Halaman

Selasa, 28 April 2009

Terjebak Dilema


Baru baca salah satu blog yang juga baru nemu. Abis baca blognya dia yang saking niatnya, gue baca semua artikel yang udah di posting, (untung masih belom banyak) yang muncul di pikiran gue cuman satu kata. Syeremmmm. Bukan serem dalam artian kayak gue abis baca cerita pocong atau kuntilanak, tapi serem ketika gue merefleksikan dia beserta ceritanya ke kehidupan gue.

He’s a marriage man, but also a gay guy. What?? Gue tidak dalam kapasitas mengometari kehidupannya dia, never been there. Cuman membaca semua tulisannya membuat gue semakin takut untuk menikah. Bukan takut untuk membuat komitmen, takut untuk melangkah ke jalan hidup yang lebih nyata, lebih terarah tapi lebih ke takut untuk berbuat tidak adil terhadap semua pihak yang akan terlibat dengan pernikahan gue baik yang langsung maupun yang tidak.

Di salah satu postingan dia bilang kalau meskipun dia sudah menikah dia tetap berhak untuk mendapatkan kebahagiaannya sendiri dan salah satu kebahagiaannya adalah dengan berhubungan dengan laki-laki lain. Kebahagiaan? Kalau gue misalnya menikah nanti, masih berhakkah gue memperjuangkan kebahagiaan gue sendiri dengan berbuat tidak adil seperti itu. Gue masih belum yakin. Makanya gue sampai saat ini belum berani buat menikah.

Gue setuju bahwa kebahagiaan kita memang harus kita yang memperjuangkannya sendiri, tapi bukan dengan cara yang egois. Mementingkan kebahagiian kita sendiri dengan menyakiti orang lain, apalagi orang itu sudah menjadi istri kita. Gue berfikiran bahwa ketika gue SUDAH berani membuat keputusan untuk menikah, maka kebahagiaan gue bukan jadi prioritas utama, kebahagiaan dia atau kebahagiaan bersama yang harus lebih diutamakan. Mungkin kedengarannya seperti sesuatu yang gombal, tapi itu harapan gue tentang sebuah pernikahan. Melewati kebahagiaan bersama.

Gue sangat sadar bahwa kehidupan gue yang sekarang akan membuat gue susah sekali untuk berkomitmen dalam pernikahan. Gue masih sangat bahagia dengan jalan hidup yang sudah dengan sadar gue pilih, dan rasanya masih sulit untuk lepas. Bukan berarti gue tidak ingin lepas dan kemudian tidak seperti orang-orang lain yang menikah. Gue masih ingin menikah kelak, tapi tidak sekarang. Gue masih belum siap untuk berbuat adil pada pasangan gue nantinya, karena gue masih ingin bahagia dengan cara gue sendiri. Bahagia tanpa menyakiti.

Bagaimana dengan keluarga? Tanpa tanpa sadar gue sudah menyakiti hati mereka, orang tua gue. maaf gue tidak bisa terhindar dari menyakiti mereka, tapi gue harus tetap memilih bukan? Dan gue yakin bisa membahagiakan mereka dengan cara gue sendiri. Setidaknya menjadi orang yang tidak pernah merugikan orang lain. Melihat gue menikah mungkin sesuatu yang membuat mereka bahagia, membuat mereka merasa purna tugasnya di dunia. Tapi gue belum siap, gue belum siap membahagiakan mereka dengan cara itu. Membahagiakan mereka dengan menyakiti perasaan pasangan gue justru akan membuat gue menjadi orang yang tidak baik. Makanya gue belum mau memilih langkah itu. Tapi gue berjanji , gue akan membahagiakan mereka, kedua orang tua gue, dengan cara gue sendiri. Gue janji!

10 komentar:

menjadimanusia mengatakan...

Gw mau komen tapi bingung... karna kerjaan lagi banyak... ntar kali ya...

Hidden Closet mengatakan...

gw rasa tiap orang punya pertimbangan sendiri apakah dia akhirnya akan menikah ato nggak.
dan gw setuju sama lu, yang udah nikah gak boleh cari selingkuhan diluar, mo cowok ato cewek kek, sama aja.

Jeng Lucky yg lagi bingung milih desain undangan mengatakan...

ini sebuah paradoks, apakah orang kalau sudah menikah tidak mempunyai kebahagiaan pribadi.

Apakah kebahagiaannya ikut melebur sesuai dg perubahan perannya misal sebagai istri, sebagai menantu, sebagai ibu. Seperti kisah Si Putri dalam Supernova.

Tp aku pun tidak setuju klo selingkuh dijadikan alasan untuk mendapatkan kebahagiaan pribadi. Karena pernikahan adalah sebuah komitmen, yg dibuat berdasar nama Tuhan.

sintingmaut mengatakan...

Every people have different standarts each other for their own lifes, and each standart not driven at to influence others standards.

Ketika kita menemukan ada kejanggalan dalam kehidupan orang lain, tidak seharusnya kemudian membuat kita berfikir ulang atas parameter kehidupan yang telah kita buat...

Ngga usah takut menikah, karena setiap jalan yang telah digariskan Tuhan kepada setiap hambanya, tidak dibuat atas dasar kesia-siaan...

I believe that we have a unique pattern of life each other, and only HE knows the secret of each pattern

menjadimanusia mengatakan...

kalo gw setuju banget dengan yang namanya setiap orang punya standar pribadi... dan kadang2 kita gak bisa bilang itu sebagai benar atau salah...

Standar bahkan bisa berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya (seperti hadiah dari kartu kredit), kadang apa yang dulu kita bilang tidak ternyata kita lakukan juga di masa kini...

Semoga yang buruk2 tidak terjadi

Apisindica mengatakan...

@hidden: Yup, kita sependapat. Tidak ada lagi permisi untuk perselingkuhan saat kita sudah menikah.

@Lucky:Jelas ketika kita menikah kita masih berhak atas kebahagiaan pribadi kita. tapi bukan kebahagiaan yang mengesampingkan perasaan pasangan kita. Itu egois!

@sinmau : "Ketika kita menemukan ada kejanggalan dalam kehidupan orang lain, tidak seharusnya kemudian membuat kita berfikir ulang atas parameter kehidupan yang telah kita buat..."

Terus terang gue tidak berfikir ulang karena kejanggalan hidup seseorang. Gue justru mengambil pelajaran, dan pelajaran itu kan bisa diambil dari orang yang melakukan kesalahan ataupun kebenaran. Apapun itu yang penting gue belajar sesuatu.

Gue tidak takut menikah, nanti. karena seperti halnya lu, gue tahu Tuhan pasti punbya skenario indah buat hidup gue. Dan gue yakin Tuhan tidak pernah menzhalimi umatnya.

@Days :Makanya gue bilang, gue tidak dalam kapasitas mengomntari kehidupannya. benar atau salah kan itu perspektif seseorang, hak seseorang untuk melakukan sesuatu sesuai dengan yang diyakininya.

Dan gue percaya, kita bisa merubah standar kita karena kita belajar dan belajar.

BoewatChat mengatakan...

Setuju sama Apis, seperti halnya freedom of speech yg batasnya adlh tidak ada orang yg trganggu dgn freedom itu, demikian juga dgn kebahagiaan pribadi kita diatas kebahagiaan bersama sbg pasangan..

Ini buka masalah morality - sok suci - gituh, tapi betul2 ke penghormatan atas komitmen yg udah kita buat & sepakati. Kalo gak sanggup brkomitmen, nggak usahlah pake vow di depan saksi segala.. Kecuali kalo selingkuh itu sudah trmasuk item yg di exclude :p

Membaca blognya dia, gw jadi geleng2 kepala.. Tega & egois betul.. I think that's also the reason why he failed with M2M relationship.. Maaf loh buat yg bersangkutan kalo tidak berkenan..

MIG mengatakan...

Setuju oom Boewat!!!

Apisindica mengatakan...

@boewatchat : setujuuuuuuuuuuuuuu!!!!

@Noel: Setuju juga noel. Nggak rame yah balesan guenya! heheheheh

kepompong mengatakan...

setuju....... * semangat 45
ehhh sama yg mana ya???? * garuk2 pala
setuju semuanya dehhhhh
beda ntu kan indah.... ( cieee )