Halaman

Rabu, 13 Juli 2011

Melalui Angin

Saya mengenal orang ini perantaraan angin. Melalui aksara yang diterbangkan bersamaan dengan debu. Aksara yang kemudian mengendap dalam imaji dan membangun sosok tanpa wujud asli. Saya hanya berharap bahwa angin ikut menghembuskan nyawa sehingga membuatnya menjadi nyata, tak hanya berupa kata.

Kepada angin saya kemudian selalu menitipkan pesan, mencoba mengenali jati dirinya. Mengorek detail relief hatinya yang seakan beku. Tetapi yang saya dapatkan hanyalah dingin, karena dia tidak mudah disibak. Dia berlindung dalam ketegaran laksana karang di tepian pantai. Kokoh berdiri diterjang gelombang.

Saya berjuang dalam keyakinan pada angin. Yakin bahwa angin akan menyampaikan semua pesan yang tak perlu saya ucapkan. Saya hanya yakin bahwa dibalik baju besi yang dia pakai, saya akan menemukan sesuatu. Sesuatu yang mungkin saya cari selama ini dalam pengembaraan hati, pengembaraan yang tak jelas ujungnya karena seringkali hanya menempatkan saya di gurun tandus tanpa suara.

Saya memanjatkan doa perantaraan angin, berharap Sang Sutradara Hidup mendengar semua pinta. Saya hanya meminta diberi kesempatan untuk mengenal dia lebih jauh, menuntaskan apa yang sudah saya mulai. Menyelesaikan kepenasaran akan cinta. Melalui angin saya tak lagi berbisik, saya berteriak lantang : Tolong beri saya kepastian!!!

Ternyata tak perlu ribuan anak panah yang terlepas dari busurnya seiring waktu, angin kemudian memberi saya jawaban. Keterbukaan yang saya cari selama ini akhirnya terpapar dengan sempurna. Saya melihat dia justru dalam perspektif yang tidak lagi sama, dan ternyata saya tidak siap. Dia, seseorang yang saya ingin ketahui aslinya ternyata sedangkan memanggangkan tubuhnya dalam bara. Menomorsekiankan logika hanya karena cinta.

Angin tidak hanya memberikan jawaban, tapi angin juga membelot. Dia berubah menjadi badai, memporakporandakan hati dan perasaan saya. Memaksa saya untuk terhempas mundur dari dalam himpunan. Mencabuti rasa yang sedang saya semai, melucuti semua keyakinan saya akan damai.

Saya yang dihempas kenyataan kemudian bergumam : “Angin, entah ini cobaan atau becandaan, tetapi kenapa engkau mengirim lagi sebongkah hati dengan status kekasih orang?”

7 komentar:

Hans Febrian mengatakan...

this one is so wow! :D

Enno mengatakan...

again? oh noooo!!!!

*peyuk apis*

btw nulis pake hati yaaaa? ketauan, soalnya keren :P

emang biasanya jelek? apis bertanya sambil mengacungkan golok.
*enno kabur ke kairo, ngumpet di balik spinx* :))

Anonim mengatakan...

Angin itu melucuti baju, kaos dan celana dalamku.
Angin itu juga yang membuatku terhempas tanpa busana dalam pelukannya. Angin cintakah? Ternyata bukan. Itu hanya sekedar angin yang berhembus begitu saja.

Angin yang datang dan pergi tanpa aku undang.

Apisindica mengatakan...

@Hans : so wow? So thanks lho!! :))

@Mbak enno: apa yang again? hehehe.

peyuk balik mbak enno...

nulisnya nggak pake hati kok, pake laptop doank! #bacok

@arik: haduuuh, kenapa selalu mesti kesitu yah arahnya.Hehehehe

Gloria Putri mengatakan...

wedew...kang apiss.....nice one nihhh...bagussss :D

Apisindica mengatakan...

@gloria: hadeeeeh, konsisten yah manggil akang :)

seperti biasa, makasih yah!

Cindikya mengatakan...

cuma bisa bengongg,,*saking bagusnyaa