjalan beriringan dengannya yang tidak lagi sendiri. Saya menghitung berapa banyak kerugian yang saya raup semenjak dulu saya berkata iya.

Salahkah ketika saya meminta perhatian lebih? Salahkah ketika saya meminta waktu yang lebih lama untuk berdua? Saya ingin apa yang kami jalani berkualitas meskipun berjalan di acuan yang mungkin salah. Saya hanya ingin dimengerti bahwa meskipun mungkin saya marginal tapi saya juga punya perasaan yang perlu dipertimbangkan.

Posisi saya selamanya akan seperti yang dia bilang tadi malam, selalu salah. Ketika saya banyak menuntut maka hukumnya adalah salah. Dia bilang saya sudah berkomitmen dengan segala konsekuensi yang saya tahu dari awal, jadi menuntut lebih hanya akan membuat saya seperti mengingkari komitmen yang sudah saya sepakati dengan hati saya sendiri.

Saya sadar, mencintai dia menimbulkan banyak polemik. Menyebabkan banyak konflik. Tapi bukan berarti kalau hanya saya yang harus mengerti, dia juga harus memahami. Menyelami hati saya yang sudah berkomitmen dengan statusnya. Tapi mungkin memang sudah saatnya saya untuk berjalan mundur, meninggalkan jejak keambiguan yang dia ciptakan. Saya harus pintar membaca banyak pertanda, dan mungkin ini tanda kalau memang hubungan ini harus segera diterminasi.

Semalam kami bertengkar hebat. Dan ketika dia berlalu sambil membanting pintu, jangan harap saya akan membukanya kembali. Cukuplah bagi saya dipaksa menghitung cinta yang sesungguhnya bukan matematika.

14 komentar:

Ms. Grey mengatakan...

Apisssss, I always fall in love with your post.

mayank mengatakan...

mungkin kak apis lebih cocok sama wanita yang kalo marah nggak pake banting pintu :)
tapi langsung bakar rumah hihihi
becanda dink kak...

kak, beberapa waktu nggak kesini ajah udah ketinggalan beberapa episod udah kaya sinetron cinta pitri aja.

Apisindica mengatakan...

@grey: makasih banyak grey atas pujiannya. Asupan semangat semacam ini yang bikin aku tidak pernah ingin berhenti menulis. selamanya. :))

@maiank: bakar rumah?? wah curiga psycho donk dia. hahaha

iya nih, kehidupannya lagi stripping. makanya lagi nyari peran pengganti. anyone???? hehehehe

arik mengatakan...

jalinan cinta yang dirajut dengan bumbu kemarahan akan menjadi hubungan yang mengasyikkan.

Asal masih dilandasi dengan pikiran jernih, Bhw kemarahan untuk menunjukkan jalan yang terbaik bagi kalian berdua.

Apisindica mengatakan...

@arik: memang kadangkala kemarahan menjadi penguat sinyal cinta, tapi ketika semua amarah tidak bisa kemudian di arahkan ke jalan yang semestinya, mungkin itu tanda untuk mengakhirinya.

makasih yah mas!

mayank mengatakan...

Perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk yg bengkok kalau diluruskan dengan keras maka akan patah, tapi jika dibiarkan akan terus bengkok. pilihlah wanita yang mudah diberi nasihat, agar mudah diarahkan pd kebenaran, wanita yang membuat kakak semakin cinta padaNya.

wew ituh peran penggantinya typenya gmn kak?perlu casting yang nunggu pake ngantri2 gitu ya?heheheee :p

Apisindica mengatakan...

@maiank: oh gitu yah? makasih masukannya. hehehehe

ya iya lah pake casting, soalnya yang pengen jadi arteees kan bujubuneng banyaknya. :))

mayank mengatakan...

duh g lg deh


mf ya kak sok berasa tua nasehatin muluu...

Pdhl myg msi ank bau kencur, blm bnyk mkn asam garam prcintaan...
Smg g trsinggung ya... Heee

Apisindica mengatakan...

@maiank: hahaha, gak lagi nggak tersinggung. seru malah bisa tau sudut pandang orang terhadap sesuatu.

untuk menjadi bijaksana kan tidak perlu tua. Tidak perlu bajak pengalaman juga.

keep on comments yah!!

maiank mengatakan...

hah?brati kemaren2 tersinggung...
:p

ok..kak yuda... :)

Apisindica mengatakan...

@maianak: maksudnya, nggak lagi. Nggak tersinggung kalo soal yang begitu2 mah. gw kan orangnya aseeek. hehehehe

mayank mengatakan...

yoyoii

Jo mengatakan...

love is blind.. (lho..)

Apisindica mengatakan...

@Jo: love is always blind! i know...