Halaman

Kamis, 07 Juli 2011

Hujan

Lihat, di luar masih saja hujan padahal beberapa hari kemarin aku sudah membaui kemarau. Sudah jarang aku lihat gelungan awan yang membentuk ekor hujan, bahkan bau tanah kering sudah memenuhi lorong-lorong jalanan seperti dupa yang dibakar di malam keramat.

Aku menyukai kemarau, aku kecanduan kerontang. Dan aku benci hujan.

Hujan membuatku teringat padamu, melingkarkan lembar-lembar ingatan dengan ikatan kencang yang sebenarnya aku ingin terjang. Tapi bagaimana aku bisa beranjak kalau hujan sering memapah halaman, membasahi pepohonan yang belum sepenuhnya kering. Aku tidak suka hujan, karena menurutku hujan justru menyakitkan. Membawaku pada bongkah kesedihan yang seperti dikoyak berulang-ulang ketika debu digantikan becek jalanan.

Aku membenci hujan seperti halnya aku membencimu. Sudah ribuan kata maaf aku ucapkan, karena katanya memaafkan akan membebaskan jiwaku dari pasung berkepanjangan. Memaafkan akan menyuburkan hati untuk siap lagi ditanami. Memaafkan...dan aku sudah melakukan itu, berulang-ulang kali. Tapi kenapa ketika hujan datang perasaan membencimu justru tumbuh lagi. Seperti akar belukar yang kehilangan dormansi perantaraan lindian air, kembali berdaun setelah sebelumnya mati suri. Hidup menggagas jalar merajalela.

Di luar hujan, dan aku masih saja memupuk dendam.

Ingatkah apa yang sudah kamu lakukan waktu itu? Saat itu di luar hujan, dan aku menggigil. Bukan gigil karena dibekukan dingin, bukan juga gigil karena diterpa angin yang hilir mudik menyelusup melalui kaca nako yang dibiarkan terbuka. Aku menggigil karena aku tidak terima dengan apa yang sudah secara sepihak kamu putuskan. Aku memang menggunakan hakku untuk berbicara, membela diri karena aku merasa perlu. Mempertahankan apa yang sebetulnya masih bisa aku pertahankan. Tapi kamu memilih tuli, mengabaikan semua sarana.

Apa sih hebatnya dia sampai kamu memilih untuk beranjak dari hunian hati kita dan berpaling ke arahnya? Aku tidak bodoh, aku tidak akan mempermalukanmu di hadapan teman-temanmu. Aku tidak nista, dan meskipun aku nista aku akan berdiri setia kepadamu sampai kapanpun. Aku tidak miskin, aku punya pekerjaan yang menjanjikan yang artinya aku tidak akan menyusahkanmu secara finansial. Apa yang dia punya dan aku tidak? Apa yang dia tawarkan dan aku mungkin sungkan? Apa? Tidakkah kamu ingin menengok sejenak ke belakang untuk melihat apa yang sudah aku lakukan? Aku bukan perhitungan, aku hanya ingin menunjukkan bahwa aku layak dipertahankan.

Aku membencimu karena hujan. Saat kamu berlari ke arahnya dan meninggalkanku, hujan sedang deras membanjiri ladang. Mengaliri parit-parit dan membuatnya tergenang, menghanyutkan segala perasaan yang hanya bisa dikenang. Akhirnya kukemasi segala sesuatu yang pernah kupelihara di lubuk perasaan. Kupunguti tetesan rindu yang pernah kutampung dalam berlembar-lembar surat cinta. Kusimpan semuanya di halaman, berharap datang bandang yang akan menghanyutkannya menabrak karang. Mengoyaknya hingga menjadi serpihan, hingga tidak ada lagi yang bisa di kenang kecuali ketika hujan.

Aku benci hujan. Bagaimana aku bisa melupakanmu kalau setiap ada kesempatan kamu datang menunggang hujan. Menitis dalam rintik yang hinggap di pucuk cemara.

9 komentar:

Gloria Putri mengatakan...

aq juga benci hujan

bikin banjir, gak bisa kemana mana,
becek, gak ada ojek...
hehehhehehehhee

sabar kang :)
cari yg lain atuhhhh :D

hehehe, semangat yaaaa

Rona Nauli mengatakan...

aku pernah membenci hujan. pernah berniat membunuh setiap gerimis. karena seringkali ia yg datang pertama sebelum menjadi hujan dan membadai. pernah bertanya cara membunuh gerimis pada matahari....

seiring waktu, belajar menerima bahwa gerimis, hujan, dan badai sekalipun memang harus ada...supaya suatu saat pelangi tiba, indahnya ikhlas dan khusyuk dirasa :)

just a sharing, kang :)

Enno mengatakan...

nah.

giliran aku yg kesindir skrg...

meni kasabit-sabit kieuuu huhuhu...

tega nian dikau, apis!
Lho kok apis yg diomelin ya? hahaha

btw dah sembuh ya sptnya :)

the rain mengatakan...

waduh ini mantan yg mana lagi. Abis banyak yg lalu lalang d kehidupan apis. Berasa laku benerrr!

Apisindica mengatakan...

@gloria: kalo perkara cari yang lain, tentu sajah, udah dari dulu :))

@rona : ini juga cuma sharing kok...

@mbak enno: huahahaha, eh nggak maksud lho gw. Apabila ada kesamaan cerita artinya itu hanya kebetulan semata :P

@rain: mantan yang mana yah? ngitungjari :D

Arya mengatakan...

Gan ... makin afgan aja nih tulisannya :) #kaskusmode

ajarin dong nulis kata-kata puitis gituuuuu .... gue kok lempeng dot com ampun2an kalo nulis yak... maunya yang kayak penyair gitu gan :)

Apisindica mengatakan...

@mas arya: bos (ala-ala penjual di glodok) aku malah iri lho sama tulisan-tulisannya bos. Sederhana tapi menginspirasi. Selalu ngak bisa nulis sesederhana itu :)

eh kita kan ada janji ketemuan buat ngopi2 cantik. kapan neh? bentar lagi kan puasa.

Anonim mengatakan...

Tertarik dengan kata 'menunggang hujan'.

Boleh nggak, diganti dengan 'menungging hujan'?

Terdengar lebih seksi &^%$$##@(() hahaha ...

Apisindica mengatakan...

@mas arik: huahaha, tetep yah gak jauh-jauh dari situ :P