Halaman

Senin, 30 Agustus 2010

Kepada Angin

Aku menitipkan surat kepada angin. Sepucuk surat cinta yang dibuat dari bulir-bulir air mata kerinduan. Surat yang kuretas perlahan sambil menunggu waktu yang tiba tidak menentu.

Angin aku pilih sebagai sarana karena aku yakin kalau dia tidak akan berdusta. Kalaupun dia tersesat, dia hanya akan berputar-putar pada kisaran tujuh arah mata angin. Pada akhirnya pasti akan sampai pada tujuannya. Mungkin angin tidak akan segera sampai, karena aku tahu kalau dia sering labuh sebentar di ujung batang. Mengamati embun yang menyublim di lembaran daun, atau mengawasi gutasi yang menetes ketika pagi. Tapi aku yakin kalau dia sadar akan tugasnya, menyampaikan suratku pada seseorang yang menunggu di negeri seberang.

Sebelum mengenal angin, pernah aku menampung rindu dalam berlembar-lembar surat cinta. Kemudian kusimpan surat itu di buritan, berharap ombak akan menghanyutkannya dan menabrak karang di negeri seberang. Negeri tempat sebelah hatiku sedang meretas mimpi. Mewujudkan sesuatu yang dari dulu dicita-citakannya. Menjadi seseorang.

Tapi ombak membelot, dia tidak menepati janjinya. Dia menggulung surat itu menjadi serpihan, menawarkan pada hiu untuk mencabik dan menghancurkannya dalam sekali gigitan. Ombak membuat cintaku waktu itu kandas tidak pada tuannya. Ombak membuatku kehilangan satu kesempatan. Ombak merenggut harapan untuk menyandingkan perasaan yang sering timbul tenggelam. Ombak memberiku suatu pengalaman. Kehilangan.

Hingga aku bertemu angin. Darinya aku belajar lagi bagaimana percaya, bagaimana cara memberi kesempatan kedua. Angin mengajariku bahwa memaafkan dan melupakan jauh lebih baik dari memendam. Berusaha tidak mengungkit-ungkit akan membawa cara pandang baru dalam melihat sesuatu. Angin membentukku dengan pola pikir yang lebih baru tentang dia. Si mata segaris.

Dulu buatku kesalahannya tidak termaafkan, atau kalaupun sudah kumaafkan bukan berarti aku mau kembali. Cukup sudah dia menciptakan banyak prahara, rasanya begitu banyak noktah yang dia cecerkan di putih rasa yang aku berikan. Tapi perasaan ternyata tidak bisa dipungkiri, aku masih menyimpan sesuatu. Pendar cinta yang ternyata belum mati semua, ada binar kecil yang masih menyala di sudut asa. Angin kemudian meniupnya, memberikan napas kehidupan. Membuatnya menjadi besar. Membuatnya kembali berbinar.

Ketika dia, belahan hatiku yang masih meretas mimpi di negeri seberang bertanya untuk kesekian kalinya tentang kesempatan kedua, aku menjawab tidak lagi ragu. Aku berujar sekeras angin yang menerbangkanku pada cakrawala penuh warna. Aku mengatakan iya. Aku memberinya kesempatan kedua. Kesempatan untuk merangkai kata penjadi prosa kemudian drama. Kesempatan untuk kami mengejawantahkan mimpi yang sebelumnya tertunda sementara. Aku kembali padanya.

Aku menitipkan surat kepada angin. Tidak peduli sesering apa dia hinggap di cabang-cabang ranting untuk mengamati absisi, atau labuh di ujung genting untuk menelaah purnama. Aku tidak peduli, karena sekarang aku yakin kalau pesanku tidak akan disabotase seperti halnya yang dilakukan ombak. Aku yakin pesanku akan sampai tujuan dengan selamat, ke haribaan seseorang yang tak ragu lagi kusebut sayang.

Sekarang aku menunggu waktu berpihak kepadaku. Waktu ketika dia akan kembali pulang, selamanya.

6 komentar:

Ligx mengatakan...

Semoga angin berpihak padamu.
Amien.

^.^

hoedz mengatakan...

semoga tersampaikan rindu mu padanya ....

pusisinya bagus .. menyentuh banget

Farrel Fortunatus mengatakan...

semoga anginnya tidak berhianat dan berubah menjadi angin puting beliung, angin bahorok atau bahkan tornado wkwkwk... angin sampaikan padanya... bahwa aku cinta dia..aa.aa.aa.. (jadi inget agu Dewa yg judulnya Angin neh...)

Apisindica mengatakan...

@Ligx: semoga.....amiin!

aku kangen kamu igh...

@hoedz: semoga....terima kasih. :)

@farrel: hihihi, berasa pelajaran geografi tentang jenis-jenis angin.

makasih yah Farrel...

Linda Tan mengatakan...

Smoga sang angin kan dapat menjadi angin yang hangat, sehingga dapat memberikan kehangatan buat "Apis"

Apisindica mengatakan...

@linda: amiiiiiin, makasih Linda!