Halaman

Rabu, 14 Maret 2012

Villa di Canggu

Liburan full covered di Bali selama 3 hari berakhir, tidak terasa tapi meninggalkan jejak yang susah untuk dihilangkan. Warna kulit yang mencoklat. Dalam kasus saya justru warna kulit yang melegam.

Siang itu dari arah Tulamben saya dan rombongan menuju bandara, pesawat yang akan membawa rombongan kembali ke Jakarta terbang malam hari. Perjalanan yang sama panjangnya dengan waktu berangkat ke Tulamben harus kami lalui. Perjalanan selama 4 jam yang harus kami lewati dengan antusisas yang tidak seperti keberangkatan, karenannya seluruh penghuni mobil lebih banyak sibuk dengan alam mimpinya masing-masing. Saya sesekali terjaga kemudian terlelap kembali karena rasa cape dan ngantuk karena pagi tadi bangun dari jam setengah 4 pagi.

Menjelang sore kami tiba di bandara. Rombongan bergegas menuju counter check in domestik kecuali saya. Saya pamitan dan berdiri di parkiran bandara menunggu jemputan berikutnya. Saya memperpanjang waktu liburan saya 2 hari sehingga genap 5 hari. Tentu saja dengan biaya sendiri. Seorang karib datang menjemput dan membawa saya ke daerah Canggu tempat saya dan teman-teman yang lain membooking sebuah villa. Ya, teman-teman saya dari Bandung dan Jakarta sudah menunggu di sana.

Canggu. Saya tidak familiar dengan daerah tersebut, tapi ternyata untuk pecinta villa daerah tersebut sungguh luar biasa terkenalnya. Canggu memang daerah tempat berdiri banyak villa karena lokasinya yang tidak ramai dengan polusi yang masih minim, favorit para bule. Dan daerah tersebut lumayan jauh, ke arah pantai batu bolong dan echo beach. Yang terakhir itu dalah pantai yang wajib dikunjungi oleh para peselancar karena ombaknya yang besar menggulung-gulung indah.

Hampir 2 jam saya berkendara sebelum akhirnya sampai di Shamira villa. Villa mewah yang karena kebaikan seorang teman bisa kami nego harganya hingga hanya sekian ratus dollar per malam. Jujur, kalau tidak sedang low season dan bantuan teman tersebut mana sanggup kami urunan untuk menyewa sebuah villa mewah. Villa yang kami ketahui keberadaannya dari teman tersebut yang kami lanjutkan dengan brwosing di internet, dan jatuh cinta pada fasilitas yang ditawarkannya.

Saya sampai melongo ketika pertama kali memasuki villa tersebut. Tidak jauh dengan yang saya lihat di situs internet. Villa ini terdiri dari 4 buah kamar super besar, dengan 3 kamar mandi. 1 buah di kamar tidur utama, 1 buah di lantai atas, dan 1 kamar mandi utama berukuran 5 kali kamar kos saya. Di bagian belakang villa, terdapat kolam renang terbuka dengan gazzebo di sampingnya dan kursi-kursi berderet untuk orang berjemur. Fasilitas lainnya adalah 1 buah ruang makan, 1 buah dapur, 2 buah ruang bercengkrama dan 1 buah ruang audio kedap suara tempat menonton televisi. Ditambah 3 orang pembatu rumah tangga yang siap membantu kita kapan saja.

Jujur, ini pertama kalinya saya menginap di villa ketika berkunjung ke Bali. Dan saya tidak menyesal meskipun saya harus merogoh kocek yang lumayan dibanding kalau saya membuka sebuah kamar hotel. Saya juga tidak kapok, saya akan mereservasi villa lagi apabila saya berlibur dan memiliki dana berlebih. Dan yang paling penting adalah ketika saya tidak berlibur sendirian, alasannya tentu apalagi kalau bukan soal urunan. Kalau banyakan dana bisa disharing menjadi seminim mungkin.


Kondisi villa tampak belakang

Kolam renang di bagian belakang villa

Gazzebo di samping kolam renang beserta kursi untuk berjemur

Kondisi Kamar tidur utama

Bagian kamar tidur utama

Kamar mandi di kamar tidur utama (bukan kamar mandi utama)

Best part. Kamar mandi utama yang (lagi-lagi) terbuka

(masih) Kamar mandi utama

Tinggal di villa lebih hommy, lebih berasa tinggal di rumah. Semua bagian bisa dieksplorasi sepuas mungkin, entah digunakan sebagaimana fungsinya atau hanya dijadikan arena untuk sekedar berfoto-foto seperti yang saya dan teman-teman lakukan kemarin. Aktivitas berfoto bukan hanya kami lakukan di tempat-tempat yang lazim, tapi kami juga merambah tempat yang sebetulnya aneh untuk dijadikan tempat berfoto.

Berfoto di kamar mandi utama (yg mana saya? saya yang mengambil foto)

Bali. Entahlah kapan bisa saya kunjungi lagi, mengingat proyek saya sudah berakhir tahun 2011 kemarin dan proposal untuk proyek selama tahun 2012 mengalami penolakan dengan alasan Bali sudah tidak lagi memerlukan bantuan dalam pengelolaan pertanian organiknya. Tapi saya yakin dalam hati, kalau saya pasti akan kembali.

1 komentar:

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.