Halaman

Rabu, 28 September 2011

Siklus (Baca : Hidup)

Di dunia ini semuanya bersiklus, mengikuti alur yang itu-itu saja. Bisa jadi kita sendiri yang menjalani putarannya atau justru orang lain yang mengikuti lintasan yang pernah kita lewati sebelumnya. Tanpa kita sadari ternyata kita mengikuti alur yang sudah pernah orang lain lalui, dan banyak orang di luaran sana yang juga mengikuti kita. Dunia memang aneh.

Sudah beberapa teman yang membuat pengakuan kalau mereka rajin mengikuti tulisan-tulisan saya di blog ini. Kalaupun mereka baru menemukan blog saya, mereka kemudian tidak keberatan untuk membacanya dari awal. Bayangkan, mereka membaca setiap postingan yang jumlahnya sudah sekian ratus. Entah untuk apa. Entah karena penasaran, entah karena tertarik atau justru karena mereka seperti sedang berkaca. Entahlah.

Sebut saja jumawa kalau saya mengakui ternyata ada selintas bangga yang muncul di hati saya. Bangga karena ternyata tulisan-tulisan saya yang seringnya berisi curhatan ala ABG, tulisan penuh drama, ada yang mengapresiasi sedemikian rupa. Bangga ketika mengetahui bahwa kemuraman yang seringkali saya bagi ternyata bisa membuat orang lain tersenyum karena mereka merasakan hal yang serupa. Untuk saya apresiasi tersebut adalah bonus dari konsistensi dalam menulis meskipun tujuan utama menulis buat saya adalah membuat testimoni. Bukti jalanan yang pernah saya titi ketika saya mengikuti sebuah titah takdir.

Mungkin banyak dari kita yang akan menyangsikan ketika ada orang yang mengaku bahwa telah mengikuti tulisan kita sejak lama. Bisa saja orang tersebut hanya melakukan lip service untuk dekat dengan kita atau apalah. Tapi saya tidak. Saya yakin ketika ada seseorang yang bercerita bahwa dia sudah membaca postingan-postingan kita sejak lama, artinya mereka memang melakukannya. Apa saya terlalu naif? Saya pikir tidak. Kenapa? Karena dulu saya juga melakukan hal yang sama. Mengikuti kehidupan seseorang perantaraan tulisannya di blog.

Saya memang telat mengenal blog. Baru pada awal tahun 2008 saya mengetahui eksistensi blog dan sejak saat itu saya seperti memiliki kewajiban baru. Menulis. Perkenalan saya dengan blog juga diperantarai sebuah buku yang sebetulnya berisi kumpulan postingan seorang penulis di blog pribadinya. Blog tersebut yang kemudian menjadi salah satu blog favorit saya, blog yang menginspirasi saya tiada henti. Melalui tulisan-tulisannya saya berkaca, perantaraan kalimat-kalimat di blognya saya kemudian merasa tidak kesepian. Tidak merasakan berat beban yang sedari dulu saya pikul sendirian.

Di awal perkenalan, saya menyempatkan waktu hampir setiap hari menyambangi blognya. Membaca dari awal postingannya yang jumlahnya sudah ratusan, dan saya tidak pernah lelah karena di akhir kunjungan saya selalu tersenyum atau paling tidak mengelus dada. Sebuah hiburan yang seperti mengangkat kisah hidup saya sendiri melalui tangan orang lain. Dari sana saya kemudian mencoba membuat cerita saya sendiri melalui tangan saya. Tidak ada niatan untuk dijadikan cerminan bagi orang lain, saya hanya ingin menjadi penulis kisah hidup saya sendiri. Tapi ketika kemudian ada yang tidak sengaja membaca dan merasa seperti cerita mereka, maka saya bersyukur karena saya bisa membuat orang lain tersenyum melalui prosa yang saya ciptakan.

Saya mengerti benar kalau tulisan saya sering kali muram. Berisi lebih banyak kesedihan dibandingkan kebahagiaan. Tapi kalau ada diantara kalian para silent reader, yang tidak pernah meninggalkan jejak di setiap kunjungannya, merasa ada kesamaan dengan apa yang kalian pernah atau sedang alami. Saya hanya ingin berbagi dan bukan meratapi kesedihan secara berkepanjangan. Jangan kemudian berpikir bahwa ketika saya sedih maka saya akan berketerusan dan menyebarkan aura muram. Seringnya setelah menulis cerita yang sedih saya menjadi seperti dipulihkan. Menulis sesuatu yang sedih untuk saya adalah sebuah terapi untuk lepas dari kesedihan itu sendiri.

Apabila nanti, suatu hari, ketika membaca sebuah postingan di blog ini kemudian merasa ingin berbagi, jangan sungkan-sungkan untuk menghubungi saya. Saya siap berbagi, saya siap mendengarkan. Dan saya janji tidak akan menghakimi. Jangan mengulang kesalahan saya ketika dulu tidak berusaha mengontak sang inspirasi blog saya ini karena dibelenggu malu. Saya siap berbagi bukan karena saya merasa lebih tapi justru lebih karena saya merasa bukan siapa-siapa.

1 komentar:

Jo mengatakan...

Kok kayak dejavu gitu ya baca postingan lo akhir2x ini. Sepertinya beberapa repost deh hihi