Halaman

Senin, 12 September 2011

Lagu Bisu

Dua buah harmoni lagu bisu mengalun bergantian dari speaker komputer jinjingku. Lagu bisu yang ternyata masih menyelip tersimpan rapih di salah satu folder fileku bertitelkan kenangan. Lagu yang dalam kebisuaannya mampu menyeretku pada potongan ingatan yang sengaja aku bekukan di kamar kos mu sore itu. Potongan ingatan yang tidak lantas meleleh bahkan ketika terpapar panas yang seringkali tidak bisa dihindari.

Kuulang memutar harmoni lagu bisu itu ketika telah mencapai bagian akhirnya, sekali, dua kali, sampai berulang kali, sampai harmoni lagu itu lengket dalam gendang pendengaranku. Harmoni lagu bisu itu terus berdengung, bergantian, mengisi seluruh ruang kenanganku, sampai penuh. Bahkan ketika kupejamkan kedua mataku, dengan jelas aku masih bisa melihat bagaimana proses penciptaan harmoni lagu bisu itu berlangsung.

Jemarimu menari lincah di atas tuts-tuts pianomu sore itu. Jiwamu melebur dalam setiap nada yang tercipta dari senar-senar di bagian dalam piano kebanggaanmu. Sesekali kamu memejamkan mata sambil terus meliuk diantara choda yang tercipta. Kamu ulangi choda-choda itu kalau misalnya menurutmu harmoni yang terbentuk tidak sesuai dengan apa yang kamu inginkan. Begitu banyak coretan di buku not balokmu, kemudian kamu bilang kalau kamu ingin semua itu berlangsung sempurna.

Aku duduk di pinggiran dipan, mengamatimu dari belakang. Melihat punggungmu yang kadang tegang, kadang santai mengikuti bunyi-bunyian yang mengalun mengisi penuh kamar kos mu sore itu. Aku memilih untuk lebih banyak diam, ikut tenggelam dengan semua prosesi pembuatan dua buah lagu bisu. Lagu yang akhirnya mendapati titik temu. Lagu yang akhirnya menyambungkan puluhan not menjadi sebuah harmonisasi lagu lengkap, tapi masih bisu.

Kamu ulangi lagi memainkan 2 buah lagu bisu tersebut setelah sebelumnya kamu pasang alat perekam di komputermu. Kamu kirimkan lagu-lagu itu ke emailku, dan kamu bilang sekarang adalah giliranku.

Tugasku adalah membuatnya tidak lagi bisu. Kamu menginginkanku menaruh kata-kata berima di setiap harmoni yang sudah tercipta. Kamu ingin lagu yang kamu gubah tidak lagi cacat, tidak lagi hanya alunan nada tanpa kata. Kamu kemudian bilang bahwa kamu ingin dua lagu itu menemukan takdirnya, bertemu dengan kata. Menjadikannya sempurna. Seperti impian kita.

Sayang, kita berakhir sebelum lagu itu berlabuh mengikuti khitahnya. Kita menyelesaikan apa yang pernah kita sepakati justru sebelum lagu itu mengawinkan harmoni dan syair dalam peraduannya. Dan ketika itu kamu memintaku untuk melupakan semuanya, melupakan mimpi-mimpi kita termasuk di dalamnya memberangus proyek dua buah lagu yang sebetulnya bisa menjadi sebuah testimoni. Saksi kalau kita pernah bersama. Tapi untuk apa?

Tiga tahun berlalu, dan lagu itu seperti terlupakan. Menguap menjadi awan yang sebetulnya masih menggantung di langit yang tak pernah ingkar berpasangan bahkan ketika hari cerah sekalipun. Jadi ketika malam tadi aku menemukannya lagi dan memutarnya berulang kali, aku merasa masih berhutang untuk menyelesaikan bagianku. Tidak peduli kalau sekarang kamu sudah bahagia dengan orang lain, aku hanya ingin membuat lagu itu bertemu takdirnya.

Aku ingin lagu itu tidak hanya suara tanpa kata, aku ingin lagu itu tidak lagi bisu. Dan aku berjanji akan kukirimkan kepadamu ketika aku sudah menyelesaikan bagianku, tidak peduli kalau nantinya kamu akan buang lagu itu ke jalanan. Setidaknya lagu itu tidak lagi bisu.

3 komentar:

Wuri SweetY mengatakan...

IYa kang, kalo udah jadi, kasih dengar kita ya!!!*ngarep*:p

Selamat Berkarya!!!

Andy mengatakan...

Lagu yang kamu ciptakan boleh bisu seperti batu karang,tapi makna yang terkandung di lagu bisu itu membuat kita menjadi berbicara dengan rangkaian kata sejuta pujian yang indah
Dah aku follow blog kamu,gantian follow back balik ya

Apisindica mengatakan...

@Wuri: nggak mau ah, rahasiaaaaa. Hehehe, nanti aja kalo lagunya udah tenar :)

@Andy: terima kasih sudah berkunjung. Polbek nggak yaaaaah? xixixixi