Halaman

Selasa, 30 Maret 2010

Manusia Tuhan

“Kekuasaan Tuhan yang menentukan orang ke sorga atau neraka. Kekuasaan Negara harus melindungi si lemah yang dianiaya”

Saya sangat setuju dengan tweet yang ditulis oleh Bapak Goenawan Mohamad di atas. Tweet yang diposting oleh beliau ketika melihat bagaimana beringasnya beberapa ormas yang mengatasnamakan agama membubarkan Kongres Regional International Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender and Intersex Association [ILGA] di Surabaya. Kongres yang sebetulnya juga belum dimulai pelaksanaanya.

Mereka yang menyebut dirinya pemanggul panji-panji Tuhan mengusir paksa para peserta kongres yang masih tinggal di salah satu hotel. Mereka berteriak anarkis, mencaci dengan membabi buta, beringas bak kerasukan diatas keyakinan yang mereka sebut dengan jihad. Gerakan yang mereka artikan dengan menegakkan kebenaran.

Dalam ajaran agama manapun, Lesbian, gay, Biseksual, Transgender dan Intersex tidak ada yang membenarkan. Semuanya dilarang. Tapi apakah ketika seseorang kemudian memilih jalan tersebut sebagai jalan hidupnya haruskah digugat dengan paksa? Haruskah mereka kemudian diadili secara semena-mena? Pengadilan berbasis agama oleh orang-orang yang kadar keagamaannyapun tidak diketahui dengan jelas.

Tidak adil menurut saya. Bagaimanapun kita tidak berhak untuk menentukan jalan hidup seseorang, apalagi pilihan jalan hidup itu dipilih dengan keyakinan yang sangat besar. Saya yakin benar bahwa kelompok yang “minoritas” itu sudah mengerti betul mengenai konsekuensi dari pilihan jalan hidupnya, baik itu secara duniawi maupun agama. Tapi apakah kemudian kita berhak untuk menghakimi sewenang-wenang? TIDAK.

Saya justru melihat bahwa orang-orang dari ormas agama tersebut telah menjelma menjadi “manusia Tuhan”. Manusia yang merasa dirinya memiliki kapasitas sebesar Tuhan. Kapasitas untuk menentukan apakah seseorang bisa masuk surga atau neraka, kapasitas yang melampaui kekuasaan yang telah dianugerahkan Tuhan hanya sebagai manusia. Mahluk yang bertugas hanya menghamba kepada Tuhan, bukan menjelma bagai Tuhan. Mereka salah kaprah, mereka kebablasan dalam memahami tujuan penciptaan mereka.

Saya tidak membela kaum manapun karena seperti saya bilang, semua itu jalan hidup. Dan jalan hidup murni suatu pilihan. Saya hanya geram, saya hanya kesal. Bagaimana pemahaman terhadap ajaran agama disalahartikan dengan berperilaku justru bagai setan. Saya bisa dibilang kecewa, karena agama yang seharusnya menjadi pemersatu dan penentram justru dijadikan senjata oleh manusia untuk bertindak brutal dan menciptakan teror bagi manusia yang lain. Tuhan tidak menciptakan ajaran untuk hal-hal semacam itu, saya yakin.

Bagaimana manusia yang bertindak bagai Tuhan bisa dibenarkan? Bagaimana manusia yang bisa dengan lantang menentukan manusia lain berhak masuk surga atau neraka bisa dianggap benar? Apakah mereka yang bisa dikatagorikan sebagai penganut agama yang asli? Apakah mereka yang dengan beringas meneriakkan hukum-hukum agama untuk mengadili manusia secara agama bisa digolongkan sebagai prajurit Tuhan?

Kenapa kita sebagai manusia justru sibuk menghakimi dan menilai orang? Apakah tidak lebih baik bagi kita untuk bercermin, menelaah kekurangan kita sebagai hamba Tuhan. Tidak perlulah bertindak sebagai manusia Tuhan. Tidak perlulah membawa pengadilan Tuhan ke dunia, karena sebagaimana saya yakini bahwa pengadilan Tuhan itu pasti ada, dan hanya Tuhan yang berhak melakukannya, bukan manusia. Tidak usah yakin dulu kalau mereka berteriak lantang tentang kebenaran yang mereka yakini kemudian akan masuk surga. Cukuplah yakin bahwa Tuhan tidak pernah tidur, Tuhan selalu mengawasi.

Buat mereka yang memilih jalan hidup yang kemudian banyak dikatagorikan “salah” oleh banyak orang, saya tahu bahwa banyak hal dan pemikiran yang telah dilalui sampai jalan hidup itu yang kemudian dipilih. Saya juga tahu bahwa konsekuensi dari jalan itu sudah diketahui dengan jelas, jadi jalani saja dengan benar. Lebih baik dianggap “salah” tetapi tidak pernah menyakiti sesama, alangkah lebih baik dianggap “anomali” tetapi menjalani hidup ini tanpa kebencian dan iri dengki. Yakin saja bahwa manusia-manusia yang menganggap diri Tuhan itu juga belum tentu masuk surga.

6 komentar:

Farrel Fortunatus mengatakan...

sebagai umat yang katanya 'taat beragama' dan punya tingkat ketaqwaan diatas rata", harusnya mereka punya hati nurani dan bijaksana dalam bertindak. gw semakin yakin, mereka cuma setan yang menyamar jadi malaikat. maling teriak maling. hanya satu kata: "LAWAN!!!"

Apisindica mengatakan...

@farrel: itulah kalau memahami ajaran agama hanya setengah-tengah, jatohnya selalu naggung. Itu yang orang-orang "munafik" itu lakukan.

Apakah melawan adalah salah satu cara untuk menang? bisa iya bisa tidak. Tapi memang sekali-kali harus menunjukkan kekuatan kali yah! :)

pras mengatakan...

kok yang ribut soal "gay" sama sekali ga ribut soal "gayus" ya?

jayus eh!

Apisindica mengatakan...

@pras: itulah orang indonesia. meributkan sesuatu yang katanya bisa "mendegradasi mental" tapi yang jelas-jelas sudah mendegradasi mental tidak diributkan dan dianggap biasa.

Jayus beuneur!!!!! :))

Pohonku Sepi Sendiri mengatakan...

Tuhan Maha Mengetahui kan bro mana yang baik dan buruk pada tiap2 umatnya.. derajat kemuliaan manusia di mata Tuhan pun takkan pernah bisa kita ketahui..
semoga kita semua takkan dijauhkan dari segala petunjuk-Nya.. :)

Apisindica mengatakan...

@pohon: amiiin. memang seharusnya begitu kita sebagai manusia. Hanya beribadah dengan sebaik-baiknya. masalah pahala atau ganjarannya biar jadi urusan Allah semata.