Halaman

Senin, 16 Agustus 2010

Drama

Saya ingat, bulan puasa tahun lalu cobaan terberat saya adalah kamu. Hadir dengan cara yang tidak disangka-sangka, menetap dengan penuh keragu-raguan kemudian menyingkir dengan menimbulkan banyak pertanyaan. Semuanya saya jalani sebagian besar di bulan puasa, dan bagian besar itu adalah bagian yang justru menyakitkan. Bagian yang masih menyisakan jejak luka sampai sekarang.

Harusnya ketika saya memaafkan, mengiklaskan semua hal untuk kemudian melepaskanmu pergi, tidak boleh ada lagi jejak luka. Tidak boleh lagi ada serpihan kecil yang menyakiti ketika saya meniti kembali jalanan itu saat sekedar mencoba mengingat atau mengenang. Harusnya semua impas, tidak meninggalkan muatan beban yang memebelenggu langkah kaki. Harusnya memang seperti itu, tapi ternyata saya tidak kuasa. Saya tidak sekuat apa yang saya bayangkan.

Mungkin semuanya akan jauh lebih mudah ketika kita berjalan di setapak yang benar-benar berbeda, tanpa pernah beririsan lagi. Tapi kamu tidak mau memilih opsi itu, kamu lebih memilih opsi untuk menetap dengan cara yang lagi-lagi tidak aku pahami. Menawarkan sebuah jabat tangan yang membingungkan, kekasih bukan tapi lebih dari sebuah persahabatan.

Saya tidak mau, tapi kamu terus menerus mengerubungi.

Saya pernah mencoba berlari menghindar, tapi kamu justru malah mengejar dengan kecepatan dua kali dari yang saya lakukan. Kita terengah-engah dipijakan asa yang tetap masih baur. Tidak jelas.

Saya mencoba menjelaskan, tapi itu tidak lantas membuatmu mengerti. Saya mencoba berpasangan dengan orang lain, tapi kamu tidak peduli. Katamu kamu sudah sedemikiannya tergantung pada saya. Tapi ketika saya mengagas untuk menjadikan apa yang kita jalani sesuatu yang resmi kamu tidak mau. Entah pertimbangan apa lagi yang masih kamu pikirkan. Entah bagian dari diri saya yang mana yang masih membuatmu ragu.

Cobalah sesekali meraba perasaanku. Aku hanya ingin kepastian. Jangan kamu tarik ulur perasaan yang saya pertaruhkan untuk sesuatu yang sebetulnya tidak saya pahami. Tolong, saya tidak ingin mendrama lagi seperti halnya bulan puasa tahun lalu. Saya ingin puasa tahun ini saya jalani dengan penuh konsentrasi beribadah.

Setidaknya, biarkan satu bulan ini saya tidak dipusingkan dengan drama banyak babak yang selalu kamu bagi dengan saya. Biarkan saya tenang dalam proses penghambaan saya terhadap Tuhan, satu bulan penuh ini saja. Izinkan saya untuk tidak mengotori ibadah yang saya jalani dengan perasaan-perasaan cinta yang seringnya mubadzir.

Sekali lagi saya tegaskan, saya sedang ingin ibadah dengan khusuk. Jangan ganggu saya untuk sementara waktu.

3 komentar:

BaS mengatakan...

'Satu bulan penuh ini saja, izinkan saya untuk tidak mengotori ibadah yang saya jalani dengan perasaan-perasaan cinta yang seringnya mubazir'..........bulan depan boleh berarti?? Lha....pis? Hahaha.....

-Gek- mengatakan...

iya Pis.. masak bulan2 selanjutnya engga yak? :)
btw, met puasa dehhhhh

Apisindica mengatakan...

@BaS: saya tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di depan. Yang saya tahu hanya bulan ini saya ingin ibadah dengan benar, tanpa memboroskan hati untuk sesuatu yang tidak perlu.

kalau bulan depan ternyata memaksa saya untuk kembali mengotori ibadah saya, saya bisa apa.

(serius amat yah gw!!)

@Gek: bulan selanjutnya gimana entar aja.

makasih yah Gek!