Halaman

Kamis, 05 Agustus 2010

Ditinggal Menikah

Semalam kamu paksa aku untuk ikut bermobil denganmu. Hari sudah teramat larut dan rasanya lelah telah memberondongku untuk sekedar menikmati gelap. Kamu tetap memaksa meski aku sudah berulang kali menolaknya. Kamu bilang ada sesuatu yang penting.

Bahasa tubuhmu menggambarkan sebuah kerisauan. Entah apa, yang pasti aku melihat sebuah beban bergelayut di wajahmu.

Ketika kutanya kita mau kemana, kamu hanya menjawab singkat. “Nanti juga tahu!”

Ketika kutanya mau membicarakan apa, kamu juga menjawab dengan singkat. “Nanti kalau sudah sampai disana, kamu juga akan tahu!”

Hening lebih banyak mendominasi perjalanan kita. Tidak banyak percakapan yang tercipta, tidak banyak kata yang terlontar. Bosan. Dan ketika aku berusaha membunuh kebosanan itu dengan bermain BB, kamu marah. Kamu bilang aku tidak berempati dengan muatan beban yang akan kamu sampaikan kepadaku. Aku menyerah, akhirnya aku hanya berusaha menikmati alunan musik dari speaker di mobilmu malam itu.

Mobil menepi di tepian jalan dengan pemandangan kota Bandung. Sejauh mata memandang yang tampak hanyalah kelipan lampu rumah-rumah penduduk yang membuat semuanya jauh lebih indah. Aku ingat tempat ini, tempat dimana kita sering menghabiskan malam-malam panjang tanpa tujuan. Menikmati pekat, menghitung bintang. Disini juga kita sering berbagi cerita tentang apapun. Saling mencaci, saling mentertawakan kebodohan masing-masing.

“Aku akan menikah!” dia berkata tiba-tiba. Posisi tubuhnya berada beberapa meter di depanku sehingga aku tidak bisa melihat raut wajahnya ketika dia mengatakan hal itu. Tapi dari getar suaranya, aku tahu kalau dia mengatakannya dengan penuh kehati-hatian.

“Aku sudah tahu” jawabku singkat

“Kamu tidak keberatan? Maksudku kamu tidak apa-apa?” dia bertanya dengan posisi masih memunggungiku. Lagi-lagi aku kehilangan momen mengamati wajahnya ketika berkata semua itu.

“Untuk apa aku harus keberatan? Dari awal aku sudah bilang bahwa kalau kamu mau menikah ya tidak apa-apa. Jangan mengkhawatirkanku, aku baik-baik saja dan itu bukan masalah besar. Ini semua hanya masalah waktu, kalau waktu lebih berpihak kepadamu sehingga membuatmu harus menikah lebih dulu aku ridho”

“Benarkah?” Dia bertanya lagi. Kali ini dia membalikan tubuhnya dan memandangku.

“Sungguh. Jodohmu lebih dahulu sampai, tidak ada alasan untuk menunda-nundanya lagi. Tidak perlulah memperhatikan perasaanku, aku akan seperti biasanya. Mendukungmu dengan segenap kesungguhan. Bukan salahmu juga kalau jodohku datang terlambat, meski kamu harus yakin seperti halnya aku kalau jodohku itu akan datang suatu hari nanti. Sekali lagi ini hanya masalah waktu”

Tiba-tiba dia menghambur ke arahku kemudian memelukku dan berkata “ terima kasih atas pengertianmu”

Malam itu, di bawah jutaan bintang yang dihadirkan langit malam Bandung yang cerah dua orang laki-laki berpelukan erat. Tidak lagi ada beban dari laki-laki yang selalu memanggilku AA. Semuanya lenyap menguap seiring dengan angin yang mengigilkan tubuh karena malam semakin condong ke arah pagi.

Adikku akan segera menikah, melangkahiku.

11 komentar:

mayank mengatakan...

kakak yang baik

mayank sedih na bacanya dipertengahan...
terharu dibagian akhir...



:((

BaS mengatakan...

Di luar kebahagiaan karena adik loe menikah, ada terbersit sedih ga pis?

Menikah.........sigh........

vaan11 mengatakan...

Kenapa ya akhir-akhir ini saya selalu mendengar kata menikah? Di dunia nyata, juga di dunia maya.

Farrel Fortunatus mengatakan...

Tenang bro kamu ga sendirian, aku juga pernah mengalaminya. kalo disuruh nunggu" juga kasian adik kita, coz kita ga tau kapan saatnya buat kita, bahkan apakah kita akan menikah atau tidak? we don't know...

Cloud mengatakan...

pilihan yang bijak kak, walau aku tahu itu berat banget. But, tetaplah kuat, ku yakin kebahagiaan yang lebih besar kan datang pada orang yang tabah, ikhlas, dan penuh kasih kek' kak apis :)

Apisindica mengatakan...

@maiank: terharu boleh, sedih nggak boleh!! kenapa? karena saya bahagia dan saya ingin bahagia itu menular...

@bas: tidak ada perasaan sedih sedikitpun. Karena saya memiliki keyakinan kalau Tuhan tidak akan pernah menzhalimi umatnya. Dia pasti sudah mempersiapkan jodoh terbaik buat saya, pada waktu yang paling tepat. Saya menunggu dengan bahagia.

@si codet: mungkin menikah lagi happening... :)

@farrel: saya tahu bahwa banyak orang di luaran sana yang memiliki pengalaman yang sama. kalau mereka bisa dan bahagia, artinya saya juga bisa dan bahagia. Thanks for sharing...

@cloud: amiiiin. Saya hidup dengan keyakinan seperti yang kamu tuliskan. Makasih yah!

Linda Tan mengatakan...

Kakak yang baik...dan sangat pengertian.
Smoga cepat menemukan jodoh mu yach Pis ^_^

Apisindica mengatakan...

@linda: amiiiiiin. Insya allah. makasih yah doanya!

Anonim mengatakan...

selamat ya buat adiknya...:)
* ooooh dipanggil aa toooh

Ms. Grey mengatakan...

Gw jg bentar lagi di tinggal kawin sama adek gw.
Tp gw malah seneng, bisa request anak sama adek gw.
Hahahhahhahaha.....

Apisindica mengatakan...

@zi: iyah, dipanggil AA. hehehe

@grey: gw juga seneng, setidaknya adek gw bisa ngasih cucu duluan sama bokap nyokap gw. :)