Halaman

Selasa, 01 Februari 2011

Kamu, Dia dan Aku

Bukankah sudah kukatakan untuk menjauh dan tidak lagi kembali. Mengingatmu hanya akan memaksaku seperti membuka kotak pandora. Penuh masalah yang jalinannya tidak bisa diurai dengan mudah. Memaksa kakiku untuk terbelesak dalam tanah lapang yang masih basah sehabis diguyur hujan. Membelenggu.

Urusan kita sudah selesai, bahkan ketika cerita belum sempat untuk dimulai. Jadi jangan membuatku untuk berpikir berjalan lagi ke titik awal. Garis finish sudah dilewati meskipun garis start belum kita lalui. Tak perlu menyalahkan keadaan karena toh akhirnya kita sama-sama berjalan walau arahnya berlawanan. Saling mencari peraduan masing-masing yang tak mungkin bertautan satu sama lain.

Kamu bilang kamu menyesal, kamu bilang dulu kamu dirundung ketakutan. Tak perlu semua kamu ungkap sekarang, tidak akan ada artinya. Semua kata sesal sudah tidak berguna, biarkan mengkristal di udara yang lembab tanpa cahaya. Mengungkit justru akan membuat semuanya semakin muram, menanarkan langkah kita yang sudah tegap menyongsong hari yang cerah. Membaurkan jalinan persahabatan yang pernah kita janjikan.

Lihat sekarang kamu tidak serapuh dulu. Tidak takut mencoba sesuatu yang awalnya memberongsongmu untuk maju. Sayap sudah tumbuh dengan sempurna bukan hanya di mimpimu, tapi merekah indah di jiwamu. Dengannya kamu bisa melewati lintasan harap tanpa perlu lagi ada keraguan. Terbang setinggi apa yang kamu mau, tanpa takut terhempas angin yang berputar mengejar. Bukankah dulu aku sempat bilang kalau aku percaya bahwa kamu akan mampu melewati ini semua. Dengan atau tanpa aku.

Bagaimana dengan aku? Pertanyaan itu mungkin terbersit di anganmu. Aku baik-baik saja seperti yang sudah aku janjikan waktu itu. Tak akan ada yang bisa menghalangiku bertransformasi menjadi sesuatu, tidak juga sebuah luka akibat perpisahan yang mengharu. Aku terus bergerak, mengikuti jalan yang sudah terpampang menantang. Kadang memang bimbang ketika persimpangan menghadang, tapi aku tidak pernah berpikir untuk mundur. Belok ke kanan atau ke kiri jauh lebih baik ketimbang beringsut ke belakang. Jadi sekarang aku sudah beranjak dari pekarangan yang pernah kita pijak.

Soal hati, tak perlulah kamu cemas tentangnya. Sekarang aku tidak memeliharanya sendirian, ada seseorang yang bersedia menampung dan mengayun dengan hatinya bersamaan. Bukan karena belas kasihan karena aku tahu dia menyayangiku tanpa alasan, tanpa mengungkit luka yang awalnya masih menganga. Dengan sabar dia menjelma bagai obat yang menyembuhkan, merekatkan jembatan yang mulanya berjarak antara hatiku dengan hatinya. Berlekatan.

Sekali lagi tak perlu mengungkit semuanya dengan alasan kata maaf. Tidak ada tanggung jawabmu atas segala yang pernah kualami. Biarkan semua berlalu ditiup angin selatan yang mengigilkan, terhempas di salah satu puncak yang tidak akan tergapai. Aku sudah bahagia dengannya, seseorang yang telah dikirim tuhan untuk mengganti gelap dengan terang. Seseorang yang boleh jadi jawaban atas doa-doaku selama ini. Seorang malaikat yang menjelma menjadi manusia.

4 komentar:

Unknown mengatakan...

Tentang seseorang.

Seperti biasa, aku suka kata2nya :)

Farrel Fortunatus mengatakan...

memendam perasaan itu ga enak, menyimpan unek-unek itu menyesakkan dada, menyimpan cinta itu bikin merana... jadi ungkapkanlah dalam kejujuran... (sotoy bgt ya? kaya gw ngerti aja yang kamu tulis he he he...).

Apisindica mengatakan...

@andre: seperti biasa, selalu tentang seseorang... dan seperti biasa, terima kasih buat apresiasinya.

@Farrel: saya tidak memendam perasaan, tidak menyimpan unek-unek apalagi menyimpan cinta untuknya. Semuanya sudah usai seiring air yang terlindi menuju saluran. hehehe

prastikuak mengatakan...

salam kenal kak..