Halaman

Senin, 05 September 2011

Surat untuk Semesta

Dear Semesta,

Aku tahu sekarang kamu sedang mentertawakan aku, atau mungkin kamu tidak sekedar tertawa tapi terpingkal-pingkal sampai meneteskan air mata. Bisa jadi setelah serangkaian kegiatan mentertawakanku itu kamu mengelus dada dan jatuh iba. Jangan, aku tidak butuh dikasihani. Aku tidak butuh dimengerti.

Tidak perlu khawatir aku akan tersinggung karena kamu mentertawakanku sampai puas, tidak ada sedikitpun aku tersinggung dengan perilakumu itu. Sumpah. Perlu kamu tahu, jangankan kamu, aku sendiri sebetulnya mentertawakan diriku sendiri. Entah setan atau pikiran apa yang mempengaruhiku sampai aku melakukan hal itu. Untungnya aku tidak lantas jatuh iba terhadap diriku sendiri.

Memang salah kalau aku berbicara mengenai pernikahan? Memang aku keliru kalau aku berbincang mengenai jodoh yang aku inderai di ujung penglihatan? Sepertinya tidak karena bukankah seluruh penghuni semesta juga menggunjingkan hal yang sama? Jodoh dan pernikahan. Seakan-akan kalau sudah bertemu jodoh kemudian melangkah ke dalam pintu pernikahan, mereka sudah berada di puncak kebahagiaan. Atau sudah purna tugasnya membahagiakan kedua orang tuanya.

Siapa yang tidak ingin menikah? Bertemu sang belahan jiwanya kemudian beranak pinak dengan alasan untuk melanjutkan silsilah keturunan ‘darah biru’ dan memenuhi pool genetik dengan pohon pedegree yang baru. Siapa yang menolak menikah ditengah ketakutan hidup sendirian dan tidak akan ada yang mengurus ketika tubuh sudah renta? Semua orang aku rasa pernah berada di titik itu, termasuk aku.

Semesta, lihatlah sebegitu banyaknya reaksi yang timbul ketika aku berbicara mengenai jodoh dan pernikahan. Kamu juga mungkin berkomentar meski dalam hening, tapi aku tahu kamu tidak tahan untuk tidak angkat bicara. Kebanyakan mendoakan, menyelamataiku selayaknya aku sudah menjadi seorang pengantin yang berdiri di atas pelaminan. Dan aku mengaminkan, semoga doa-doa yang keluar indah dari sahabat-sahabat pilihan kemudian diijabah Tuhan dan menjadi kenyataan. Suatu hari nanti. Tidak sekarang.

Silahkan terus mentertawakan, anggap saja aku gila sekalian karena sudah sesumbar tentang hal-hal yang sebetulnya belum jelas kebenarannya. Aku hanya membicarakan jodohku, membicarakan hari dimana aku akan mengucapkan ijab kabul, dan aku hanya berbicara mengenai sebuah bualan. Apa itu salah? Dilarangkah aku untuk mereka-reka seperti apa jodohku dan bagaimana prosesi jalannya pernikahanku kelak? Aku rasa tidak.

Aku mungkin memang keterlaluan Semesta, bercanda tentang sesuatu yang sebetulnya tidak layak dijadikan sebuah banyolan. Tapi lihat, banyak diantara mereka yang mendoakan. Bukankah itu bagus? Bukankan itu bisa jadi sarana pemicu cepatnya aku bertemu dengan jodohku? Ya ya ya, lagi-lagi aku cuma berhayal dan membual. Tapi biarkan saja begitu, biarkan aku menjalankan peranananku atas cerita yang aku gubah sendiri.

Semesta, aku meminta tolong kemudian. Bewarakan kepada khalayak kalau dalam waktu dekat aku belum akan menikah. Aku belum bertemu dengan jodoh yang mungkin sebetulnya (masih) Tuhan sembunyikan sambil aku membenahi diri dan berubah menjadi orang yang jauh lebih baik lagi. Dan kalau misalnya kamu memiliki kemampuan untuk berbicang dengan Tuhan, tolong sampaikan pesanku kalau aku belum bosan menunggu. Kalau tidak tahun ini, aku yakin masih ada tahun-tahun setelahanya.

Mintakan maafku juga kepada mereka yang sudah mendoakan dan merasa tertipu. Bilang, mendoakan itu tidak dosa dan tidak juga merugi. Jadi kalau kemarin mereka sempat mendoakan dan menyelamatiku, suruh mereka terus begitu. Dan aku berterima kasih serta akan terus mendoakan mereka supaya mereka menemukan kebahagiaannya masing-masing.

Terakhir, tolong sampaikan kepada beberapa orang yang sempat mendekat kemudian menjauh lagi. Aku belum termiliki, aku belum akan mengakhiri perjalanan hidupku dengan berlabuh di hati seseorang. Silahkan mendekat kembali, dan akan kita lihat bagaimana semua akan terjadi. Nanti.

7 komentar:

Rona Nauli mengatakan...

menurutku ndak ada yg perlu ditertawakan. keinginan menikah itu sewajarnya ada.

#masih dengan doa kebaikan yg sama untuk Apis :)

Gloria Putri mengatakan...

aq doain kang :)
semangat ya,
dan aq juga gak tertawa koq :)
semua org pasti juga pernah berpikir yg sama, bahkan aq juga pernah :)

caiyo,
Tuhan sedang mempersiapkannya :)
GBU

Enno mengatakan...

aku ga ngetawain kok.. sumpe deeeh!
dan msh tetep berdoa utk dikau wahai lebah pencari bunga...

*masih bingung sama curhatan waktu itu tea tapiiii*

ROe Salampessy mengatakan...

begitu banyak permasalahan yang sama yang saya temui dalam kurun waktu 8 bulan terakhir, seperti isi postingan ini. halah..!!!!

kali ini saya gak salah lagi mas bro.. hehehe... bukan mba kan.? hehe.

Farrel Fortunatus mengatakan...

melihat dan dilihat, memperhatikan dan diperhatikan, membicarakan dan dibicarakan, mentertawakan dan ditertawakan... tergantung posisi kita berada dimana? sebagai subyek atau obyek?
Tak perlu gundah, karena ada saatnya kita ditertawakan, ada saatnya pula kita mentertawakan... berdamailah dengan diri sendiri: dengan bisa mentertawakan diri sendiri, maka 'tawa cemooh' orang lain itu tidak akan mampu mengusik perasaan kita.

Wuri SweetY mengatakan...

Dimana2 pasti ada yg pro dan yang kontra. Ada yg tertawa, tp ada jg yg simpatik dan mendukung.
Seneng dong ada temen yg ingin lebih baik dan bersabar menunggu jodoh dr ALLAH SWT.
Kl postingan yg bikin aku mabok kmrn ternyata belum kesampaian semoga lekas dipertemukan dgn yg lbh baik ya Kang!!!
Dan semoga ALLAH yg maha mendengar segera menjabah doa2 kami agar akang segera ketemu jodoh.
Pak penghulu udah nungguin tuch!!!:D

Agus mengatakan...

Untuk menemukah jodoh yang sesuai memang harus selalu berdoa dan berusaha, usaha yang dapat kita lakukan adalah membuka diri dan mencari teman. Cara yang lebih cepat bisa mengikuti kontak jodoh, salah satu tempatnya ada di : https://bit.ly/jIF3H9 , selamat mencari jodoh san semoga cepat mendapatkan jodoh yang cocok untuk anda.