Halaman

Kamis, 09 September 2010

Hujan, Ramadhan dan Memafkan

Coba lihat keluar jedela. Bukankah hujan masih datang sesering angin? Sebenarnya saya tidak suka hujan. Rintik seringkali membawa saya pada kenangan-kenangan yang sebetulnya ingin saya lupa. Genangan air di jalanan yang berlubang hanya menyiksa saya dengan memori yang tidak mau enyah dari labirin ingatan. Hal-hal tentang hujan semuanya menyakitkan, memberatkan langkah ketika ingin beranjak ke arah pencerahan.

Kali ini berbeda. Hujan yang turun di hampir sepanjang ramadhan memberi saya perspektif baru mengenai basah. Hujan memberi nasihat ketika perciknya mencumbu aspal jalanan kemudian terlindi dan menguap menjadi awan. Tidak peduli siklusnya berulang setiap hari, karena saya tidak bosan mencermati. Saya menjadi kagum tanpa disiksa oleh masa lalu yang selalu datang menunggang hujan.

Cermatilah hujan dengan siklusnya! Tapi jangan abaikan peran matahari, karena dia juga mengandung kalimat yang harus dicerna benar untuk menjadikan siklus hujan sebuah prosa yang mengagumkan.

Air – Hujan – Basah – Matahari – Kering – Hujan (lagi). Apa yang saya peroleh??

Saya memperoleh pencerahan. Setitik cahaya terang yang akhirnya saya temukan di lorong gelap sebuah pencarian. Terang yang saya harap bisa membuat saya bermain di tanah lapang tanpa takut tidak mampu menemukan jalan pulang. Ramadhan kali ini saya kiranya dapat sedikit menginderai jalan itu, memang masih samar tapi saya yakin pada saatnya semua akan menjadi jelas. Memapah dan memandu saya untuk pulang.

Cermatilah siklus hujan kemudian bandingkan dengan saya sebagai mahluk Tuhan. Kalau dosa yang sering saya lakukan diibaratkan dengan hujan di ramadhan kali ini, hitung berapa banyak yang sudah saya dapatkan. Begitu banyaknya yang pasti menjadikan saya seorang pendosa yang tidak termaafkan. Tapi seperti saya bilang, jangan pernah abaikan peran matahari. Peran Tuhan. Apakah matahari pernah bosan menguapkan air yang turun karena hujan? Tidak. Sesering apa hujan itu turun, sesering itu jugalah matahari bekerja mengeringkannya.

Tuhan bekerja seperti itu. Setiap kali kita melakukan sebuah dosa, tidak peduli sesadar apa kita melakukannya, apakah Tuhan tidak memaakannya? Tuhan akan memaafkannya. Membasuh semua dosa dengan ampunan. Tidak berpikiran bahwa ketika kita sudah dimaafkan kita tidak akan melakukan dosa yang sama. Berulang kali kita lakukan, berulang kali juga Tuhan memafkan. Tidak pernah bosan. Bukankah Tuhan sebegitu baiknya, kita hanya seringkali alpa dan mengabaikannya.

Di ujung Ramadhan ini, saya ingin belajar seperti Tuhan. Memaafkan tanpa berprasangka. Membuka lebar pintu maaf tanpa memilih siapa yang harus harus dimaafkan dan siapa yang tidak. Mungkin lebih dari itu, saya juga ingin belajar melupakan setelah memaafkan karena melupakan buat saya jauh lebih sulit daripada memaafkan. Saya hanya ingin belajar seperti Tuhan. Tidak ada embel-embel lain setelah keluar prosesi memberi maaf.

Tapi saya juga manusia biasa. Manusia yang sering melakukan perbuatan dosa kepada sesama manusia sesering hujan yang turun mencumbu pekarangan. Saya sadar benar bahwa dari mulut saya ini kerap keluar kalimat-kalimat yang tidak pantas untuk di dengar. Saya tahu bahwa otak acap kali memerintahkan saya untuk bertindak yang merugikan orang lain, menzhalimi. Saya juga tidak lupa bahwa seringkali hati saya berprasangka yang tidak-tidak kepada banyak orang. Saya Tahu dan sadar benar.

Karenanya, di penghujung Ramadhan yang mulia ini ijinkan saya untuk luruh bersimpuh dalam untai maaf. Ijinkan saya untuk meminta helai-helai pengampunan kepada sesama manusia. Biarkan saya memintalnya menjadi baju hangat yang akan saya pakai ketika kelak saya bertemu Tuhan melalui jalan yang saat ini masih terlihat samar. Setidaknya saya ingin mempersiapkan diri. Memakai baju yang pantas di hadapan-Nya.

Sekali lagi, ijinkan saya mengucapkan

MINAL AIDZIN WAL FAIDZIN
MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN.

Semoga di akhir perjuangan ramadhan ini kita semua kembali kepada Fitrah yang hakiki. Amin.

5 komentar:

Farrel Fortunatus mengatakan...

seperti hujan, yang membasahi dan menyejukkan setiap sudut di bumi, tak terkecuali. Maka tebarkanlah maaf itu kepada semua insan, tanpa menunda dan tanpa prasangka... Biarkanlah hatimu memancarkan kesucian cahaya surgaNya, tanpa memilih dan tanpa memilah... Selamat I Hari Raya Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir dan Bathin...

Linda Tan mengatakan...

‎​Hari Suci Diambang Pintu..
Kesalahan & kekhilafan Mohon Dimaafkan
Mari memulai lembaran baru..

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1431H
♏ȋ̝̊ηαℓ αȋ̝̊ϑzȋ̝̊η ωαℓ fαȋ̝̊ϑzȋ̝̊η
⌣»̶·̵̭̌·̵̭̌✽̤̥̈̊‎Mohon Maaf Lahir dan Bathin✽̤̥̈̊·̵̭̌·̵̭̌«̶⌣

Apisindica mengatakan...

@farrel: minal aidzin wal faidzin. mohon maaf lahir dan batin yah bro!!

@Linda: maaf lahir batin juga. mari kita isi lembaran baru ini dengan langkah yang lebih terarah.

Enno mengatakan...

maafin lahir batin juga ya apis sayang... siapa tau ada komen yang gak berkenan.

jgn makan ketupat kebanyakan, ntar gendut :)

Apisindica mengatakan...

@enno: iyah mbak, sama-sama.

udah gendud. Sekarang aku tahu kalau ada 2 hal yang merusak badan itu. Perjalanan dinas dan momen lebaran :)