Halaman

Rabu, 14 April 2010

Berlari Menghindar

Aku ingat pernah memberinya langkah bimbang. Menanarkan jalan yang sebetulnya sedang dia berusaha perbaiki dengan kekasih resminya. Aku menyelusup tanpa tahu malu, mencoba menjelma menjadi sosok yang dibutuhkannya. Sosok yang bisa mengisi kekosongan yang diberikan kekasih resminya.

Aku juga ingat kalau aku pernah mencintainya sedemikian rupa. Mencintainya dengan mengesampingkan statusnya yang belum resmi menjadi seseorang yang tanpa ikatan. Waktu itu aku seperti dibutakan oleh perasaan, menganggap bahwa langkah yang aku tempuh adalah benar karena kekasih resmi dari orang yang aku cintai itu seperti menyia-nyiakan dia. Tidak lagi mencintainya seperti aku mencintainya.

Itu salah, dan waktu itu aku juga sadar betul kalau semuanya salah. Tapi dulu aku bertahan, entah karena apa. Kecintaanku terhadapnya benar-benar membutakan tidak hanya mata fisikku tapi juga mata hati. Aku sampai bilang kalau aku rela mencintainya dalam diam asal aku tidak kehilangan momen-momen untuk selalu bersamanya. Aku rela dianggap tidak ada ketika dia sedang berjibaku membenahi semua perasaanya yang sedang semrawut dengan kekasih resminya.

Aku bodoh. Benar-benar bodoh. Hanya cinta yang bisa menjadikanku bodoh seperti itu. Tidak pernah terbersit sedikitpun dalam pikiranku kalau aku akan mengalami semua hal itu. Seorang Apis yang biasanya bermain di ranah logika, bahkan ketika dicintai setengah mati oleh seseorang ternyata terperosok kedalam ranjau kebodohan perasaan. Seorang Apis yang biasanya bisa membedakan dengan mudah mana langkah yang boleh diambil dan mana yang harus ditanggalkan ternyata sempat juga terjerembab oleh perasaan dungu akibat cinta.

Mungkin itu karma, karena aku yakin akan karma. Kita akan menuai sesuatu apa yang sudah kita tanam. Kita akan merasakan sesuatu yang biasanya kita lakukan. Jadi sekarang aku mengangap kalau dulu mencintainya adalah sebuah karma. Sebuah ganjaran atau mungkin peringatan atas apa yang pernah aku lakukan di masa silam.

Apa aku menyesal? Tidak. Seperti biasanya, aku belajar. Mungkin sedikit terlambat, tapi itu tidak soal. Mencintai seseorang yang sudah berpasangan adalah hal tabu yang harus dihindarkan. Kita bukan memberinya sayang, justru kita memberinya bimbang yang menyesatkan. Menyeretnya dalam dilema tak berkesudahan, menanarkan setiap keputusan tepat yang harusnya dia tentukan. Itu bukan cinta. Cinta itu kasih, bukan membingungkan.

Dan ketika akhirnya seseorang yang kucintai itu memutuskan untuk meninggalkan kekasihnya, apa yang kudapat? Tidak ada. Dia juga memutuskan untuk tidak berjalan bersamaku. Meninggalkanku yang berjanji akan menerimanya ketika semua sudah usai. Aku yang bersedia duduk di bangku cadangan ketika pertandingan belum berakhir. Dan ternyata ketika pertandingan itu benar-benar tamat, aku tetap berada di bangku cadangan tanpa dipedulikan.

Dari orang yang kucintai dalam diam itu aku belajar banyak hal. Jadi ketika sekarang ada semburat rasa yang sedikit tergoda karena ada tawaran hati dari seseorang yang (lagi-lagi) sudah berpasangan, aku tidak punya pilihan lain selain berlari menghindar.

7 komentar:

SerasaSore mengatakan...

yah...cukup sekali saja lah pis...

Farrel Fortunatus mengatakan...

pengalaman adalah guru yang terbaik (buat orang bodoh he he he...). sebenernya buat tau jalan yang terbaik, bukan berati kita harus mengalaminya dulu. pertajam kepekaan dan pandai-pandailah menimbang rasa. ah jadi sotoy iyeu teh he he he... pokoknya mah do your best lah...

pras mengatakan...

...hmmmm....

Apisindica mengatakan...

@jingga: yup, cukup sekali. Nggak lagi-lagi ah...

@farrel: setuju...untuk menjadi baik tidak perlu menjadi jahat dulu, tapi seringkali kita tidak punya pilihan.

soal menata kepekaan dan mempertajam rasa sih sedang terus dipelajari dan ditingkatkan. i'll do my best! Thanks yah!

@pras: apaan sih mas dari kemaren komennya cuman "hmmmm" terus. hehehe

Poppus mengatakan...

setuju bok! kadang kita sebenernya udah tau dari awal kalo that person is soooo not into us, tapi perasaan kita suka membutakan. Jadi mending ngindar dari awal dehh

Bedjo mengatakan...

Hmmm...

Persis sama dengan aku. Bukan dulu, tapi sekarang. Iya, benar-benar sekarang.

Bedanya, aku orang yang sudah punya partner itu.

Well, memutuskan hubungan itu artinya melukai semua orang, tidak cuma dia, tapi juga aku. Tapi kehidupan harus jalan terus, bukan? Ada waktunya datang, dan suatu saat harus pergi...

Pelajarannya adalah; Nikmati baik2 waktu kamu sekarang, karena suatu saat itu akan berlalu. Cintai baik2 pacar kamu sekarang.

Dohhh... aku jadi serasa tua, ngasih pelajaran.

Apisindica mengatakan...

@popi: nah, menghindar dari dibutakan perasaan itu yang kerap kali susah. Tapi yah memang kadang semua hanya perlu untuk dijalani. bener teu??

@bedjo: hehehe, cerita di blog mu itu memberi inspirasi kok. Salut!!!!

thanks udah sharing yah!