Halaman

Kamis, 29 April 2010

Not Deserve

Kamu bilang aku egois

Kamu bilang, aku tidak pernah mau mengerti keaadaanmu

Kamu juga kemudian bilang bahwa aku terlalu banyak menuntut tanpa mau berkompromi dengan situasi.

Aku yang sudah sedemikian sering mengalah, sedemikian sering berkorban termasuk mengorbankan perasaanku sendiri, akhirnya juga berteriak marah.

Sudah teramat lama aku diam, tapi ternyata kamu juga tidak lantas mengerti. Sudah sekian lama aku menyimpan sakit, tapi aku tetap berdiri berlandaskan konsekuensi. Konsekuensi atas kebodohananku sendiri yang mau menerimamu. Kamu tahu kenapa aku mau bertahan? Karena aku mencoba untuk tidak egois, mencoba untuk selalu mengerti keadaanmu. Kalau aku kemudian terlihat seperti banyak menuntut, itu karena aku merasa berhak. Aku kekasihmu!

Masih kurangkah segala bentuk pengertian yang selama ini aku lakukan? Tidak cukupkah pengorbananku dalam mengerti keadaanmu? Aku sadar situasi yang melingkarkan aku dan kamu dalam kondisi tak menentu seperti ini, dan aku mau menerimanya. Aku mau memberimu banyak pengertian, banyak berkorban walaupun aku tidak mengerti untuk apa. Aku hanya meyakini sesuatu.

Tapi ketika semua yang kulakukan berulangkali kamu mentahkan dengan selalu menyebutku egois, tak pengertian, selalu menuntut atau apapun kamu menyebutnya. Aku tersadar, aku keliru. Kamu tidak pernah memahami semua itu ternyata. Kamu hanya memandang dari sudut pandangmu saja. Tak pernah mempedulikan apa yang berkecamuk di dalam hatiku.

Siapa sebenarnya yang egois? Siapa yang sebenarnya tidak pernah mau mengerti keadaan? Aku sudah berdamai dengan keadaanmu, mau mengerti bahwa kamu memang tidak mutlak termiliki. Ada batasan dimana aku tidak bisa merengkuhmu sepenuhnya. Aku mengerti, dan aku mau hidup dengan itu. Kamu boleh panggil aku bodoh, tapi itu adalah bentuk lain dari sebuah pengertian. Pengorbanan.

Ketika kita sedang makan berdua kemudian kamu menerima telpon dengan sebelumnya menempelkan jari di mulutmu agar aku tidak bersuara, atau ketika kamu diam-diam menelpon dia dengan berbisik-bisik, apa aku pernah protes? Tidak. Karena aku tahu benar posisimu. Aku tidak mau memberatkanmu dengan suatu hal yang sudah aku mengerti dan pahami dari awal. Apa menurutmu pengertian seperti itu masih kurang. Kamu mungkin tidak tahu betapa perihnya menyaksikan semua itu. Kelakuan semacam itu kerap menenggelamkanku dalam kekerdilan yang tak berkesudahan. Tapi apa balasannya? Kamu selalu menyalahkan.

Soal menuntut, aku merasa bahwa aku berada dalam porsiku. Dan itu tidak berlebihan. Aku pacarmu, aku orang yang kamu ajak berkomitmen. Jadi ketika aku minta sedikit perhatian dengan memintamu meng-sms atau menelponku untuk sekedar saling mengetahui keaadaan, apa itu berlebihan? Aku bisa saja meng-sms atau menelponmu terlebih dahulu, tapi aku menghargaimu. Aku juga menghargai dia. Seseorang yang kamu sebut “teman hidup”. Aku tidak ingin kalau hal-hal sepele semacam itu justru membuatmu seperti menggali kuburanmu sendiri.

Sudahlah, kini aku semakin tersadar. Kamu tidak layak untuk diperjuangkan lebih jauh. Kamu tidak ikut berusaha untuk tetap berjalan di rel yang kita reka. Saatnya aku melepaskanmu pergi, membiarkanmu kembali ke tempat dimana seharusnya kamu berada, di sisinya.

Aku memang selingkuhan, tapi aku juga punya hak untuk berteriak lantang : YOU DON’T DESERVE ME!

Ditulis sebagai kado ulang tahun untuk mantan pacarku jaman dulu. Selamat ulang tahun ya! Wish you all the very best happiness.

6 komentar:

SerasaSore mengatakan...

duwh...
membuka memori beberapa bulan lalu...

Farrel Fortunatus mengatakan...

sesuatu yang tertinggal, baru diceritakan... diungkapin ga ada keberanian, didiemin bikin sesak di dada.... jd judulnya "kekasih yang tak dianggap" neh? he he he...

rid mengatakan...

weiiizz, kado yang menohok,hehe...
selingkuhan juga punya perasaan ya,pis :)

Apisindica mengatakan...

@jingga: dooh, nggak maksud lho! :))

@farrel: sebetulnya baru diceritakan dan diungkapkan secara umum. Kalo sama si dia, sudah dari lama. Saat gw minta putus. hehehehe

bukankah jadi selingkuhan memang nasibnya sebagai "kekasih yang tak dianggap yah?"

@rid: selingkuhan tentu saja punya perasaan walau kadang perasaannya terjajah kebodohan. hehehehe #curcol

Enno mengatakan...

darling, emang begitu resiko jd selingkuhan. makanya, mending jd yg berselingkuh aja hahaha

becanda ;)

Apisindica mengatakan...

@enno: mbak enno kemana aja? kangen deh! :)) Iya mending jadi yang selingkuh aja deh timbang jadi selingkuhan. ribet. hahahaha

kengen deh!!