Akupun sama, tidak memiliki alasan kenapa harus
menunda-nunda. Bahkan waktu seperti sudah tidak bersahabat memburu minta
dihentikan untuk kemudian kembali diputar. Nanti, ketika aku sudah menemukan
pegangan yang tidak lagi membuatku gamang merapal langkah di jalanan. Tapi
sekarang waktu masih saja memburu, membuatku lelah dan terengah.
Tentu saja akan aku hadiahkan sebuah kebahagiaan. Sesuatu
yang sudah aku persiapkan ketika aku mulai tersadar beberapa tahun silam.
Sayang, bentuk kebahagiaan itu belum juga menemukan ruang untuk kemudian
ditampilkan. Semua masih semu, masih berselimutkan seludang kelabu yang sulit
disibak bahkan oleh seperangkat doa.
Akupun sama, tidak lepas merapal doa sambil menengadahkan
tangan ke udara. Seringkali merasa sia-sia dan tidak berguna, tapi untungnya
aku masih diberi sehelai rasa percaya. Sehelai yang beranak pinak menjadi
tameng kokoh yang aku rasa bisa melindungiku dari segala mara bahaya. Atau
setidaknya dari salah langkah yang seringkali aku papah.
Aku mungkin bukan orang baik, tapi sekuat tenaga aku
berusaha untuk melakukan yang terbaik. Mungkin aku masih saja bingung dilimbung
persimpangan yang menghadang, tapi aku berusaha untuk lepas dari segala
cengkraman yang sudah sekian lama meninabobokan. Keluar dari nyaman sarang yang
membuatku seperti lupa akan dosa. Aku berusaha walaupun seringkali aku justru
balik lagi pada titik yang serupa.
Tidak tahu kenapa godaan itu seperti sukar untuk dienyahkan,
terus membuntutiku yang sebetulnya ingin mengakhiri. Sudah cukup berbagai
pengalaman aku gambar dalam dinding perasaan, sudah banyak sari yang aku ambil
sebagai bentuk sebuah pembelajaran. Tapi seperti tidak pernah cukup, godaan itu
datang dan datang lagi menggoyahkan kaki yang sudah lelah berlari. Membuatku
akhirnya menyerah dan kembali berdarah.
Aku tidak sekuat apa yang aku bayangkan. Kerap kali aku
berusaha keluar tapi malah terperosok semakin dalam. Aku mencoba menghindar,
tapi selalu saja aku diketemukan. Dipaksa mereguk manis dosa yang dihadirkan
sosok yang diam-diam aku puja. Mereka datang tanpa diundang, mereka bertandang
tanpa tahu aturan. Tanpa mengindahkan tanda mereka menerobos masuk membelaiku
kembali dengan rasa yang sebetulnya aku ingin lupa.
Akupun sama, ingin segera keluar sebagai juara. Tidak peduli
ketika harus kugadaikan nyawa sebagai tanda bukti untukku melupakan masa lalu.
Hitam sudah tertoreh tebal, tapi jangan khawatir, lewat doa akan aku beli
sebuah pengampunan untuk menghapusnya perlahan. Noda sudah tercetak, tapi
jangan khawatir karena lagi-lagi lewat doa aku akan mengiba sebuah bentuk
pemaafan. Tidak ada yang mustahil untuk dikerjakan bukan?
Permudahlah jalanku. Begini saja, bagaimana kalau nanti
malam kita bertemu dalam mimpi. Nilai aku sepuasnya, setelah itu kamu boleh
pergi. Tidak kembali. Berpikir ulang setelah pergi untuk kemudian kembali. Atau
tidak pergi sama sekali sehingga tidak perlu kembali. Kamu yang menentukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar