Halaman

Senin, 25 Juli 2011

Metamorfosis

Taman aksara yang saya reka sudah berusia tiga tahun lebih, dan saya bersyukur karena saya tetap setia. Saya tetap mengumpulkan serakan aksara untuk dirangkai menjadi sekedar prosa, tidak untuk orang lain cukup untuk saya. Taman yang selalu membuat saya nyaman bersembunyi dari hiruk pikuk kehidupan yang sering kali melelahkan. Taman yang bisa menyembuhkan saya dari perasaan kehilangan atau sendirian. Taman yang membuat saya bertransformasi menjadi dewasa dalam hal tulisan.

Dulu saya hanya ingin menulis, membuat seperti peta dari perjalanan saya sendiri melalui sederetan testimoni. Tidak peduli tulisan itu kemudian ada yang mengapresiasi ataupun tidak. Tujuan saya hanya menulis, dan kalau dalam perjalanannya ternyata banyak yang mengapresiasi maka saya anggap itu sebagai bonus. Hadiah dari konsistensi saya meronce aksara menjadi sebuah cerita. Cerita yang menurut sebagian banyak orang muram dan kelam.

Dan saya tidak peduli. Saya konsisten dengan kemuraman meskipun saya tidak pernah bermaksud membagi kemuraman itu dengan siapapun, apalagi menularkannya. Saya hanya ingin berbagi karena saya yakin banyak orang di luaran sana yang memiliki masalah yang relatif sama, atau bahkan lebih. Hanya saja saya mengemasnya dalam kacamata yang mungkin buram. Menyisakan kesesakkan ketika selesai menelisik sebuah cerita yang saya gurat perantaraan aksara.

Taman saya memang muram, saya akui itu, dan dalam kemuramannya dia juga bertransformasi. Dari berisi tulisan tanpa konsep menjadi penuh konsep bertaburkan diksi. Dari tanpa pembaca menjadi banyak pembaca dan kemudian tanpa pembaca (lagi). Itu saya anggap dinamika, sesuatu yang tidak bisa dihindari. Tapi satu yang ternyata statis, tampilan taman aksara saya selalu itu melulu. Mungkin bagi orang lain membosankan dan saya mencoba mengabaikan dengan hidup dalam penyangkalan.

Kalau ada yang berpikiran saya tidak bosan, maka itu salah besar. Saya bosan karena seperti halnya bagian lain dari taman aksara, saya ingin semuanya dinamis. Tidak hanya bertransformasi tapi juga bermetamorfosis seperti apisindica itu sendiri. Sayang kemampuan saya untuk berbenah taman yang sudah saya pelihara hitungan tahun sangat terbatas, jadi saya membiarkannya sepeti itu. Seperti lukisan tua yang menggantung di dinding muram sebuah musium yang banyak ditinggalkan.

Tapi lihat, sekarang taman saya berubah. Dengan bantuan seorang karib bernama Enno, taman saya beserta lebah madunya mengikuti titah alam. Bermetamorfosis. Lewat tangan terampilnya Enno menyuntikan hormon baru yang sudah lama lenyap sehingga taman saya dan lebahnya bisa keluar dari kepompong yang mati suri. Saya seperti hidup kembali, karenanya ijinkan saya mengucapkan ribuan serak terima kasih kepada karib saya itu untuk nyawa baru yang berhasil ditiupkannya.

Taman saya sekarang lebih kekinian. Mengikuti gerusan jaman menjadi lebih dinamis. Dan semoga saja dengan perubahan baru ini tidak mengubah konsistensi saya dalam mengoreskan sebuah cerita yang lagi-lagi mungkin hanya untuk saya. Kalaupun ada yang merasa terdapat kemiripan dengan gubahan yang saya tuliskan, saya mengajak berkaca bersama-sama dan berkata sambil menggandeng tangan bahwa kalian tidak sendirian. Setidaknya ada saya yang akan menemani bermain di taman aksara.

Sekali lagi saya ucapkan banyak terima kasih kepada Enno dan juga pembaca-pembaca lain yang sudah setia baik yang selalu menyisipkan komentar ataupun yang selalu membaca dalam diam. Tanpa kalian taman aksara bukan apa-apa, tanpa kalian lebah madu tidak akan bisa mengumpulkan nektar. Ijinkan saya dalam segala bentuk kesederhaan bersyukur karena memiliki kalian semua yang sudah saya angap keluarga.

Saya juga berdoa semoga dengan berubahnya tampilan taman aksara ini, saya segera bertemu jodoh saya. Karena sebetulnya dia curang, hobinya bermain petak umpet. Saya disuruh terus menjaga sementara dia asik bersembunyi. Entah dimana. Mungkin saja di taman aksara ini, tapi apapun itu saya mengucapkan dengan tulus kepada siapapun, mari kita bermain di taman aksara! Dan akan kalian temukan siapa saya sebenarnya. Seseorang yang tidak lagi bertopeng kata.

5 komentar:

Rona Nauli mengatakan...

kalau main ke taman ini, rasanya itu seperti apa ya namanya? penuh? puas? kaya pas laper, nemu makanan, sudah dimakan, rasanya ndak kekenyangan ndak kurang...pas? :D

ehehe..kok jadi ngomong makanan ^^

Enno mengatakan...

iya rona bener... disini rasanya sll pas... mgkn krn apis menulisnya dgn tulus ya? hehehe...

ur welcome yaaaa....
aku seneng bisa bantuin apis bermetamorfosis... krn jujur aja, udah lamaaaaa pisan aku teh gemes liat blognya yg ga pernah ganti kulit. hahaha...

semoga hasilnya memuaskan ya?

*peyukpeyukpeyuk*

Farrel Fortunatus mengatakan...

Lebih fresh dengan tampilan baru, agak-agak bergaya retro gimana gitu ya he he he... semoga apis makin prduktif menghasilkan tulisan" yang bisa menginfluence pembaca setianya... amiiiiinn...

Anonim mengatakan...

oh blognya ulang taun? met ultah buat blognya kang

Apisindica mengatakan...

@Rona: analoginya bikin terharu. Makasih yah...

@Mbak enno: aw, menulis dengan tulus! hehehe. Pokoknya Nuhun pisannya...

@Farrel: amiiiiin. Semoga saja...

@Zi: nggak ulang tahun kok, ini cuman ngasih kado aja buat blog aku. :P