Halaman

Sabtu, 22 September 2012

Mamak Paraji


Ibuku seorang mamak paraji. Dia mendapatkan uang dari hasil orang mengejan. Dia memperoleh bayaran ketika membantu seorang ibu berjuang mengeluarkan bayi melalui proses yang dikenal dengan nama melahirkan.

Ibuku seorang mamak paraji. Dari kecil aku sudah akrab dengan suara tangisan bayi yang bisa terjadi kapan saja tidak kenal waktu. Bisa siang ketika benderang tapi tak jarang juga malam ketika katanya banyak hantu-hantu gentayangan. Bukan hanya suara tangisan bayi, aku juga sudah terbiasa dengan jeritan ibu-ibu yang geram karena kesakitan. Tak jarang aku mendengar ibuku dicaci dan dimarahi karena bayi yang ada di perut tak kunjung keluar. Anehnya ibuku yang seorang mamak paraji hanya diam.

Sebetulnya aku sedikit tidak senang ibuku berprofesi sebagai mamak paraji. Bukan karena aku tidak tahan melihat darah atau tidak tega melihat ibuku dimarahi orang yang sedang mengejan. Aku tidak begitu senang karena waktu ibu buatku menjadi sangat minim. Memang aku tidak pernah kekurangan kasih sayang, apalagi uang jajan tapi waktu ibuku menjadi sangat tersita. Sedari dulu aku harus belajar berbagi, ibuku bukan hanya milikku satu.

Ibuku seorang mamak paraji. Dia menghidupiku dari uang hasil orang mengejan. Berkolaborasi sempurna dengan bapakku yang seorang mantri kesehatan, menjadikanku makan dan sekolah dari uang para pasien yang bertandang. Lewat tangan para pasien-pasien itu dapur di rumah kami tetap mengepul. Lewat rezeki yang datang dari pasien-pasien itu aku bisa bersekolah di tempat yang bagus, menyemai mimpi agar suatu saat aku bisa menjadi mamak paraji seperti ibu atau mantri kesehatan layaknya bapak.

Pernah suatu hari aku bertanya kepada ibuku yang seorang mamak paraji kenapa dia seperti tidak pernah lelah. Seakan waktu baginya lebih dari 24 jam dalam sehari semalam. Dan aku tidak mendapatkan jawaban. Sebagai gantinya ibuku yang seorang mamak paraji membisikanku sesuatu. Dia bilang dia tidak pernah lelah karena dia punya mantra rahasia yang bisa mengenyahkan lelah dalam sekali hentakan. Aku mengejarnya dengan pertanyaan apa bunyi mantra tersebut. Otak kanak-kanakku tertarik dengan mantra seperti aku tertarik pada kembang gula sehingga dengan sabar aku menunggu ibu memberitahukan rahasia itu. Masih berbisik ibu memberitahukan rahasia itu langsung ke arah telingaku. Kata ibu mantra itu “uang...uang...uang”.

Ibuku seorang mamak paraji. Dia tidak menTuhankan uang, tidak menganggap kalau uang adalah sumber segala kebahagiaan. Ibu pernah bilang kalau kita melayani dengan tulus dan iklhas maka uang akan mengikuti sebagai imbalan. Setimpal dengan kerja keras yang sudah kita lakukan. Itu yang terus diajarkan ibu kepadaku. Uang bukan segala-galanya, tapi melihat kebahagiaan di wajah orang-orang yang sudah terlayani dengan tulus akan membuat semuanya lebih mudah. Membuat semua kesukaran akan menemukan jalan keluar termasuk penghidupan.

Ibuku seorang mamak paraji, dari tangannya mungkin sudah ribuan bayi diperkenalkan pada dunia luar. Tapi meskipun demikian, dia belum pernah menolong seorang bayi yang sampai kini masih diidam-idamkannya. Bayi mungil dimana ada darahnya yang ikut mengalir di dalam arteri dan aorta bayi tersebut. Bayi yang pastinya lucu. Bayi yang merupakan sumber banyak kebahagiaan. Bayi yang akan meneruskan silsilah keturunannya. Anakku. Cucu ibu.

Hari ini ibukku yang seorang mamak paraji merayakan hari jadinya yang ke-54. Dan sampai hari ini pula aku masih menyesal karena belum bisa memberinya seorang keturunan. Memang ibuku yang seorang mamak paraji tidak menuntutku berlebihan, tapi aku tahu kalau dia diam-diam menginginkannya. Tidak banyak bicara tapi aku yakin kalau ada keinginan itu terselip diantara doa-doanya.

Selamat ulang tahun mamak paraji. Semoga umurmu dipanjangkan oleh Allah SWT, dilimpahi banyak kebahagiaan dan diberikan keberkahan lewat tanganmu yang tidak pernah berhenti menolong orang. Tidak banyak yang bisa aku berikan, hanya setangkup doa agar sisa umurmu menjadi berkah yang akan membuatmu menjadi bagian dari orang-orang yang mulia. Amin.

Tiap tahun aku tidak bosan untuk juga meminta dimaafkan atas segala kesalahan dan ketidakmudahan selama aku menjadi anakmu. Atas kesabaranmu mendidik dan membesarkan aku. Kesabaran menunggu aku memberimu cucu. Ah sudahlah, bukankah semua itu pasti ada waktunya, aku hanya sedang menunggu giliran seperti apa yang sering engkau bilang. Yang pasti aku akan terus berusaha membahagiakanmu. Dengan caraku.

Ibuku seorang mamak paraji, dan hari ini dia sedang berulang tahun. Meskipun demikian dia tidak berhenti dari kegiatannya menolong orang yang sedang mengejan sambil merapal mantra andalannya. Uang...uang..uang...


2 komentar:

Sam mengatakan...

mamak paraji tuh istilah dari mana ya??

Apisindica mengatakan...

@sam : kayaknya sih istilah dari sananya. hehehe

nggak ngerti juga sih, di sunda disebut paraji a.k.a dukun beranak. Tau deh di daerah lain :)