Halaman

Rabu, 31 Desember 2008

Reunion



Pasti kalian mikir kok gue jalan sama tante-tante yah? Igh...bukan kalee, mereka bukan tante-tante. Mereka itu temen gue kuliah jaman S2. Iyah sih udah agak berumur, secara mereka dah masuk kuliah waktu gue masih SD. Hihihi

Pada tahu lah kalo S2 kan juga banyakan dari daerah-daerah gitu, terus orangnya pada serius. Bener-bener calon peneliti atau dosen deh. Beda sama gue yang cuman pengen kuliah doang. Nah temen gue yang berdua ini juga kuliahnya rada-rada sama lah sama gue. Santai bener. Ngartis abies. Teuteup. Tapi jangan salah, kita bertiga lulus cum laude lho! Makanya suka heran sama yang kuliahnya bener-bener tapi hasilnya kok segitu doang (Plak..gue minta ditampar!)

Setelah hampir setahun setengah nggak ketemuan, akhirnya kemaren pas gue ulang tahun kita ketemuan juga. Di Hanamasa. Tetep pokoknyamah di tempat makan. Kita itu penjahat kuliner, nggak bisa liat cafe baru buka pasti dijajal. Makan paling gila kita adalah waktu gue abis ngemsi di Danar Hadi, dapet voucher makan sejuta di jakarta. Per voucher seratus ribu. Jadi gue punya sepuluh voucher.

Pulang kuliah kita bela-belain ke jakarta buat ngabisin voucher gue itu. Bukannya maruk tapi limit waktunya udah tinggal sebentar. Kebayang donk, makan di beberapa tempat seharian. Sampe begah perut kita. Tapi seru. Gila-gilaan yang jadinya kayak orang gila beneran.

Karena kesibukan masing-masing. Yang satu malah udah punya anak dan yang satu sibuk pacaran, kejar target merit tahun 2009. Kita jadi jarang ketemu. Kalau sms-an sama chating sih sering tapi nampak gak seru aja kalau nggak ketawa-ketawa langsung. Makanya kemaren pas ketemu lagi rasanya semua kangen itu ilang. Jadi inget jaman kuliah dulu.

Ternyata meskipun kita jarang ketemu nggak ada yang berubah dari kita yah?! Tetep kayak dulu. Seru abis. Pokoknya setelah ini harus sering ketemuan lagi yah. Tapi Teh Wini mau merit dan tinggal di malaysia yah? Ya sudah lah, kita pasti bahagia dengan jalan kita masing-masing. Loph u Dear Friends.

Selasa, 30 Desember 2008

Birthday Gift


Gue baru tahu kalo si dia yang nggak mengenal menyerah dan berusaha mendapatkan perhatian dan rasa sayang gue itu ternyata romantis abis. Kalau dari tingkah laku sih gue dah bisa nebak kalau dia orangnya romatis. Tapi nggak nyangka aja kalo dia juga jago buat puisi yang bikin hati gue meraung-raung.

Kurang apa yah dia? Gue juga nggak ngerti. Dia sudah banyak berkorban demi perasaannya. Semua cara sudah dia lakukan hanya untuk membuat gue kemudian tertarik. Dasarnya aja gue yang Ndablek. Kayak hari ini (27 Desember), pas gue ulang tahun dia yang pertama memberi gue nyanyian selamat ulang tahun. Padahal tanggal 27 baru aja lahir. Dia nelpon gue jam 00.00.03. Nampak niat gak sih?

Terus tadi pagi waktu gue baru bangun, di kamar gue udah ada kue tart. Pas gue baca kartu ucapannya, ternyata dari dia. Bukan tentang kue tartnya tapi di kartunya itu dia bikin puisi yang tadi gue bilang bikin gue meraung-raung.

I can’t give you gold
Or silver, or even a flowers to hold

Only love and listening ear
Tell you I’m always near
May God’s love beyond compare
Always be with you
Today, and all your whole life through


Time is too slow for those who wait
Too swift for those who fear

Too long for those who grieve

Too short for those who rejoice
But for those who in love (which is you and me)

Time is eternal


Today on your speciall day
No wonderfull gifts are given to you

No shiny jewels are here for you
No glamorous clothes, no excellent rhymes

But look up there dear soulmate
You’ll see a blinking star

High up in the twilight sky

Saying “soulmate forever”, that’s you and me


Kelar baca gue nggak bisa ngomong apa-apa. Hati gue penuh. Hati gue menggelembung diisi perasaan cinta dan sayang yang tiba-tiba membuncah.

Sabtu, 27 Desember 2008

My Birthday


Ribuan detik kuhabisi
Jalanan lenggang kutentang
Oh, gelapnya, tiada yang buka
Adakah dunia mengerti?

Milyaran panah jarak kita
Tak juga tumbuh sayapku
Satu-satunya cara yang ada
Gelombang tuk ku bicara

Tahanlah, wahai waktu
Ada “Selamat Ulang Tahun”
Yang harus tiba tepat waktunya
Untuk dia yang terjaga menantinya

Tengah malamnya lewat sudah
Tiada kejutan tersisa
Aku terlunta, tanpa sarana
Saluran tuk ku bicara

-Selamat Ulang Tahun, Dewi Lestari-

My Gosh, waktu berlalu begitu cepat. Tiba-tiba aku kembali ke titik ini. Titik dimana dua puluh sekian tahun yang lalu aku dilahirkan. Malam ini ketika waktu serasa berputar kembali ke titik itu, tak ada yang bisa kuucapkan selain rasa syukur pada Sang Ilahi, yang sudah memberiku kesempatan untuk hidup sampai saat ini.

Tak ada keinginan untuk merayakannya dengan menghentak lantai dansa seperti biasanya, tak ingin berhura-hura ngobrol di kafe sampai pagi, tak ingin keliling-keliling Bandung tanpa tujuan yang jelas hanya sekedar untuk membunuh waktu dan merayakan sesuatu atas nama ulang tahun. Tahun ini aku hanya ingin diam. Menikmati sepotong kue tart dalam perasaan sederhana.

Di ulang tahunku kali ini aku ingin merefleksikan diri atas apa yang sudah terjadi. Mencoba menghayati arti kehadiranku di dunia ini. Bukan ingin bersedih atau mellow, aku hanya tersadar bahwa ternyata usiaku sudah tidak semuda dulu. Kedewasaan akan menghadang meskipun kenyataannya sudah mengahadang dari beberapa tahun yang lalu. Tapi boys will be boys. Aku akan tetap menjadi aku yang seperti ini. Sampai kapanpun.

Terima kasih teman, karib, kolega, keluarga yang sudah memanjatkan doa di hari jadiku kali ini. Tolong jangan berhenti menguntai doa buat aku. Jangan berhenti mendoakan aku untuk menjadi orang yang lebih baik dari tahun ke tahunnya. Maaf juga tak ada pesta tahun ini.

Semoga di usiaku yang sekarang ini aku terlahir menjadi manusia baru dengan perilaku yang lebih baik. Tidak sering menyakiti banyak orang (yang seringnya aku tak sadar). Menjadi anak yang lebih berbakti buat orang tuaku. Dan menjadi umat yang lebih taat kepada agama dan Tuhanku. Amien.

Sekali lagi, maafkan aku tak akan ada pesta tahun ini.

Jumat, 26 Desember 2008

Funky Scientist was Born


Akhirnya peneliti gaya, keren dan muda Indonesia akan segera hadir. Psttt….jangan ribut dulu yah (sambil bisik-bisik). Alhamdulillah, gue keterima jadi PNS di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Republik Indonesia. Alhamdulillah sekali lagi. Allah selalu baik sama gue. Terima kasih Allah.

Sebenernya gue nggak pernah ngebayangin jadi PNS, kalaupun gue jadi PNS pasti itu sebagai dosen muda yang gaya (teteup) dan bersemangat. Dari dulu, waktu lulus SMA yang ada di pikiran gue cuman gimana caranya biar jadi dosen. Tapi ternyata keinginan itu bakal cuman jadi harapan sekarang. Bisa sih nanti kalau nyambi. Mudah-mudahan bisa. Amien. Pantesan tiap gue ikutan tes jadi dosen selalu aja ada hambatannya. Ternyata jalan gue bukan disana.

Jadi PNS? Aduh nggak kebayang deh mikirin gajinya. Huahahaha. Kemaren gue ngakak (dalam hati) pas pemberkasan diterangin gue masuk golongan berapa dengan gaji pokok berapa. Dari jaman gue mulai kerja dulu, sumpah nggak pernah gue digaji dengan gaji sekecil ini. Tapi gue kan gak boleh suudzhon sama rencananya Allah, makanya gue tetap bersyukur. Kalau rezeki pasti udah ada yang ngatur. I always believe in that.

Dengan jadi PNS juga gue harus menanggalkan beberapa kenyamanan yang udah gue dapet sekarang. Karena gaji gue yang gak seberapa itu gue musti melepaskan kenyamanan berbelanja baju yang biasanya bisa hampir tiap minggu. Nggak apa-apa lah, lagian baju di lemari gue udah seudug-udug. Jarang dipake juga. Tinggal pinter-pinternya gue mix and match pasti tetep jadi pusat perhatian juga. Hihihi. Selamat tinggal distro-distro Bandung!

Kedua, yang harus gue tanggalkan adalah jabatan manager gue. Gue bakal melepaskan mahkota manager itu, padahal seumur-umur kerja baru sekarang lho gue jadi manager. Meskipun jadi manager itu tidak seenak dan segampang yang gue pikirin. Lumayanlah pernah 9 bulan nyicipin jadi manager dengan segala intrik dan permasalahannya. Tapi balik lagi Allah itu adil, jadi kenapa gue harus sangsi.

Ketiga, gue harus mengembalikan semua fasilitas yang udah dikasih kantor yang sekarang. Good bye mobil dinas gue beserta fasilitas sopirnya. Terima kasih sudah menemani gue selama ini menjalankan titah dan tugas luar. Hidup gue akan dimulai lagi dari nol, nggak usah pake mobil-mobil segala (kecuali pake mobil pribadi gue). Pake motor aja kali yah, biar lebih bersahaja. Atau pake angkot aja kaya jaman SMA? Yang penting kan berkarya, bukan alat transportasinya. Doakan aku kuat yah! Amien.

Yang paling berat gue lepaskan adalah temen-temen gue. Kita udah deket banget, seumpama keluarga dekat. Meskipun gue atasan tapi mereka nganggep gue itu temen deket. Terima kasih udah menemani menjalani semuanya. Kapan yah kita jalan-jalan lagi terus foto box, karoke sampei kehabisan suara, makan sampai nggak bisa bangun, ketawa-ketawa sampai berlinangan air mata. I’m gonna miss that moments. Terima kasih kawan! Gue tahu kalian ikut bahagia dengan keputusan yang udah gue ambil. Semoga mendapatkan atasan yang lebih baik dari gue dan lebih gaya (yang ini gue nggak yakin!).

Pokoknya terima kasih semuanya. Terima kasih sudah memberi kenangan yang tidak akan mudah untuk dilupakan. Kita akan tetap menjadi keluarga. Percayalah!

Digilir Doktor


Aduh jangan berpikir negatif dulu ah ketika baca kata “digilir” di postingan ini. Sumpah inimah bukan digilir dalam artian itu. Hehehe. Jangan ngarep deh! Lagian mana mau gue digilir, kecuali……

Tapi sumpah kemaren gue bener-bener digilir sama 5 orang doktor. Catet, 5 orang. Nampak orgy gak sih? Teutep! Mana di auditorium terbuka, nggak pake istirahat lagi. Jadi langsung marathon gitu, kayak medley. Setelah yang satu selesai, langsung disambung yang lainnya. Gue sampai terengah-engah luar dalam.

Timbang kalian mikir yang enggak-enggak, mending gue jujur aja. Digilir yang gue maksud itu adalah digilir waktu interview job test di BPPT. Iya Thanks God gue lolos ujian tertulis dan bisa ngikutin interview sebagai ujian tahap 2-nya. Interviewnya sama 5 orang doktor. Gue pikir nggak sebanyak itu, kayak ujian sidang besar S2 gue aja pake 5 orang doktor. Ini lebih parah malah. Lebih parah pertanyaannya maksudnya. Atau lebih tepatnya yang parah gue karena banyakkan lupa. Maklum udah lulus dari jaman kapan tau.

Pas gue dipanggil ke meja interview, gue nyantai aja karena semalem pas gue nelpon adek kelas gue yang wawancaranya duluan, dia bilang cuman ditanya tentang riwayat penelitian dan profil kepribadian. Jadi gue pikir, ah…pasti lewat kalau yang begituanmah. Modal utama gue kan emang di bacot.

Ternyata donk, nggak kaya yang diceritain adek kelas gue itu. Lebih spektakuler interview gue. Lebih hebat dari sidang S2 gue. Pertamanya sih memang berkutat di sekitar riwayat riset gue, dan akhirnya melebar kemana-mana. Langsung parno gue, secara gue kan pelupa gitu. Coba deh kalo ditanya trend mode yang pernah happening beberapa tahun yang lalu, pasti gue masih inget. Tapi ini, gue ditanya materi-materi jaman gue kuliah di semester neraka.

Pertanyaan berkutat di seputaran rekayasa genetika dan biologi molekuler. Materi yang bikin gue merasa bodoh waktu kuliah dulu. Masih untung gue lewatin mata kuliah itu dengan melenggang meski sambil nangis darah. Nah karena udah lewat dan menurut gue gak penting. Nggak penting versi gue lho! Makanya langsung lupa aja.

Tapi kemaren pas gue interview itu, waktu gue ditanya tentang kloning gen, overekspresi gen, polisistronik RNA, ukuran basepair DNA, cara sequensing, PCR dan tetek bengeknya, gue cuman jawab alakadarnya karena gue banyakkan cengar-cengir bodoh. Lupa sih, dibanding gue jawab panjang lebar tapi ngarang kemana-mana mending intinya aja. Yang penting gak salah.

Semua itu bikin gue serasa ngalamin dezavu waktu sidang dulu. Bedanya gue waktu sidang bisa jawab semua itu dengan gegap gempita. Namanya juga belajar, kalo sekarang kan iseng-iseng berhadiah. Apalagi waktu ditanya mengenai jalur biosintesis. Sumpah gue lupa banget. Padahal jalur biosintesis pas sidang, gue hapal sedetail-detailnya. Sampai dosen analisis metabolit sekunder muji gue katanya hebat bisa hapal sampai sebegitunya. Hihihi. Karena gue tahu dia yang nyidang makanya gue muntah-muntah ngapalin tuh jalur biosintesis.

Nah hasil interview kemaren gue gak tau ah, kalo rezeki pasti lolos. Tapi kalo bukan rezeki ya gak apa-apa. Yang penting udah mencoba. Kapan lagi coba gue “digilir” 5 doktor?

Senin, 22 Desember 2008

Surat untuk Nnd


Dear Nnd

Hai Nnd, apa kabarmu sekarang? Lama kita tidak berkomunikasi “intim” seperti di awal-awal perpisahan kita. Masihkah kau seperti dulu? Dengan idealisme tinggi untuk membangun kampung halamanmu? Sebenarnya tidak penting kutanyakan itu, karena aku yakin kamu masih seperti dulu. Maafkan basa-basiku, tapi entah kenapa aku canggung bahkan ketika hanya ingin menanyakan kabarmu. Perasaan ini masih ada di sana, di lubuk hatiku. Untukmu. Mungkin itu yang menyebabkan kenapa aku merasa kikuk.

Lewat surat ini aku tak ingin mengungkit cerita lalu, cerita yang melingkarkan aku dan kamu waktu dulu. Perantaraan surat ini aku hanya ingin mengenang, sekedar membebaskan sebuah rasa yang terpenjara. Membiarkannya berlalri sejenak, menemukan tempatnya berlabuh. Berpijak tanpa koyak. Tidak masalah apakah kau masih memelihara rasa itu sepertiku atau tidak, aku hanya ingin mengenangmu dalam indah. Berusaha mengentaskan suatu perasaan. Rindu.

Tahukah kamu bahwa aku merindukanmu? Rindu seperti dulu saat malam-malam kita ngobrol di halaman belakang rumahku, mencumbui pekat yang membahana. Menikmati sunyi. Membiarkan rasa yang ada di hati kita berkelana dengan jalannya sendiri, tapi muaranya sama. Cinta. Bagi kita dulu cinta tak perlu diucapkan, tak usah disuarakan. Katamu cinta kita cukup dihayati dalam diam dan sunyi, karena dalam diam katamu lagi cinta itu akan mengenai sasaran. Ingatkah kamu semua itu? Aku masih seperti dulu, masih mencintaimu dalam diam. Tak akan berubah, meskipun rasa itu sekarang sudah bertransformasi jadi sesuatau yang baru, yang lebih indah, yang entah apa namanya.

Aku yakin kau sudah bersama seseorang disana. Seseorang yang mungkin kau cintai juga dalam diam. Aku tak cemburu, karena cinta memang harus seperti itu. Membebaskan. Apalagi episode aku dan kamu memang sudah usai. Bukan karena kita yang menyerah, bukan karena kita yang berhenti berjuang. Keadaan yang menyerah, keadaan yang memanksa kita berjalan mundur ke titik awal kita masing-masing. Cinta kita luruh seumpama helai daun yang mengalami absisi dari rantingnya. Rontok. Untung aku masih sempat memunguti serakannya untuk kemudian kutata seperti herbarium. Awet dan tetap indah.

Nnd, izinkan aku mengenang semua itu, sekedar mencicipi rasa manis dari hubungan kita dulu. Kalaupun aku sudah bersama dengan seseorang sekarang, perasaan indah untukmu akan tetap ada disana. Bersemayam dalam altar suci berbingkai kenangan. Kamu harus yakin itu. Kekasihku atau bukan, kau tetap Nnd yang kupuja. Ketika dengan ikhlas aku melepaskan semua rasa itu, kau justru menjelma menjadi seorang sahabat. Sahabat tanpa syarat.

Kini kuuntai doa demi kebahagiaanmu selalu. Aku berharap kau menemukan pelabuhan cintamu yang sejati. Dimana bisa kau pancangkan panji-panji kesetiaan yang tak goyah. Aku sudah cukup bahagia masih bisa berhubungan denganmu, meskipun itu hanya berbagi perasaan sederhana. Sepenggal potongan skenario perjalanan kita yang penuh warna.

Akhirnya aku harus beranjak, kereta waktuku akan melaju. Masih banyak tempat yang harus dijelajah, disinggahi. Kalaupun kau menunggu di stasiun yang sama, mungkin kereta waktuku tak akan kau kenali. Meski begitu aku berharap kita tidak saling melupakan karena semuanya terlalu indah. Aku akan mengenangmu dalam hening. Selalu.

Tangerang, 21 Desember 2008.

Kamis, 18 Desember 2008

Doa yang Aneh


Belakangan ini salah seorang Accounting di kantor gue sering bikin gue ketawa. Nggak habis pikir dengan apa yang dia ucapkan. Dia ini deket banget sama gue dan sejak kenal sama gue dia jadi kecanduan. Kecanduan baca blog gue gitu maksudnya. Tiap istirahat abis makan siang, dia pasti masuk ke ruangan gue, minjem buka internet. Secara di komputernya meskipun ada jaringan internet tapi gak bisa sebebas di ruangan gue. Kubikel dia terbuka gitu. Lagian kayaknya kerjaan dia banyak, nggak kayak gue yang relatif lebih santai. Yakin lo santai?!

Karena sering baca blog gue dia jadi tahu kalo temen-temen gue banyak yang cong. Selain baca blog gue dia juga sering blogwalking di blogroll yang ada di blog gue itu. Walhasil dia tahu semua siapa aja yang cong dan siapa aja yang nggak. Suka muncul komentar-komentar aneh dari mulut dia soal temen-temen gue. Gue sih nyantei aja, selama temen-temen gue itu nggak nyakitin gue, nggak nyakitin dia kenapa musti banyak protes. Bener gak?

Nah kemaren-kemaren setiap dia kelar blogwalking dia selalu berdoa meminta jodoh. Dia masih jomblo. Tapi high quality jomblo gak yah? Hihihihi. Pasti dia marah-marah deh kalo baca postingan gue yang ini. Denger dia ngucapin doa minta jodohnya itu yang bikin gue ngakak sampe jungkir balik. Kepikiran sih sampe doanya bisa begitu.

Doanya gini :
“Ya Allah, berilah aku jodoh yang baik, yang mapan, yang sayang sama aku dan keluargaku, yang sholeh, yang rajin ibadah, dan yang penting JANGAN GAY”

Huahahahaha. Setiap habis denger dia baca doa itu, pasti gue sama temen-temen yang lain ketawa kenceng. Gebleg gue rasa doanya, meskipun make sense sih. Waktu gue bilang, yang cong juga gak akan milih dia kali, pasti lebih milih cowok-cowok di luaran sana. Dia bilang, sekarang banyak cowok penipu, yang pacaran sama cewek padahal hanya kamuflase untuk menutupi ke-gay-annya. Jadi kata dia lagi daripada kejadian mendingan berdoa biar gak dapet cowok yang kayak gitu.

Gue setuju banget sama dia. Dengan alasan apapun gue nggak setuju kalau seorang cong memanfaatkan status “berpacaran” dengan seorang cewek hanya untuk menutupi kecongannya itu. Itu artinya dia nggak bisa menerima keadaanya sendiri. Dia hanya akan menyakiti cewek itu. Dia hanya mementingkan egonya, menutupi kelemahannya dengan cara yang tidak ksatria. Tapi memangnya ksatria ada yang cong? Terlepas dari itu, tetep aja itu hal yang paling picik yang dilakukan seorang cong. So don’t do that cong!!!

Lain perkara kalau memang si cong itu mau berobat jalan, pengen “sembuh”. Pacaran sama cewek boleh-boleh aja, asal pas jalan berdua matanya jangan jelalatan kalau liat cowok lucu. Jangan ngebayangin yang nggak-nggak kalo liat cowok-cowok keringetan di gym. Kalau udah gitu gue saranin mendingan jangan ke gym deh. Ntar malah nggak pengen sembuh lagi. Hihihihi. Aduh gue pake istilah “sembuh” pasti didamprat si Fa deh. Dia pasti bilang kalo cong itu bukan penyakit, jadi nggak ada istilah sakit dan sembuh.

So ladies, mendingan kalian semua ngikutin doanya temen gue itu deh. Lebih baik sedia payung sebelum hujan kan? Stok cowok semakin menipis. Saingan kalian bukan hanya cewek tapi justru banyakkan cowok, keren-keren lagi. Jangan tertipu sama badan bagus dan wajah ganteng yah. Seringnya menipu. Believe Me!

Selasa, 16 Desember 2008

Skizofrenia


“Yang kumaksud skizofrenia adalah sebuah situasi saat kita memiliki dualitas kesadaran, dualitas persepsi, dualitas keyakinan. Ketika kita berpijak di titik hitam tetapi sebenarnya kesadaran kita putih, disitulah kita mengidap skizofrenia. Kita beribadah jungkir balik bersujud kepada Tuhan mengucurkan air mata kita dengan sikap yang (seolah-olah) putih, sementara di waktu yang lain kita melakukan tindakan-tindakan yang sangat “hitam”. Beragama tetapi jahat; tersenyum, tetapi membunuh, serigala berbulu domba!”
(Fadh Djibran, Skizofrenia : A Cat In My Eyes. 2008).

Aku berulang kali membaca salah satu paragraf dari cerpen tersebut. Semakin sering kuulang membacanya maka semakin keras tamparan yang aku rasakan. Panas. Tamparan-tamparan itu tidak hanya aku rasakan di pipi, tapi juga di hati. Membuatku kemudian berfikir dan mati rasa.

Apakah selama ini aku menderita skizofrenia? Karena apa yang Fadh tulis dalam cerpennya itu semuanya aku alami. Memiliki dualitas kesadaran, persepsi dan keyakinan. Semuanya pernah bahkan sampai saat ini masih aku rasakan. Aku kadang berfikir aku sangat baik padahal di lain sisi aku sangat jahat dengan menghalalkan segala cara demi mencapai suatu tujuan. Bukankah itu dualitas yang dimaksudkan Fadh.

Yang lebih parah adalah mengenai dualitas keyakinan. Jungkir balik ibadah untuk mendapatkan ridha Tuhan, tapi ketika ritualitas ibadah itu selesai dikerjakan, aku kembali berenang dalam “kenikmatan” dosa yang sebenarnya juga aku tahu kalau itu adalah dosa. Seakan hidup hanya menyeimbangkan takaran antara ibadah dan dosa sehingga timbul harapan ketika di akhirat ada perhitungan perbuatan, timbangan kita tidak berat sebelah ke kiri atau ke kanan. Kuantitas ibadah kita sama dengan kuantitas dosa. Itu yang sering aku lakukan. Lantas apakah aku menderita skizofrenia?

Terlepas apakah ketika memiliki dualitas itu digolongkan kedalam skizofrenia atau bukan, aku lebih senang menyebut diriku munafik terhadap Tuhan. Tuhan yang aku sambangi paling sedikit 5 kali dalam sehari, bahkan lebih ketika ada hal yang tak bisa aku adukan pada seorang karib sekalipun. Aku menyambangi Tuhan, tapi seringnya disaat yang sama aku juga menodai kepercayaannya dengan melakukan dosa. Dosa yang dengan semangatnya aku reguk dari cawan buatan setan. Dan itu sering, bukan hanya sekali dua kali. Itu yang aku maksud munafik.

Tak jarang sifat munafikku terhadap Tuhan kulakukan hampir bersamaan. Setelah selesai aku menyambanginya, memohon pertolongannya, aku langsung melakukan dosa besar lagi yang pastinya sangat dimurkainya. Bahkan tanpa sempat aku menanggalkan baju koko yang kupakai untuk menemuinya. Bukankah itu munafik? Bukankah itu dualitas yang menggolongkan aku menjadi penderita skizofrenia menurut Fadh.

Tuhan, ketika aku hidup dalam dualitas seperti sekarang ini apakah karena aku memang tidak Engkau beri pilihan? Atau Engkau sesungguhnya sudah memberiku banyak pilihan, tapi aku selalu memilih jalan yang salah, langkah yang keliru? Ketika kemudian aku marah, pada siapa aku harus marah? Kepada siapa aku harus mengugat? Kepada lingkungan? Kepada alam? Yang jelas, aku tak akan pernah Mengugat Mu. Kenapa? Karena aku yakin bahwa sebenarnya dualitas itu adalah suatu pilihan. Kembali aku yang selalu salah memilih.

Skizofrenia atau hanya munafik hanya Engkau yang bisa menilainya duhai Tuhan. Aku kerdil di hadapan Mu. Berilah aku kesempatan untuk selalu memilih yang benar meskipun dosa itu lebih manis rasanya.

Senin, 15 Desember 2008

Kepada Gelap


Kepada gelap aku menitipkan sebaris pesan
Pesan untuk disampaikan padanya dalam diam
Seuntai perasaan yang tak bisa dijamah raga
Hanya agar dia tetap percaya padaku
Menghilangkan semua keraguannya

Sayang,
Aku hanya ingin kamu mengerti bahwa perasaan ini indah
Biarkan mengalir syahdu mengikuti riak-riak perjalanan kita
Jangan kau tolak dan jangan kau perintah
Biarkan saja
Biarkan alami, seperti perasaan kita

Ketika pagi menjelang dan kau lihat matahari di ufuk
Yakinlah bahwa aku ada disana
Menemanimu menghabiskan hari
Menganyam mimpi tentang kita
Mengukuhkan arti rasa yang ada, dan semoga tetap ada

Ketika matahari ditelan hitam
Kepada gelap aku kembali bergumam
Tak ada yang membuat purna semua isi mimpi
Selain melihatmu disampingku saat aku terjaga dari tidur
Merengkuhnya dalam hangat walau gelap

Kepada gelap aku menitipkan seuntai perasaan
Jangan pergi dariku
Jangan menyerah untuk sesuatu yang kita tahu bisa diperjuangkan
Jangan Pernah berhenti menabur benih disana
Di ladang cinta kita, meski kerontang

Kepada gelap aku berujar :
Jangan renggut dia dariku
Biarkan aku bahagia.

Sabtu, 13 Desember 2008

Surat Cinta



Mungkin sekarang yang namanya surat cinta udah ketinggalan jaman. Kalah sama gadget yang bisa menggantikan selembar surat yang biasanya berwarna merah jambu dengan latar belakang gambar hati berisi ungkapan perasaan seseorang. Kalau ada yang nerima surat cinta di jaman serba digital ini pasti dibilang kuno, nggak megang.

Bener gak sih surat cinta itu udah ketinggalan jaman? Mungkin buat sebagian orang iyah, dan bagi sebagian orang justru masih memujanya. Apalagi orang-orang yang pernah dimabuk cinta pada saat era surat cinta itu masih booming. Buat gue, surat cinta itu memang agak menyusahkan kalau sekarang, tapi gue masih memujanya. Sebagai orang yang hidup di jaman era sebelum serba pijit, surat cinta jadi sarana paling ngena untuk menunjukkan perasaan kita sama orang yang kita sayang.

Dulu banget, sebelum internet dan handphone menjamur kayak sekarang, gue paling seneng nulis surat cinta. Nggak peduli surat itu akhirnya gue kirim atau malah gue simpen. Gue seringnya nggak punya nyali besar buat ngasih surat yang udah gue tulis. For many reasons. Tapi selain nulis, yang paling gue seneng adalah ketika menerima surat cinta. Perasaan deg-degan, berdebar-debar, terus kalau minjem istilah temen gue, membuka dengan harapan yang membuncah-buncah, bikin dunia seakan jungkir balik, padahal belum tentu juga isi suratnya menyenangkan.

Pengalaman nulis surat cinta pertama gue adalah waktu kelas 1 SMP. Bayangkan kelas 1 SMP aja gue udah genit, sok jatuh cinta, sok mabuk kepayang. Makanya nggak heran kan kalau gedenya gue jadi kayak sekarang. Surat itu gue bikin buat kakak kelas gue, orangnya keren, semacam kecengan sejuta umat deh. Sialnya dia tahu kalo dia keren, makanya belagu. Hehehehe. Cinta ditolak, sumpah serapah mengintai. Nggak dink, gue nggak jatuh cinta sama dia, cuman kagum aja (boong mode on). Sayangnya, surat itu nggak berani gue kasihin, cuman gue baca berulang-ulang setiap malam terus gue simpen di bawah bantal.

Kalau pengalaman nerima surat cinta, gue nggak banyak. Nggak laku soalnya, dan mungkin orang-orang di luaran sana mikir kalo gue nggak layak dikasih surat cinta. Nampak buang-buang waktu dan energi. Tapi jangan salah, gue pernah nerima surat cinta disaat handphone udah kayak kacang goreng beberapa tahun yang lalu. Lucunya lagi dia ngasih surat nggak langsung dikasih ke gue tapi diselipin di wiper mobil gue di kampus. Nampak childish banget yah, padahal waktu itu gue udah kuliah.

Waktu gue buka dan baca ternyata itu surat surat misterius, surat tanpa nama. Isinya menyampaikan kekaguman dia sama gue, hasrat ingin mengenal gue. Pertamanya gue pikir pasti gue diisengin temen gue, biasalah badung-badungnya temen gue. Mau GeEr-in gue doang. Tapi ketika ada surat berikutnya dan berikutnya gue jadi mikir niat banget tuh orang yah. Dan disurat kesekian akhirnya dia menyelipkan sebuah nomer telpon.

Bukan gue kalau misalnya nggak penasaran. Gue telpon tuh orang, ngajak ketemuan. Tumben gue berani, padahal biasanya pasti sembunyi dan minder duluan. Habisnya gue penasaran banget sama penggemar rahasia gue itu.

Ternyata eh ternyata, dia itu beda fakultas sama gue, terus katanya lagi dia sering liat gue di kantin fakultas dia. Sayang sekarang kantin itu udah tutup, entah kenapa. Gue memang senengnya makan di kantin fakultas orang, untuk melihat dan dilihat. Dan kali ini berhasil, berhasil bikin orang penasaran. Kata dia dulu, dia udah nyari-nyari informasi tentang gue tapi katanya banyak yang gak tahu. Ya iyalah, dulu gue belom meletek. Coba sekarang, tetep banyak yang gak tau juga sih. Makanya dia pernah ngikutin gue dan ngapalin mobil gue, disimpenlah surat-surat itu disana.

Sampai sekarang gue masih simpen surat-surat cinta dari dia. Sekedar testimoni kalau pernah ada yang rajin kirim surat sama gue. Kita dulu juga sempet pacaran meski nggak lama karena abis lulus dia harus balik ke kampungnya, dan kita sama-sama nggak percaya sama long distance relationship.

Rasanya hari ini gue pengen ngirimin dia surat cinta, gue tiba-tiba kangen sama dia meskipun gue nggak yakin dia masih inget gue atau nggak. Tapi yang pasti gue bakal inget dia sampai kapanpun. Seseorang yang pernah ngirimin gue satu serial surat cinta yang indah.

Yuda : Ada yang mau ngirimin gue surat cinta gak?

Jumat, 12 Desember 2008

Napak Tilas Hati


Awalnya gue nggak berencana buat pergi ke tempat itu, suatu tempat yang mengingatkan gue sama lo. Lo yang dulu pernah ngisi berlembar-lembar diary gue, ngasih gue kenangan manis, indah, kemudian pahit dan getir. Kadang gue masih nggak ngerti sama keputusan lo dulu, ninggalin gue tanpa ba-bi-bu. Sakit tau, apalagi hubungan kita udah bukan dalam hitungan bulan lagi. Maenannya udah tahun.

Dari perkenalan basi melalui temen gue yang juga temen lo, ternyata kita merasa cocok saat itu. Kalo minjem istilah Tom Cruise di Jerry Maguire, you complete me lah. Gue ngerasa bahwa lo emang potongan puzzle yang selama ini gue cari, potongan yang bikin gambar hati di dada gue lengkap. Entah kenapa kita merasa cocok aja saat itu, dan kita jadi nggak terpisahkan. Dimana ada gue pasti ada lo, dua orang yang lagi dibanjiri hormon endorphin, hormon cinta. Cinta monyet khas remaja gila. Kadang gue suka pengen ketawa sekaligus nangis kalo inget jaman-jaman itu.

Suasana di tempat itu masih sama, bau daun basahnya, pohon-pohonnya, aroma tanahnya, air terjunnya. Parahnya gue masih bisa nyium keberadaan lo di sana, padahal udah lewat beberapa tahun. Di jalan setapak berbatu dimana dulu kita nyusurinnya sambil nggak lepas pegangan tangan. Di bukit kecil tempat kita menatap senja, we kissed, the best kissed. Berada di sana gue berasa napak tilas. Napak tilas hati tepatnya.

Dulu waktu lo masih ada di samping gue, gue selalu merasa nyaman. Kenyamanan itulah yang sering kali gue rindukan dari lo. Lo orang yang paling ngertiin gue, mau nerima gue apa adanya and never bugging me with questioning. Lo mencintai gue dalam sunyi, sunyi yang membuatku lebih mencitaimu. Di kesunyian yang tercipta itulah gue bisa menemukan siapa lo sebenarnya, seseorang yang mampu mengubah batu menjadi permata di mata gue.

Hari ini, di tempat itu, disaat gue napak tilas hati gue, gue kembali nggak menyesali apa yang udah terjadi dulu diantara kita. Gue sadar bener bahwa cinta itu berbanding lurus dengan sakit hati, jadi semakin gue jatuh cinta maka sakit hati yang bakal gue terima akibat cinta itu juga akan semakin besar. Perlu lo tahu, mencintai lo membuat gue jadi lebih kuat, lebih survive. Lo ngajarin gue segalanya, lo juga yang nyadarin gue kalo hidup di dunia ini khususnya di dunia lo dan gue itu nggak gampang. Harus berjuang lebih dari siapapun. Tapi ternyata lo memutuskan buat nggak berjuang di samping gue, lo memilih berjuang dengan jalan lo sendiri mesti gue tahu tujuan kita sama. Cinta.

Embun senja merayap turun, gue harus pulang meninggalkan kenangan kita di tempat itu. Aku puas mengenangmu di sana, meskipun aku hanya mencumbui bayanganmu di bawah rindangnya akasia. Itu cukup, bahakan lebih. Biarkan aku kembali ke setapak kecilku, berjalan sambil terus mengenangmu. Cinta terdahsyat gue, cinta yang hanya bisa kunikmati melalui napak tilas hati.

Rabu, 10 Desember 2008

Menjajal Kemungkinan


Hidup paling nggak tenang kalau udah dikejar-kejar utang meskipun kita nggak sadar kalau punya utang. Kayak gue sekarang, banyak orang yang ngejar-ngejar. Katanya gue punya utang, padahal gue ngerasa nggak. Banyak orang yang kemudian ngejelasin kalau gue punya utang cerita. Cerita gimana ketemuan gue sama si flirting yang ketemu di toko buku itu. Heran deh orang-orang, want to know aja kerjaanya.

Berhubung cerita awalnya juga udah gue umbar di blog jadi gue punya kewajiban moral buat nyeritain lanjutannya. Selain itu karena banyak temen-temen gue yang bilang katanya mau jutekin gue kalau gue nggak cerita detail. Kenapa juga musti detail. Hidup, hidup gue, dan bukan artis juga jadi nggak sebegitu pentingnya untuk diumbar. Tapi ya sudah lah, gue ceritain garis besarnya aja. Jangan protes!!!!!

Waktu dia nelpon ngajak ketemuan itu, awalnya gue tolak secara halus, tapi dia keukeuh maksa-maksa. Katanya sebentar aja, cuman makan terus pulang. Karena gak enak akhirnya gue iyahin, gue bilang ketemuan di salah satu café di dago atas aja. Dia bilang oke tapi katanya lagi dia jemput gue aja di rumah. What???? Gue nggak mau donk, baru kenal udah mau maen ke rumah. Dia tetep keukeuh, kata dia nggak enak kalau pake mobil sendiri-sendiri, nggak bisa ngobrol sepanjang perjalanan. Maunya apa sih nih orang? Nampak posesif, padahal kenal aja baru tadi siang. Lagian kalau mau ngobrol ya entar aja sambil makan, kenapa juga musti ngobrol di mobil. Gue bilang lagi kalau misalnya gitu nggak usah. Ketemuannya lain kali aja. Kata dia ya udah lain kali.

Lima menit kemudian dia nelpon lagi, bilang “Please!!” Hahahahaha, gue bener-bener ngakak. Pantang mundur juga orang ini, nggak bisa nerima penolakan. Luluh lantaklah semua pertahanan gue, selain gue jadinya penasaran, juga buat ngebuktiin sejauh mana dia mau berusaha. Sejam kemudian dia udah nongol di depan pager rumah gue. Anjritttttt, rapih banget, secara gue cuman pake kaos oblong sana jins gitu aja. Gue suruh dia nunggu di teras sementara gue ganti baju. Nggak mau donk kalau gue mati gaya, dia gaya sendiri. Bisa-bisa entar malah keliatan majikan sama pembantunya.

Sepanjang perjalanan rumah gue ke tempat makan kita banyak ngobrol, meskipun banyakan hanya basa-basi mengusir kecanggungan. Tapi gue semakin tahu kualitas dia dan latar belakangnya. Dia pintar, wawasannya luas. Kualitas yang pertama gue cari dari seseorang. Gue juga akhirnya tahu kerjaan dia, dulu lulusan mana, umurnya berapa, rumahnya dimana, kenapa ngebet banget sama gue. Hihihi, yang terakhir itu yang bikin gue curious. Katanya gue asik aja diliatnya, nampak smart. Igh, gombal!

Di tempat makan kita ngobrol tentang banyak hal. Dan perlu dicatat meskipun tempat makannya agak-agak temaram gitu, gue sengaja ngambil tempat agak depan yang lebih terang. Biar nggak nampak kayak romantic dinner, bisa gawat kalau ada temen-temen atau relasi gue yang liat. Secara malam minggu, pake baju rapih, makan berdua, ada live musicnya juga. Apa kata mereka? Bisa-bisa gue diinterogasi di kursi listrik kalau mereka liat.

Nggak banyak pembicaraan soal hati kok di pertemuan gue sama dia, hanya berusaha mengenal masing-masing lebih dalem aja. Melihat masa depan yang bisa dijajal, diarungi. Di akhir obrolan, dia bilang : “Gue harap, ini suatu awal bukan akhir. Gue pengen mengenal lo lebih dalem. Gue cuman butuh diberi kesempatan”

Gue nggak bisa ngomong apa-apa. Semua kata-kata gue nguap ditiup angin malam Dago yang dingin. Tapi hati gue tiba-tiba hangat.

Selasa, 09 Desember 2008

Ujian oh Ujian


Dari jaman dulu yang paling bikin gue keder kalau ngadepin ujian adalah liat orang lain yang belajar sebelom ujian dimulai. Liat orang masih buka-buka buku trus dengan mimik serius ngapalin apa yang ada di buku bener-bener bikin gue kelabakan, padahal gue biasanya udah belajar malemnya. Berasa nguap semua apa yang udah gue baca dan pelajari kalau liat orang masih sibuk buka-buka buku padahal ujian dah mau dimulai. Apalagi jaman-jaman ujian praktikum dulu, yang pake sistem ketok. Ugh, bener-bener bikin mental jatoh.

Gue terakhir kali ujian tahun 2006, waktu masih kuliah jadi udah agak-agak lupa rasanya ujian. Tapi sumpah gue kangen banget sama rutinitas itu. Mungkin sebagian orang akan senyum sinis, kok gue kangen sama ujian. Tapi gue memang bener-bener kangen. Kangen begadang semaleman buat belajar konsep yang bener-bener abstrak semisal biologi molekuler lanjut, biologi sel lanjut, rekayasa genetika molekuler, pokoknya mata-mata kuliah yang bikin muntah darah. Kangen sama bikin rangkuman-rangkuman kecil yang cuman gue sendiri yang ngerti, kangen sama dateng dulu-duluan biar bisa dapet posisi yang enak, kangen deg-degannya, kangen keringetan dinginnya, kangen nunggu hasilnya, kangen dapet nilai paling tinggi sekelas. Hehehe, yang terakhir yang paling gue kangen (Sombong mode on).

Karena terakhir kali ujian udah 2 tahun yang lalu, makanya gue udah agak sedikit lupa sensasinya, jadi pas kemaren ujian lagi sedikit kena shock terapi. Gue kemaren ujian CPNS di BPPT. Jangan ketawa dulu!!! Iya gue ikutan CPNS, iseng-iseng berhadiah. Sebagian orang pasti bilang kalau gue bercanda, kaya banyak temen gue yang langsung nelpon atau SMS nanyain apa bener gue yakin mau jadi PNS. Memang kenapa sama PNS? Ya kalau bicara soal nominal, pasti jauh dari apa yang gue dapet sekarang ini. Jauh banget. Trus kalau soal jabatan, pasti juga jauh. Kata temen gue, gue gila mempertaruhkan jabatan manager gue dengan posisi sebagai PNS. Berisik deh orang-orang, padahal belom tentu juga gue keterima. Apalagi pas liat ujiannya kemaren. Nampak hopeless.

Realita ujian mungkin sampai kapanpun gak bakalan berubah. Perilaku orang-orangnya sama. Sebelom dimulai masih banyak aja yang belajar, dan ini yang bikin gue keder. Karena niatnya memang cuman iseng-iseng berhadiah maka gue nggak belajar sama sekali. Gue cuman percaya sama kemampuan gue, yang entah udah kayak apa sekarang. Mana ada materi pancasila, GBHN, UUD, Sejarah, dan materi-materi lain yang menurut gue nggak penting. Yang jaman sekolah dulu selalu nggak gue dengerin, bahkan seringnya kabur. Jadi belajarpun nggak akan bikin gue jadi pinter tentang materi itu. Mendingan tidur aja. Terus saingannya banyakkan adik kelas gue dari ITB juga, yang lebih fresh, lebih punya semangat, jadi no heart feeling gue.

Gue nggak mau nyeritain gimana prosedural jalannya ujian CPNS karena ujian CPNS sampai kapanpun akan seperti itu. Yang mau gue sorotin cuman euforianya. Gila yah ternyata masih banyak aja orang yang pengen jadi PNS, kemaren aja yang tes bareng gue 1400 orang aja, untuk berbagai posisi, bidang ilmu dan strata pendidikannya. Kelakuannya juga sama aja kaya ujian pas jaman kuliah, sebelom masuk ruangan masih baca-baca diktat, setelah ujian dibahas donk soal dan jawabannya. Ugh, nggak banget. Dari dulu gue paling marah kalau ada yang nanya-nanya atau ngebahas jawaban ujian setelah ujiannya kelar. Sutralah nggak usah dibahas, ibarat pepatah bijak : “yang lalu biarlah berlalu”

Kalau ada yang nanya alesan gue ikutan CPNS, gue pasti jawab karena dengan jadi PNS membuka kesempatan buat gue untuk melanjutkan studi S3. Sekolah lagi??? Kan gue dah bilang kalau gue kecanduan sama yang namanya sekolah. So it’s worth mempertaruhkan kemapanan gue sekarang dengan kesempatan sekolah lagi. Semoga ada jalannya. Ya kalaupun kali ini nggak lulus, gue nggak rugi apa-apa. Tinggal kembali ke kehidupan nyata gue. “Tersiksa” di Tangerang.

Jumat, 05 Desember 2008

Hari Mencuri Sedunia


Gue ngirim SMS ke temen-temen gue, bikin semacam pooling. Tujuannya cuma pengen tahu aja gimana tanggapan mereka tentang gue terutama tentang kelebihan gue menurut mereka. Bunyi poolingnya begini : “ Kalau hari ini adalah hari mencuri sedunia, apa yang akan kamu curi dari aku?”

Jawaban mereka beraneka ragam, dan ini jawaban-jawaban mereka (nggak semua, maaf buat yang gak ditulis. Jangan Marah Ya!):

[1] Anit brekele
Dulu aku pengen nyuri sprei gambar sapi kamu, tapi sekarang aku pengen mencuri semua kebahagiaan kamu.

[2] Mei
Nggak ada, soalnya aku sudah berhasil mencuri hatimu

[3] Ceuceu
Gw pengen nyuri semua duit lo

[4] Yuli dangdut
Aku pengen nyuri your master degree. Alasannya bisa pinter instant tanpa sekolah lagi

[5] Aulia
Aku mau nyuri kecerdasan kamu, tulisan kamu yang rapi, kemampuan komunikasi kamu yang tinggi, trus PeDe kamu yang kayak orang narsis gak jelas.

[6] Tresa
Gw mo nyuri otak lo, ceria lo yang kayaknya gak pernah sedih dan pastinya PeDe lo yang nomor wahid. Yang paling pengen gw curi adalah sifat setia lo yang setia nunggu gw dapat pasangan hidup

[7] Nur
Lo lagi krisis identitas yah? Gw gak ngerti maksud lo apa. Tau ah…..

[8] Aldo
Kamu pasti tahu apa yang pengen banget aku curi dari kamu. Sesuatu yang nggak bisa diraba, tapi bisa dirasakan. Kepedulainmu padanya.

[9] Christian
Gw pengen nyuri koleksi kondom lo, apalagi yang bergerigi dan berduri

[10] Herman
Gue pengen nyuri kepinteran yang lo miliki. Inget ya Cuma kepinteran lo doang, nggak pake sifat egois lo yang berlebihan!

[11] Anton
Gue pasti bakalan nyuri tas gembel lo yang lo beli di Singapur. Meskipun bukan hari mencuri sedunia, gue pasti tetep bakal nyuri tas itu. Liat aja, tinggal tunggu waktu. Hehehe

[12] Dicky
Aku hanya ingin mencuri perhatianmu. Nggak lebih nggak kurang

[13] Nita
Gue pengen nyuri ijazah lo yang ada cap gajah duduknya. Nggak nyuri deh, barter aja yah sama ijazah gue!

[14] Albert
Gue pengen nyuri sebagian temen-temen lo yang nggak bisa gue gapai. Sirik deh liat kebersamaan lo sama mereka.

[15] Edward
Gue pengen nyuri keteguhan hati lo buat nggak ngerokok

[16] Emil
Aku pengen nyuri mobilmu, koleksi kaosmu, koleksi Parfummu, koleksi sepatumu, pokoknya semuanya kecuali koleksi perangkomu. Nggak penting.Hehehehe

[17] Rika
Gue pengen nyuri kenarsisan lo yang kadang berlebihan juga. Tapi gue tetep suka.

[18] Wini
Aku ingin mencuri masa mudamu, secara masa mudaku udah lewat dari jaman kapan tau. Tong seuri siah!!!

[19] Diana
Nggak ada yang pengen gue curi. Selain emang gak ada barang ato sifat lo yang bagus, mencuri juga kan dilarang oleh agama. Masuk neraka baru nyaho!

[20] Ilham
Gue pengen nyuri lo, gue bawa ke suatu tempat terus gue jadiin lo sebagai……..

Ok, gue jadi tahu bagian mana dari diri gue yang bikin orang pengen memilikinya. Nggak ada maksud apa-apa lho, cuma iseng aja. Sekedar merefleksikan kelebihan yang orang liat dari diri gue. Nggak peduli kelebihan yang mereka anggap baik atau kelebihan yang mereka anggap buruk. Balik lagi ke niat, just for fun! Thanks ya Gu(a)ys!

Rabu, 03 Desember 2008

He Passed Away



Malam ini, sepi menyelinap ke dalam hatiku. Memberondongku dengan rasa hampa. Bayanganmu berlarian berebut minta untuk ditayangkan, tapi ketika aku mencoba untuk menegakkannya, bayanganmu membaur. Tak juga jelas dan tak juga kabur.

Hari ini, 7 tahun yang lalu aku kehilanganmu. Kehilangan seseorang yang tak juga aku mengerti arti hadirnya untukku. Yang pasti kini aku merindukanmu, mendamba hadirmu lagi dalam kelam. Sekarang kamu adalah fatamorgana, ada hanya untuk dikenang dalam perih. Diingat dalam air mata, dimaknai dengan sedih.

Kuputar lagi lagu itu di mobilku, lagu yang memaksaku masuk ke pusaran yang mengingatkan aku padamu………

Masih kuingat semua semangatmu….Masih kuingat jelas raut wajahmu…..Tapi kini kau telah pergi jauh…..Meninggalkanku di sini…..Sepi

Racun yang telah mengalir di darahmu…..Membutakan semua harap dan anganmu…..Hingga akhirnya kau menutup mata….Meninggalkanku di sini….Sepi…..Tinggalkan aku untuk selamanya

Apakah kau masih mengingatku…..Walau kita di tempat berbeda…..Akankah kau ada di sampingku….Di saat kurindukan hadirmu.

Sampai sekarang aku nggak mengerti, mengapa dulu, waktu aku masih hijau, sehijau shreek, engkau bersikukuh ingin menjadi sahabatku. Padahal aku merasa kita berada di jalan yang berbeda meski dunianya sama. Engkau dengan hidupmu yang serba bebas, sementara aku di dunia kecilku yang serba teratur.

Memang berat, tak mudah bersahabat dengan orang yang tak mudah dijamah dunianya. Kau memang punya dunia unik ciptaanmu sendiri dan kadang kau ajak aku bermain disana. Tapi ketika aku mencoba menyelaminya lebih dalam, aku terkapar, aku terantuk pada kenyataan bahwa duniamu kokoh meski sebenarnya rapuh. Ingatkah kamu akan permintaanku dulu? Aku cuma memintamu mengizinkanku masuk lebih dalam, mengenalmu dengan perspektif yang berbeda. Tapi kau tak mau, bahkan sampai tanah merah itu memisahkan pandangan kita.

Aku mengenangmu hari ini. Mencoba membentangkan ingatanku akan seseorang yang dulu pernah menjadi sahabtku. Sahabat rapuhku yang bersembunyi di balik baju bajanya. Sahabat yang pernah mengajarkanku bahwa hidup ini adalah jambangan kesedihan, isinya hanya perih melulu. Katamu kalaupun ada orang yang merasa bahagia, artinya dia berhasil memaknai kesedihannya itu dengan perspektif lain yang membuatnya bahagia.

Sedang apa kau di sana sekarang? Masihkah kau petik gitarmu dengan irama yang indah seperti dulu? Seperti saat kita habiskan malam-malam di bawah kerlipan jutaan bintang. Atau kau sedang menulis puisi. Puisi tentang kenyataan hidup yang tak bisa kau pahami, yang membuatmu kemudian memutuskan bahwa kematian adalah jalan terbaik untuk memecahkan jambangan berisi kesedihanmu.

Padahal pecahnya jambanganmu memaksaku untuk memunguti seripahannya, kemudian memasukannya ke dalam jambanganku sendiri. Menambah isinya dengan kepedihan baru. Tak sadarkah kamu? Mungkin kau bahagia dengan caramu sendiri, tapi buatku itu bodoh. Mengakhiri mengisi jambanganmu dengan kata mati adalah sesuatu yang egois.

Tak pernahkan kau pikirkan perasaanku? Tak kau pertimbangkankah semua yang sudah kita jalani, kita tulis dalam hati kita masing-masing.

Akhirnya aku hanya berharap, semoga kau di sana bahagia. Semoga kau memiliki jambangan baru yang tak kau isi lagi dengan kesedihan. Aku masih berharap kau masih menulis puisi di sana? Puisi yang akan kubaca suatu saat nanti…..dan kuharap ada puisi tentang kita dulu, tentang kerinduanmu padaku, tentang semua rasa dulu……Kuharap!


Tangerang, 3 Desember 2008; 24.00 am

Jumat, 28 November 2008

Ada yang Flirting (AGAIN!!!)


Gue suka bingung sama kejadian-kejadian yang kerap terjadi sama gue. Memang gue sebegitu obviousnyakah sampai mereka bisa “mengendus” aura gue? Atau kadang gue suka mikir, mungkin feromone gue yang udah nyebar duluan tanpa diperintah, padahal gue lagi nggak minat nyebar feromone.

Kaya kemaren, di salah satu toko buku diskon di Bandung. Dari jauh gue bisa ngeliat kalau orang itu dari tadi kok ngeliatin gue terus. Karena gue memang lagi nggak niat flirting juga makanya gak begitu gue tanggepin, sumpah, lagi nggak niat! Tapi kok dia terus-terusan liatin gue yah. Curi-curi pandang sih, tapi sering banget ke gap sama gue. Good looking and such a great body juga, tapi karena gue lagi nggak pengen flirting, ya tidak sebegitu menariknya untuk ditanggepin.

Harusnya dia nyadar kan kalo misalnya gue nggak tanggepin. Tiap gue jalan ke rak yang lain, pasti dia juga ada di daerah yang bisa gue liat. Aduh, nampak psycho juga yah. Tapi kayaknya nggak, soalnya dia nggak move forward. Saat itu gue cuman berusaha nikmatin aja diliatin orang (teteup), boleh donk kali-kali berasa tenar, berasa artis.

Nah pas gue liat katalog-katalog buku di komputer online, gue nge-gap-in dia lagi nelpon dengan mata masih ngeliat ke arah gue. Apa sih maksudnya nih orang? kalo berani nyamperin aja jangan cuman ngeliatin. Bikin risih, sampe-sampe gue mikir apa karena baju gue nggak matching dan ketinggalan jaman yah? (meski nggak mungkin) apa karena ada kotoran di muka gue?. Sialan tuh orang bikin gue begah dan pengen cepet-cepat keluar dari toko buku.

Tapi wait………Pas gue nge-gap-in dia lagi nelpon sambil liatin gue itu, gue liat dia senyum dan menganggukan kepalanya. Dengan samar gue juga bisa liat dia mengucapkan “hai” tanpa suara. Hahhhhhhh, mati gue. Dengan kikuk gue cuman bisa membalas dengan senyum bego dan anggukan kepala lagi. Apa gue ngedeketin dia aja ya? Tapi males, kalo dia malah menjauh pas gue mendeket gimana? Apa nunggu dia ngedeketin aja? Tapi kok ya nggak beranjak. Daripada pusing, gue cepet-cepet ke kassa buat bayar dan keluar dari toko itu. Thanks God it’s over.

Siyal, di parkiran gue ketemu dia lagi, dan gue yakin nggak sengaja. Mobil gue sama mobil dia cuman kepisah 1 mobil aja. Jadi pas gue jalan ke mobil gue dan dia ke mobilnya, gue bisa jelas liat dia senyum lagi dan ngucapin hai lagi. Mampus nih gue, mati kutu. Ya udah gue bales senyum dan sekarang gue berani buat ngomong hai. Eh, kok dia malah nyamperin gue. Takut gue, takut pingsan. Hihihihihi. Berlebihan gak sih?!

Dia mengulurkan tangannya dan mengucapkan sebuah nama. Kita ngobrol hanya sebentar tapi sempet tukeran nomer handphone juga sih. Maafkan aku Tuhan, tapi kan gak salah juga kalau ada orang ingin kenalan, menambah teman. Memperluas jaringan, siapa tahu bisa memperbesar bisnis. Nampak marketing banget yah gue?!

Malemnya, dia nelpon gue donk. Nggak disangka nggak dinyana.
Dia : “Hai, Gue yang tadi siang. Masih inget kan?”
Gue : “Oh iya. Ada apa?”
Dia : “Nggak ada apa-apa sih. Cuman kepikiran kamu terus. Mau ketemuan gak?”
Gue : “Hah? Tuuuuuuuuuuuuuuuuuuuut. Gue keburu pingsan.

Hihihihihihihi. Tepat sasaran.

Yuda : Gue temuin jangan yah?!

Rabu, 26 November 2008

Kembali Sendiri


Siapa yang harus disalahkan ketika semua ini terjadi? Never ending question. Atau jangan-jangan itu adalah jawaban dan bukannya pertanyaan. Jawaban atas kejadian-kejadian yang terjadi antara aku dan kamu. Mencari siapa yang salah tidak akan membawa hubungan kita ke arah yang lebih jelas, yang lebih terang. Dengan terus mencari siapa yang salah justru akan memperumit cara untuk memperjelas akhir itu sendiri.

Dengan kesadaran beramunisi penuh aku menyadari yang salah mungkin aku. Yah, aku. Aku dengan segala kesibukanku kerap membuatmu merasa jadi prioritas kedua, meski aku tidak bermaksud seperti itu. Dan harusnya kamu menyadari bahwa kamu selalu menjadi prioritas utamaku, tak ada yang bisa menggantikan posisimu di urutan nomor satu. Kalaupun aku sibuk, telpon dan sms bukannya terus mengalir dariku atau darimu hanya sekedar untuk melepas rindu. Berusaha untuk tetap menjaga pendar api antara kita.

Apakah pertemuan yang kita jalani hanya 2 atau 3 kali seminggu tidak lantas membuatmu mengerti? Tidak cukup bagimu untuk tetap mempercayaiku? Padahal meskipun tidak bisa bertemu muka atau sekedar pegangan tangan, kita terlibat dalam percakapan panjang di telpon sampai berjam-jam. Tidak cukupkah semua itu? Dan bukankah ketika akhir minggupun kita tidak bisa bersama karena aku ada kerjaan di kota asalku, aku membayarnya di hari-hari berikutnya? Tak cukupkah itu?

Mungkin benar aku yang salah maka aku memohonkan sebaris maaf. Tak akan ada pemicu dari perilakumu kalau aku lebih bisa mendalami perasaanmu, menyelami semua nadir kehidupanmu. Tapi aku kembali bertanya, mengapa kamu melakukannya berulang? Bukankah di awal komitmen kita, kita menyepakati bahwa tidak ada ampun untuk ketidaksetiaan. Tidak ada alasan yang masuk akal untuk membenarkan tindakan itu, meskipun itu berlandaskan kesepian karena masing-masing kita terikat dengan kesibukan yang teramat sangat.

Sebagai pembenaran dan sedikit pembelaan atas diriku, aku dari awal sudah mengutarakannya bahwa aku bekerja sebagai karyawan baru dengan posisi yang sudah lumayan di atas sehingga tanggung jawabku juga berlipat-lipat. Kesibukanku bukan hanya melulu soal kerjaaan inti tapi sisi manajemennya juga turut aku benahi. Mungkin kamu masih ingat seringkali aku mengirim pesan padamu kalau aku sedang meeting padahal waktu jam kerja sudah berlalu dari sore tadi. Tapi itu semuanya benar, aku tidak mengada-ngada. Kalau aku punya pilihan, aku lebih memilih berdua denganmu menghabiskan titisan malam menggelayut berat daripada semua itu.

Ketika akhir minggu aku pulang, kamu juga tahu bahwa aku punya bisnis yang harus diurus. Kamu tahu itu. Dan bukankah setiap kali kamu kuajak serta bersamaku, kamu menolaknya. Kamu lebih memilih menghabiskan minggu bersama teman-temanmu. Aku pikir kamu bahagia dengan mereka dan itu bisa menghilangkan perasaan kesepianmu. Ternyata tidak, kamu justu menjadikan itu semua untuk membenarkan tindakanmu selingkuh, membagi cinta, atau mungkin hanya berbagi nafsu.

Sekali mungkin aku bisa memaafkannya, menelaah kesalahanku. Tapi ketika itu dilakukan sampai 2 kali dengan orang yang berbeda pula dalam waktu 2 bulan, aku merasa itu bukan hanya kesalahanku. Itu kesalahan kolektif, atau mungkin itu sudah sifat dasarmu. Aku bisa apa? Yang bisa aku lakukan hanya melepaskanmu, membebaskanmu, agar kamu tidak merasa terbelenggu oleh aku, oleh hubungan kita.

Kini biarkan aku berjalan di setapak kecil berbatuku. Sendiri.

Minggu, 23 November 2008

Mengadu Pada Tuhan (Lagi)


Tuhan, dulu aku pernah sangat bersyukur ketika Engkau menciptakan cinta dengan sejuta keindahannya. Aku juga tak berhenti menghaturkan jutaan harap agar suatu saat cinta itu bisa kurasakan. Kemudian aku juga tak lupa mengucapkan terima kasih dan rasa syukur karena akhirnya Kau menganugerahiku seseorang untuk aku cintai dan mencintai aku. Nikmat yang tiada tara dari-Mu ya Tuhan, Penguasa langit dan Bumi.

Tuhan, aku seringkali mengadu kepada-Mu ketika kenyataan akan cinta tak sesuai dengan apa yang aku inginkan. Tapi Engkau juga tahu kalau aku tak lantas menyalahkan-Mu. Aku tetap bersyukur, karena itu mengajarkan aku sesuatu, mengajarkan aku tentang hidup dan rasa sakit. Dan aku bersyukur pula karena dengan semua itu aku bisa sekuat ini, semua karena takdir dan titah-Mu Ya Rabb, penguasa hidup ini.

Ketika aku menangis, sesenggukan di hadapan-Mu karena aku kecewa akan sesuatu dikarenakan cinta yang tak tersampaikan, sesungguhnya aku malu wahai Tuhan. Aku merasa masih banyak nikmat yang telah Kau berikan yang seharusnya membuatku selalu tersenyum, bersyukur, dan menangis mengadu pada-Mu dalam limpahan nikmat selain perasaan patah hati. Tapi aku sadar Tuhan, aku hanya ingin mengadu, bercerita kepada-Mu bahwa aku kadang merasa kalah. Tak sanggup.

Engkau tidak pernah beranjak meninggalkanku walaupun aku seringkali mengeluh dan mengadu. Engkau dengan Bijak selalu memberiku kesadaran untuk bangkit dan berjalan kembali. Aku harap aku dituntun di jalan-Mu meskipun dalam kenyataannya aku selalu tergelincir dan berbelok. Selalu ya Tuhan, tapi aku bersyukur karena Engkau tidak pernah meninggalkanku walau sekejap.

Engkau selalu ada ketika aku butuhkan. Engkau dengan setia mendengarkan ocehan sakit hatiku yang disebabkan patah hati, dikhianati, diduakan. Engkau dengan setia mendengar semuanya, meski Engkau tidak langsung menjawabnya, tapi aku tahu kalau Engkau bekerja dengan cara yang tidak kumengerti, yang sering membuatku bertanya-tanya apakah Engkau serius mendengarkan dan menjawab keluh-kesahku.

Tuhan, aku tahu kalau Engkau masih bersedia mendengarkan keluhanku akan cinta. Aku mohon Tuhan, sekali lagi kali ini aku mengadu kepada-Mu. Aku bingung Tuhan, aku limbung. Aku merasa bahwa apa yang sudah aku lakukan selama dua bulan ini untuknya demi kebahagiaan kami ternyata sia-sia. Berulang kali dia melakukan kesalahan yang sama. Aku tidak mau mendahuli-Mu dengan tidak memaafkannya, karena memaafkan adalah ajaran-Mu. Tapi ketika dia berulang kali melukai hatiku, dan berharap pada akhirnya aku memaafkannya, aku tidak sanggup.

Aku sanggup memaafkannya, tapi tidak untuk bertahan dengannya lebih lama. Aku sudah cukup bersabar yang juga Engkau ajarkan, tapi aku sudah lelah. Mungkin sekarang saatnya aku untuk menyerah kembali. Menyerah pada cinta yang dari awal aku perjuangkan berkat kuasa-Mu, tapi tidak menyerah pada takdir-Mu, karena aku yakin akan ada skenario baru yang pastinya lebih baik yang telah Engkau persiapkan untukku.

Tuhan aku mohon ajarkan aku menjadi tegar. Dengan atau tanpa dia sekarang, aku tetap memiliki-Mu. Dzat yang hakiki, dimana cinta sejati sesungguhnya bisa kucari. Aku hanya mohon pada-Mu, izinkan aku mengecap kebahagiaan lagi, dan lagi. Sampai Mati.

Bandung , 22 Nopember 2008

Jumat, 21 November 2008

Dapet Duit Lagi


Sekarang gue lebih tahu apa bedanya kucing kampung, kucing anggora dan kucing persia based on their ability to delivered their children. Ini juga berdasarkan pengalaman gue miara tiga jenis kucing tersebut. Dulu waktu pets shop belom menjamur kaya sekarang, terus gue masih belom punya duit dan orang tua gue belom mau ngedukung hobi gue miara kucing maka pilihan gue adalah miara kucing kampung. Gue suruh pembantu gue mungut anak kucing kampung yang sering lewat depan rumah, gue mandiin terus gue pelihara. Ngasih makannya juga gak ribet, cukup nasi yang digado sama ikan tongkol, dikasih minum, kadang susu, banyakan air putih, hidup deh dia dengan makmur. Yang paling penting, kalau dia nggak pulang karena keasikan jalan-jalan atau nemu jodoh gue nggak begitu khawatir

Beda sama kucing anggora, mau itu anggora murni maupun peranakan anggora-persia. Miaranya lebih ribet dan ongkos yang dibutuhkan untuk pemeliharaannya jauh lebih mahal. Dikasih makan nasi, bulunya rontok. Dikasih minum susu, nggak boleh susu untuk orang dewasa, harus susu formula. Dikasih makanan khusus kucing, nggak boleh sembarangan, takut alergi jadi harus ada trial and error dulu. Pokoknya ribet. Belom lagi check up ke dokter yang musti rutin, which is very important. Nah parahnya kalo lagi masuk musim kawin, hilang sebentar dari penglihatan langsung bikin gue parno, takut hilang. Maklum, mahal boo. Secara waktu itu belom musim peternak-peternak yang nyewain jantan buat ngawinin kucing betina yang masuk musim kawin.

Yang ini paling ribet, meski paling worthed. Duit memang nggak pernah boong. Kucing persia perawatannya jauh-jauh lebih mahal. Makanannya aja harus yang kualitasnya paling bagus dan ini berarti paling mahal, kalo nggak yang itu bulunya nggak mau lebat. Susunya musti yang low lactose content, mandiin musti di pet shop karena kalo mandiin sendiri dan nggak kering bener, jamur dengan gegap gempita langsung tumbuh di badannya. Imunisasinya juga lengkap, selengkap anak manusia. Untungnya, kucing persia itu enak diliat dan karena agak pemalas kalau musim kawin pun dia cuman nungging-nungging gak jelas sama ngeong-ngeong terus ngasih sign sama kita kalo dia lagi horny. Kalau dah gini tinggal ngontak peternak kucing yang nyewain kucing jantan unggul buat ngawinin kucing gue. As simple as that.

Kalau musim kawin udah lewat dan biasanya mereka bunting, perilaku mereka juga berbeda. Kucing kampung tetap aktif, ibaratnya wanita karier, kehamilan tidak mengurangi aktivitas. Kalo yang anggora, sedikit pemalas, nggak banyak jalan-jalan. Persia malasnya minta ampun, kerjaannya tidur sama makan doank. Nggak mau gerak-gerak, palingan jalan kalau mau makan sama pup. Tapi untung juga sih dia jadi pemalas, takutnya kalau banyak gerak entar keguguran. Rugi bandar, secara ongkos nyewa jantan itu 500 rebu lho. Kan gawat kalau sampe keguguran. Hihihihi.

Kucing persia gue kemaren (14-11-2008) ngelahirin, dan ternyata memang nyusahin tuh kucing. Dia nggak tahu caranya ngeden, kalaupun ngeden nggak ada tenaganya. Karena gue nggak ada di bandung, adik gue yang parno. Dia bolak-balik nelponin gue di kantor. Katanya anak kucing yang pertama baru keluar setengah tapi ibunya nggak mau ngeden lagi. Akhirnya gue nyuruh adik gue bawa ke dokter hewan aja. Di dokter hewan, kucing gue diinduksi, disuntik gitu. Tiap kali mau ngeden disuntik sekali dan karena anaknya 5 artinya disuntik 5 kali, yang artinya juga 5X50rebu, 250 rebu buat ngebantu ngelahirin aja. Fuih, mahal ya Cin!!!Tapi mau gimana lagi, timbang ibunya mati kehabisan darah. Lebih rugi.

Kalau dikalkulasi biaya nyewa pejantan, biaya perawatan selama hamil, dan biaya ngelahirin kan jadinya mahal banget tuh untungnya kaya gue bilang tadi kalo itu worthed. Kenapa worthed, karena setelah umur sebulan anak-anak kucing itu kalau gue jual satunya bisa laku 800rebu bahkan lebih. Ada yang mau? Kalau ada yang mau hubungin no ini XXX, sms yang kamu terima langsung dari HP saya (niru iklan-iklan SMS selebritis!!). Huahahahahaha.

Bentar lagi gue banyak duit nih, sayang anak kucing pertama mati karena kelamaan kegantung-gantung setengah badan tanpa lahir. Kalau ada yang nanya apa gue nggak kasian sama induknya dipisahin sama anak-anaknya demi pundi-pundi rupiah gue? Come on Darlin, setelah 2 bulan induknya juga masuk musim kawin lagi. Lupa deh dia sama anak-anaknya. Yang untung gue karena dipikiran gue udah ada duit jutaan lagi dari hasil ngejual anak kucing yang berikutnya, yang belum lahir, yang belum dikandung juga. Ya iya, baru juga ngelahirin masa dah bunting lagi. Gila kali ah……

Selasa, 18 November 2008

Its so last Century....


Baru aja minggu kemaren gue baca kompas yang di segmen kehidupannya menyoroti teknologi dan eksistensi radio yang tidak pernah sepi dan ditinggalkan penggemarnya meski jaman sudah serba digital. Kalau dipikir-pikir iya juga ya, radio itu nggak pernah nggak ada pendengarnya. Coba deh kita denger setiap stasiun radio yang existing, pasti ada yang denger setidaknya ada yang request lagu minta diputerin.

Gue sebagai pecinta berat radio merasa bersyukur stasiun radio terus meningkatkan pelayanannya, menerapkan teknologi streaming sehingga mau dimanapun gue berada asal ada internet, gue bisa denger stasiun radio favorit gue mengudara (igh..bahasanya mengudara, hihihihi). Gue dari kecil hidup di Bandung, dan bersyukur karena radio di bandung banyak banget dan sangat berkualitas. Stasiun favorit gue sampai saat ini tetep radio Ardan dan radio 99ers. Kedua stasiun ini setia nemenin gue waktu malem-malem mesti bangun belajar buat ujian jaman sekolah dan kuliah. Untungnya juga sekarang 99ers udah ada di Jakarta, jadi gue bisa denger dari Tangerang gue yang gerah walau geresek-geresek. Ardan kapan donk?!

Denger radio bikin gue makin pinter dan nambah wawasan, terutama wawasan mengenai lagu-lagu baru dan bahasa-bahasa gaul yang lagi megang. Jangan salah, keduanya musti di update terus biar nggak ketinggalan jaman. Temen gue suka protes, katanya kedua radio favorit gue itu udah nggak masuk dikisaran umur gue sekarang. Sirik aja dia mah, nggak bisa liat orang seneng dan masih gaul. Hehehehehe. Teteup!

Tadi malem, pacar gue tiba-tiba sms (iyah, gue punya pacar! Puas?!). Dan terjadilah percakapan ini :

Dia : “Oon lagi apa? Denger radio xxx (censored) deh, aku ngirim lagu buat kamu!” Panggilan sayang dia buat gue Oon. Gue manggil dia Bodoh.
Gue : “Radio xxx itu gelombangnya berapa?” Secara selama di Tangerang gue jarang banget denger radio. Mending nonton tv aja.
Dia : “Berapa ya? Sekitaran 100 deh. Coba aja cari!”
Gue : “Aduh yang jelas donk! Aku kan dengernya pake MP4, jadi nyarinya digital, kalo nggak jelas gelombangnya susah. Ato gini deh, sekarang radionya lagi muter lagu apa?”
Dia : “Lagi muter lagunya Beyonce yang If I were a boy”
Gue : “Oke, dapet” Setelah gue dengan susah payah nyari tuh gelombang sampe bulak-balik 2 kali searching.
Dia : “Met ngedengerin yah! Simak liriknya! Spesial buat kamu”

Sambil sms-an gue nahan ketawa, gile cing masih musim ngungkapin perasaan cinta di radio. So last century banget yah. Berasa gue jaman SMP SMA gitu deh. Yang belom ada handphone, yang tiap pulang sekolah rame-rame dateng ke stasiun radio buat nge-request lagu. Ditulis di kertas. Terus sok ikutan jadi member tuh radio biar kelihatan gaya, apalagi kalau dikasih kartu anggota. Langsung tuh kartu mejeng di bagian paling depan di dompet. Hihihihihihi. Membayangkannya gue geli sendiri, tapi thanks God gue pernah ngalamin itu semua. Seru!

Abis ketemu stasiun radio dimana pacar gue ngirim lagu, gue dengerinnya sambil tiduran di kasur. Maklum anak kost, semua-semua dikerjain di atas kasur. Makan, nonton, nulis, bikin blog, pokoknya kasur jadi singasana utama. Dan karena gue cape, pulang kerja, ditambah dininabobokan sama lagu-lagu mellow di radio itu, walhasil gue ketiduran. Bangun-bangun sejam kemudian. Aduh gawat, request dia udah dibacain belom yah?! Ya udah, timbang penasaran, gue sms pacar gue.

Gue : “Bodoh, lagunya udah diputerin belom? Maaf, aku barusan ketiduran soalnya cape banget!”
Dia : “Udah Oon Sayang!”
Gue : “Wah, maaf yah! Emang lagunya apa sih? Terus ucapannya apa? Dikirim via sms aja langsung ke aku yah!”
Dia : “Nggak ah, kan jadinya gak seru! Besok lagi aja aku kirimin lagi ucapannya. Pokoknya lagu Dirly yang baru, hingga ke ujung dunia”
Gue : “Ucapannya diomongin atau disms-in aja yah! Takutnya besok aku malah ketiduran lagi”
Dia : “Ya udah, tapi dikirimnya besok aja yah!”
Gue : “Kenapa nggak sekarang aja?”
Dia : “Nggak ah, besok aja! Hari ini kan udah tadi, sehari cukup sekali aja”
Gue : “Huuh, nyebelin!”
Dia : “ Hehehehehehe. Love You!”

BTW emang Dirly itu bikin lagu baru yah? Maklum, udah nggak pernah ngikutin perkembangan lagu nih semenjak tinggal di Tangerang. Besok di kantor searching lirik nya ah, biar tau kenapa pacar gue nyuruh gue nyimak lagunya bener-bener. Tapi gue masih tetep geli, kenapa juga musti pake radio segala. Mungkin mau berasa lebih romatis aja kali ya. In our ages? Come on, are you kidding me! Gue malahan berasa jadul banget, tapi kan kita harus senantiasa menghargai usaha pacar kita buat mengungkapkan perasaannya. Bener teu?

“Bodoh, besok-besok pake jasa merpati pos aja kalau mau nyampein sesuatu. Atau pake messages on the bottle aja, biar lebih spekta. Hihihihihi. Maaf ya!” Sms yang udah gue tulis tapi nggak gue kirim buat dia, si Bodoh yang gue sayang.

Yuda : Berasa tua amat yah gue!!!!

Jumat, 14 November 2008

Menggugat Mimpi


Mimpi itu bunga tidur, hanya semacam hiburan, tapi kalau mimpi itu datang berulang-ulang mungkin aku harus mulai membaca pertanda. Ketika mimpi tentang kamu muncul pertama kali, aku hanya menganggapnya sebagai intermezzo. Selingan sesaat. Tapi ketika muncul untuk yang kedua kali kemudian ketiga dan sampai kelima kalinya, aku lantas mencari jawaban atas pertanda yang mungkin akan tiba.

Kenapa kamu muncul dalam mimpi-mimpiku belakangan ini? padahal kamu bersama dengan kenangannya sudah aku kubur dari dulu. Kenapa kamu seakan menghantui melalui mimpi? Mengapa menunggang mimpi yang tak pasti? Semuanya hanya mengungkit cerita lama, meniti episode jaman dulu saat aku masih belum begitu mengerti, belum dewasa sepenuhnya.

Kamu dulu datang saat aku masih lugu, masih hijau sehijau Shreek. Kamu datang membawa pesona yang belum pernah kudapat sebelumnya. Meluluhlantakkan, seperti tornado yang memporakporandakan dinding hati. Aku terpesona, terperdaya kemudian jatuh cinta. Jatuh cinta padamu yang memberi getar asmara pertamaku dalam dunia yang ambigu. Kamu juga yang mengajarkanku apa itu cemburu. Aku sungguh jatuh cinta padamu saat itu.

Selain perasaan cinta dan cemburu, kamu juga mengajarkan apa itu sakit. Meninggalkanku dengan banyak pertanyaan dan langkah bimbang. Menanarkan setiap acuan yang kupijak. Kenangan itu semua sudah aku kubur, aku menutup pintu hatiku untukmu, sampai saat ini.

Datang melalui mimpi adalah sesuatu yang tidak kuharapkan darimu. Aku memang tidak menginginkan mu hadir dalam bentuk apapun, nyata ataupun ilusi. Mengingatmu hanya memaksaku berjalan mundur ke episode dulu. Memaksaku membuka kembali lembaran hitam saat aku mulai mengenal dan meniti duniaku yang baru. Aku mengugat mimpi yang menghadirkanmu.

Di mimpi itu kau datang memberiku sebuah kebimbangan, menawarkan kembali sebuah ikatan, sebuah titisan kepercayaan. Aneh. Dalam kehidupan nyata saja aku terus menghindarimu, apalagi dalam mimpi. Sesuatu yang untuk memikirkannya saja aku tak mampu, tak mau tepatnya.

Apakah ini memang caramu? Datang melalui mimpi agar aku tak lagi bisa menghindar, tak bisa bersembunyi. Tapi untuk apa? Masa itu sudah lama terkubur. Aku sekarang bisa berlari sendiri, tak tertatih-tatih seperti dulu saat baru mengenal dunia ambigu melalui perantaramu. Aku sudah tegar, juga berkat kamu. Ketegaanmu yang menjadikanku tegar, dan berkat ketegaan itu juga aku menjadi sadar bahwa dunia ambigu yang kutiti tidak seindah taman surgawi. Semuanya semu, semuanya abu-abu.

Aku mohon padamu, janganlah kau buat aku kembali mengenalmu ataupun mengenangmu! Aku sudah lelah. Mencoba menghilangkan episode dulu sudah teramat lelah, dan aku berhasil di akhir langkah. Janganlah kau koyak lagi! Kamu sudah tersimpan rapi di salah satu ruang di hatiku, yang pasti akan ku kenang suatu hari nanti, tapi tidak saat ini.

Kamis, 13 November 2008

Taman Yang Paling Indah


“Taman yang paling indah hanya taman kami, taman yang paling indah taman kanak-kanak. Tempat bermain, berteman banyak. Itulah taman kami taman kanak-kanak” Sepenggal syair lagu anak-anak yang aku yakin sangat akrab di telinga semua orang entah itu laki-laki, perempuan, dewasa, anak-anak maupun manula. Mereka semua mungkin setuju bahwa taman yang paling indah itu memang taman kanak-kanak.

Buat aku, taman yang paling indah selain taman kanak-kanak tentunya adalah taman aksara. Taman yang di dalamnya terserak jutaan aksara yang dapat aku rangkai menjadi kata. Aku jatuh cinta pada aksara sejak pertama kali aku mengenalnya, sehingga aku berterima kasih pada orang-orang yang memperkenalkan getar asmaraku yang pertama pada aksara kemudian kata. Di taman ini aku senantiasa tersungkur, tersungkur dalam cinta dan tersungkur dalam keindahan makna sebuah kata.

Berada di taman aksara seringkali membuat aku lupa, lupa pada kenyataan kalau aku bukan fatamorgana tapi nyata. Aku bisa berubah menjadi siapa saja di taman aksara. Berubah menjadi seseorang yang terjebak di dalam jiwaku, alam pikiranku bahkan dalam nyawaku. Kecintaanku pada aksara dan kata mampu mewujudkan semua asa yang kadang tak bisa terjamah raga. Di taman akasara aku bisa menjadi pujangga ketika aku sedang jatuh cinta, bisa menjadi sangat cengeng ketika terjerembab dosa dan bisa menjadi sangat pemarah ketika durjana menyapa jiwa. Aku bisa menjadi semua itu di taman aksara tanpa ada yang bertanya mengapa.

Aku jatuh cinta pada taman aksara, taman yang bisa menyembunyikan siapa aku sebenarnya. Aku bisa menyamar sepuasnya disana, sembunyi di balik makna sebuah kata, dan kadang aku akan berkamuflase menjadi orang asing. Orang yang sama sekali tak kukenal. Mereka hanya kupinjam arwahnya untuk kususupkan sementara dalam jasadku. Semua itu perantara aksara dan kata.

Aku paling senang ketika arwah pujangga menyusupi ragaku, aku akan menjadi sangat romantis. Jutaan kata cinta bisa terbingkai dalam puisi, syair dan sajak meskipun aku bukan pecinta yang beruntung. Semuanya karena aksara. Aksara memberiku kekuatan untuk mendobrak semua belenggu yang mengikat, melabrak semua norma pembenaran bahkan meruntuhkan dinding yang dibangun dari kesombongan. Kekuatan itu membuatku bisa berjalan di setapak kecilku tanpa orang tahu. Aksara menjadikanku prajurit yang tangguh, yang memanggul panji-panji makna kata. Aksara tak menjadikanku ambigu atau anomali karena aksara tak bisa digugat cerca. Aku beruntung mengenal kemudian jatuh cinta pada aksara.

Mari kita bermain di taman aksaraku, agar kita semua terjerembab dalam rasa cinta yang sama. Kujanjikan akan kau lihat kupu-kupu di sana, bahkan di tempat-tempat yang tak pernah kau bayangkan sama sekali. Tak sekedar permainan petak umpet yang kutawarkan, tapi lebih dari itu. Selamilah duniaku melalui goretan aksara dan kata yang kutoreh di sana. Nikmati, kemudian kau akan mengenal siapa aku sebenarnya. Seseorang yang tak lagi bertopeng kata, seseorang yang akan mengajakmu berarung jeram menyusuri riak-riak aksara. Seseorang yang akan membuatmu menyesal tak mengenal aksara dari dulu. Bergabunglah dan akan kuucapkan,
“Selamat jatuh cinta di taman aksaraku”

Selasa, 11 November 2008

Romantic Blues


Menurut gue romantis itu absurd. Banyak orang yang memujanya tapi nggak sedikit juga yang antipati. Meski gue bingung kenapa ada yang antipati sama bersikap romatis. Bukankah setiap orang pasti punya sisi romantis, sisi melankolis? Dan kalaupun memang tidak suka atau tepatnya tidak mau mengekspos sisi romantisnya, kenapa harus antipati terhadap orang yang mengumbar sisi romantisnya tersebut?

Bersikap romantis itu memang pilihan, semacam jalan hidup. Mungkin buat sebagian orang bersikap romatis itu hanya untuk merefleksikan rasa cinta yang mereka punya buat pasangannya. Menunjukkan cinta dengan rasa yang berbeda, yang nggak itu-itu aja. Kalau kemudian gue ditanya apa gue orangnya romantis? Gue malah bingung jawabnya. Kalau suka bikin puisi yang menyayat-nyayat bisa disebut romantis nggak yah? Jujur, gue lumayan romantislah meski nggak akut juga. Dalam skala 1 sampe 10, nilai gue 7 lah.

Kenapa gue ngomongin romantis? Karena topik itu lagi hangat dibahas di ruangan gue di kantor. Awalnya sih gara-gara blogwalking gue kemaren-kemaren, di salah satu postingan orang ada cerita soal how romantic his partner. Kan gue bacain tuh keras-keras biar semua orang denger, dan bener aja semua yang denger langsung klepek-klepek. Nggak kebayang deh kalau ada yang ngomong gitu sama kita. Nggak tahu mau ngapain tepatnya. Kita seruangan malah bikin tugas buat nulisin apa yang akan kita lakuin kalau misalnya ada yang ngomong gitu di blog kita masing-masing. Rada aneh juga sih tugasnya, tapi kalimat-kalimat itu bener-bener romantis dan menginspirasi, makanya patut buat dijadiin tema salah satu postingan.

Kalimat romantis itu bunyinya gini : (Maaf ya scortum, kalimatnya dipinjem tanpa minta izin dulu!! Meski itu bener-bener HAKI alias Hak Kekayaan Intelektual lo. Mudah-mudahan nggak keberatan dan nggak marah. Kalaupun marah, gue jangan disomasi yah! Hehehehe).

“Saya cinta kamu dan saya yakin nggak akan pernah berubah. Saya adalah yang terbaik buat kamu dan saya yakin kamu yang terbaik buat saya. Mohon cintai saya seperti saya mencintai kamu. Mohon lupakan semua rasa khawatir yang ada dan lupakan semua tanggapan negatif orang terhadap kamu saat ini. Fokuslah pada bagaimana membuat hubungan kita langgeng selamanya. Mempertahankan relationship itu susah. Makanya lupakan semua, dan fokuslah pada kita, hanya kita. Yakinlah, kita bisa karena ini spesial”

Anjriiiit. Kumpulan kalimat yang meskipun gue baca berulang-ulang masih menimbulkan efek yang sama. Efek turbulen. Berasa ada badai yang memporak-porandakan akal sehat gue. Bener-bener like live in the fairytale, dengan dongeng klasik seorang puteri yang akhirnya mendapatkan pangeran tampan. Gue cuman berfikir kapan ada yang ngomong gitu sama gue? Atau kapan gue akan ngomong kaya gitu sama pasangan gue? Membayangkannya aja gue nggak bisa.

Back to the case. Kalau ada yang ngomong gitu ke gue, yang pasti kalaupun gue nggak pingsan setidaknya bakal speechless. Nggak tahu musti ngerespon kaya apa. Bingung mau ngapain. Nangis, mungkin itu satu-satunya hal yang bisa gue lakuin. Terdengar cemen mungkin, tapi itu hal yang paling masuk akal yang bisa dilakuin. Kelar nangis, langsung meluk dia, berharap dia bisa mengerti apa yang gue rasain tanpa harus ngomong apa-apa. Bahasa gue cuma diam. Nggak adil pastinya membalas apa yang dia katakan hanya dengan pelukan. Tapi rasanya semua magical words pun nggak bakalan bisa melawan kedahsyatan kalimat-kalimat tadi.

Masalahnya, worthed nggak sih gue buat dikasih pernyataan kaya begitu? Atau orang seperti apa yang worthed buat gue kasih pernyataan itu? Rasanya sampai kapanpun gue nggak bakalan berani bertindak. Kalau melakukan mungkin nggak akan bisa tapi kalau menerima, masa sih gue nggak layak buat nerima pernyataan itu? Come on, gue layak kok! Somebody?

Yuda : MIMPI AJA LO!!!!!!!!!

Senin, 10 November 2008

Aku Bosan Hidup.......


Eits, jangan terprovokasi judulnya. Aku bosan hidup bukan berarti gue bosan hidup di dunia. Dunia masih sangat indah untuk dieksplorasi, masih banyak rintangan yang masih ingin ditaklukkan dan masih banyak cita yang masih harus diwijudkan. Sekedar membuat purna arti kehidupan gue di dunia. Belum lagi masih banyak “utang” yang belum terbayar, kebanyakan “utang” sama diri sendiri tapi yang paling utama “utang” sama keluarga gue, kedua orang tua gue. “Utang” membahagiakan mereka.

Lagian kalau gue bosan hidup di dunia, sombong amat yah?! Udah punya bekal apa gue buat hidup di akhirat. Ibadah aja masih gitu-gitu aja, secara konsisten masih terus dijalankan sih dan mudah-mudahan akan terus dijalankan sampai kapanpun. Tapi rasanya hanya berjalan di tempat, jarang ada motivasi untuk meningkatkan kualitasnya. Udah berasa semacam ritual, jadi hanya sebatas dilakukan tanpa mengerti arti essensial dari ibadah tersebut. Harusnya kalau ada kesadaran semacam ini, ibadahnya jadi ditingkatkan tapi biasanya tetep enggak. Maafkan aku ya Allah.

Terus..terus, kalau misalnya gue bukan bosan hidup di dunia lantas gue bosan hidup dimana? Dengan lantang, gue akan teriak kalau gue bosan hidup di Tangerang. Yes, Tangerang. Sorry Tangerang people, but i'm really not into your city. I really don't like and enjoy to live in Tangerang. Gue bukan cerita Tangerang daerah BSD, Lippo or Alam Sutera, itumah daerah elite. Mungkin nyaman tinggal disana, mungkin kali ya. Nggak tahu juga soalnya. Gue mau cerita daerah pinggirannya, kawasan industri dimana gue tinggal sekarang.

Dimana-mana kawasan industri pasti semrawut, tapi oh my God. I think this is the worst. Macet dimana-mana dengan truk-truk dan bis segede-gede dosa, angkot yang sembarangan dan seenaknya ditambah lagi motor yang kalau pagi dan sore tumpah ruah ribuan di jalanan. Tidaaaaaaaaaaaaak!!Itu juga berarti polusi ada dimana-mana. Udaranya udah nggak seger sama sekali. Belum lagi ditambah galian dan perbaikan jalan yang taip satu kilo pasti ada. Pokoknya setiap hari selalu dimulai dengan kemacetan.

Kalu macet sih seharusnya biasa ya, Jakarta juga macet, tapi disini diperparah sama gerah. Gerahnya ampun-ampunan, lagi mandi aja bisa lho keringetan. Jakarta juga gerah tapi masih bisa dinikmatin, summer di luar aja gerahnya masih bisa ditolelir. Tangerang mah panas banget. Mana nyari kosan yang ada AC nya juga susahnya setengah mati. Walhasil kipas angin selalu menghadap ke arah muka setiap gue tidur. Meski katanya itu kebiasaan jelek, tapi daripada tiap gue tidur berasa di sauna. Ya mau gimana lagi? Pokoknya geraaaaaaaaaaaaahhhh.......Bikin nggak betah.

Akhirnya gue cuman bisa menikmati semua keadaan ini. Macet dinikmati. Gerah dinikmati. Kosan nggak ada AC plus kamar mandinya di luar juga dinikmati. Tapi sampai kapan? Bisakah gue bertahan lebih lama?

Yuda : Cari-Kerja-Baru-Aja-Kali-Ya?

Jumat, 07 November 2008

Dont judge a book by its cover


Jangan menilai orang dari penampilan luarnya aja. Kadang apa yang kita lihat nggak mencerminkan sama apa yang ada di dalemnya. Bolehlah menilai pertama kali dari casingnya, secara itu yang pertama keliatan. Tapi jangan menggeneralisasi, apalagi menyimpulkan atas apa yang baru kita lihat. Selain jatohnya nggak adil, kita juga akan sering tertipu penampilan.

Bukan berniat mengajari, tapi gue juga seringnya menilai seseorang dari luarnya aja. Karena dia kumal pasti deh begini, padahal kan belom tentu. Mungkin memang pembawaannya aja yang kumal bin dekil. Kita sering (terutama gue) terjebak dalam situasi mencitrakan fisik menjadi stereotipe yang udah terpola di otak kita. Bisa sih tepat, tapi perlu latihan. Dan hasilnya tidak instan, jadi perlu terus dieksplorasi.

Gue pernah ada pengalaman yang kalau gue inget suka pengen senyum sendiri. Kocak, konyol, lucu. Pengalaman ketika seseorang mencitrakan diri gue dari apa yang gue pake atau how I looked. Dan kebanyakan mereka salah, makanya gue suka senyum sendiri kalo inget hal-hal itu.

Pertama, Waktu dulu pas mau ikutan seleksi PNS (iya dulu gue niat ikutan PNS. Sekarangmah males) kan harus punya kartu kuning tuh, kartu tanda pencari kerja. Gue nggak punya, makanya gue bikin di dinas tenaga kerja Bandung. Pas nyampe lokasi, gue turun dari mobil, dengan pake celana jins, kaos oblong, cardigan, sandal capit plus tas selendang gembel andalan gue, gue ngedeketin meja pendaftarannya. Bapak pengurusnya ngeliat gue dari atas ke bawah, trus dengan muka nunduk sambil terus nulis dia nanya : “SMA atau STM?” Sontak gue pengen ketawa, pasti gara-gara dandanan gue deh. Waktu gue jawab : “Maaf Pak, saya S2”, bapaknya kaget gitu terus minta maaf. Dia bilang lagi “Saya pikir baru lulus SMA, soalnya mukanya masih muda” Yeee, emang kalo masih muda nggak boleh S2. Ngasal.

Kedua, waktu gue belanja celana kain buat kerja. Iya, celana kain. Temen-temen gue pasti ngetawain. Friends, umur kita makin tua, jadi nggak mungkinkan selamanya kita pake jins terus. At least di kantor, meski sebenernya itu juga bukan gue banget. Tapi apa daya. Pas gue milih-milih, ibu pemilik tokonya nanya celana kainnya buat apa (none of your business actually!), ya gue jawab buat ke kantor. Dia dengan polosnya bilang: “Masih muda udah kerja kantoran, pasti lagi Magang!” Tuingggg. Should I have a word! Memangnya kalo masih muda nggak boleh kerja kantoran. Tapi gue tersanjung juga sih, masa nampak masih muda? Secara waktu belanja itu umur gue udah 26. Mungkin karena dandanan gue kali ya yang cuman pake kaos oblong sama celana pendek doang?!

Ketiga, waktu dapet scholarship di luar (luar kelas maksudnya, hihihi), kan pengen nyobain clubbing. Tetep meskipun niatnya sekolah, clubbing tetep harus dijajal. Rugi kalo nggak nyoba. Pas gue mo masuk, penjaga pintunya ngelarang gue katanya gue pasti di bawah umur. Heh, Sir, umur gue 23 waktu itu. Sudah cukup umur. Jangan dibandingin sama bule-bule yang seumuran gue badannya segede-gede buta donk. Gue dateng dari asia jauh, regional kurang gizi. Harap maklum. Wakakakakak. Walhasil gue musti nunjukin KTP segala, bikin turn off deh! Untung clubbingnya seru…..

So, apapun yang kita pakai, itu memang kepribadian kita, tapi jangan ditarik kesimpulan hanya dari penampilan aja karena seringnya salah. Nggak mau kan dapet malu karena salah menebak-nebak orang hanya dari penampilannya aja. Be wise!

Rabu, 05 November 2008

Blogwalking


Akhir-akhir ini gue lagi seneng banget blogwalking. Mengunjungi blog-blog orang yang sebenernya kebanyakan nggak gue kenal.Ternyata isi blog mereka seru-seru. Mulai dari yang segar, bikin melek mata, konyol, kocak, sampe yang isinya banyakan resep-resep masakan doang. Yang terakhir suka bikin gue ngiler.

Kalo blognya menarik hati gue, setidaknya menyentil di hati, biasanya gue sapa si shout box nya, kalo menarik banget malah gue link di blogroll gue. Nggak peduli entar di link balik atau nggak. Sekedar seru-seruan, namabah temen. Ternyata banyak bener di dunia ini yang hobi nulis yah, paling nggak numpahin unek-uneknya lewat tulisan.

Dulu waktu pertama kali gue bikin blog, tujuan gue cuman satu. Menulis. Gue nggak peduli kalo blog gue akhirnya nggak pernah ada yang visiting, nggak ada yang ngasih komen atau nyapa di shout box. Lagian temen-temen gue, baik temen kuliah dulu, temen gaul, sampe temen kerja jarang ngasih komen. Baca sih sering, tapi komennya langsung nggak pake ditulis. Langsung ngomel ke gue waktu kehidupannya gue umbar. Tapi ada juga yang request pengen hidupnya diumbar di blog gue. Igh, situ artis?!

Gue nggak peduli sama “sepi” nya blog gue, karena kembali ke tujuan awal cuman ingin nulis. Blog jadi wadah gue untuk mengekspresikan apa yang ada di hati gue. Perasaan gue, hari-hari gue, pengalaman gue, pokoknya tentang hidup. Kan nggak mungkin juga gue nulisnya masih di diary, hari gini masih diary. Please deh, secara udah ada teknologi.

Tapi ternyata sekarang ketika blog gue mulai rame dikunjungi dengan hadirnya komen-komen tertulis, rasanya jadi lebih asyik. Tiap pagi waktu datang ke kantor yang pertama di cek pasti blog (selain karena friendsternya di blok orang IT), ada yang ngasih komen nggak yah? Ada yang ngisi shout box nggak yah? Ada tulisan baru dari temen-temen blogroll gue nggak? Pokoknya tiap pagi kerja gue diawali dengan blogwalking. Seru!!!! Im so sorry boss!

Blogwalking juga bikin gue seringnya malu sama kualitas dari blog-blog orang lain. Isinya berbobot, lebih bernilai, mengajarkan sesuatu akan hidup, cinta, menjadi dewasa. Sementara kalau menengok blog gue sendiri, kok banyakan isinya cuman caci maki yah? Kesedihan tidak terperi, kerisauan, gundah gulana, cinta yang gitu-gitu aja, pengharapan, dan tema-tema biasa lainnya. Malu sebenernya kalo dibaca orang, tapi itu tadi, gue nulis ketika gue pengen nulis. That’s it.

Kalau menulis sesuatu yang berbobot, siapa sih yang nggak pengen? Gue juga tentunya pengen. Makanya ini sedang dalam tahap belajar. Berharap semoga dengan banyak menulis postingan kemampuan gue buat bertutur, bercerita, berbagi sesuatu menjadi lebih berbobot. Dengan banyak membaca postingan temen-teman juga akan banyak mengajarkan bagaimana suatu cerita itu dapat dikemas sedemikian menarik sehingga tidak membosankan dan berkesan lebih berisi. Suatu hari nanti gue juga pasti bisa, tinggal banyak latihan.

Makanya, ayo Yuda keep on writing! Menulislah dan menulis, pasti lo akan menemukan ciri khas dalam cara bertutur yang lo banget tapi lebih berkualitas dan bermakna. Kalaupun nggak banyak orang yang baca, pasti akan ada manfaatnya. Setidaknya buat lo sendiri (Written when Yuda talking with himself in the middle of the cloudy night)