Halaman

Minggu, 28 September 2008

MENGERJAKAN PR NOEL


Hari gini masih ngasih PR, yang bener aja. Lagian PRnya seriusan neh. Susah ngerjainnya. Bagian ini selalu menjadi bagain paling sulit. Berdiri di satu titik untuk merefleksikan diri dengan menceritakan siapa diri kita sebenarnya. Kadang bertutur tentang diri sendiri jauh lebih sulit dibanding ngata-ngatain orang, seringkali jatohnya menjadi subjektif. Tapi gue akan coba menceritakan diri gue dalam 10 point. So here I Am, Yuda itu :

[satu]
Bawel. Dari mulut gue bisa keluar apa aja dari mulai sesuatu yang berkualitas, doa bahkan kata-kata sampah. Saking bawelnya, waktu kecil nyokap pernah nawarin ngasih lima puluh ribu asal gue nggak ngomong seharian. Awalnya lancar, tapi cuman bertahan dua jam doang. Mendingan nggak dapet duit deh dibanding nggak ngomong. Dari kelebihan di mulut ini juga gue bisa mengais rezeki, gue ma temen-temen bikin event organizer dimana tiap ada event gue pasti jadi MC nya. Lumayan bayarannya double. Hehehehe.

[dua]
Ceria. Dimana ada gue pasti disitu ada keceriaan. Temen-temen gue nggak tahu kalau keceriaan yang gue tunjukin sebenarnya adalah salah satu bentuk pelarian dan pengingkaran diri. Gue sering berlari dan mengingkari kalau sebenernya jauh di dalam hati gue, gue kesepian. Hanya saja gue nggak ingin temen-temen gue ngerasain kesepian dan kesendirian gue. Cukup gue dan Tuhan yang tahu.

[tiga]
School addict. Gue kecanduan sama yang namanya sekolah. Nggak heran kalo di usia gue yang 24 dulu gue udah kelar S2. Pengennya sih langsung S3, tapi beasiswa nggak kunjung tiba. Pake biaya sendiri nampak nggak mungkin, mau bikin bokap gue bangkrut gitu. But, perlu digarisbawahi kalo gue kecanduan sekolah, bukannya kecanduan belajar. Perbedannya jauh banget lho. Gue ngerasa sekolah merupakan tempat yang paling aman untuk gue bersembunyi, dari apapun dari siapapun. Tenggelam dalam diktat-diktat dan tugas membuat gue menemukan siapa gue sebenernya.

[empat]
Pernah mau menghancurkan generasi yang akan datang. Pasalnya gue ikutan tes jadi dosen ITB. Udah nyampe rektorat, tapi gagal karena ada kebijakan baru. Dosen itu mesti S3. Sialan. Temen-temen deket gue paling menghalangi keinginan mulia gue yang satu ini, kata mereka apapun keinginan gue mereka selalu dukung, tapi please jangan jadi dosen. Mempertaruhkan masa depan anak bangsa katanya. Mereka nggak pengen anak bangsa jadi rusak dan bobrok karena dosennya kayak gue.

[lima]
Pakar sex. Dari jaman kapan tahu, sex sudah sangat menarik perhatian gue. Kalo Noel berguru dari Om Naek L Tobing di majalah Kartini, maka gue berguru pada orang yang sama tapi dari majalah pria dewasa Matra (masih ada nggak sih tuh majalah?). Berdasarkan ketertarikan itu pula gue milih studi di jurusan Biologi, dimana sex menjadi sangat ilmiah dan bukannya tabu. Pas kuliah gue dijulukin si-SO alias sex oriented padahal nggak segitunya. Cuman expert di teorinya doang, prakteknya sampe sekarang masih sering deg-degan. Bisa nggak yah? Sebenernya milih biologi karena nggak masuk kedokteran, maklum otaknya pas-pasan. Kapasitas otak gue nggak mencukupi untuk jadi dokter, lulus S2 aja udah Alhamdulillah banget, mungkin juga lulus karena faktor kebeneran. Tau ah…..

[enam]
Punya resolusi buat gantung jas lab. Kalo atlet bulu tangkis ketika berhenti disebut gantung raket, maka gue pengen banget gantung jas lab. Laboratorium sudah sangat membosankan bagi gue, udah hampir 8 tahun ini gue bersahabat dengan laboratorium dan jas lab. Rasanya udah lama banget, tapi anehnya meskipun gue pengen gantung jas lab, gue tetep keukeuh nyari beasiswa S3 di bidang biologi molekuler mikroba. Nah lho! Kayaknya kalo udah S3 nampak nggak mungkin gantung jas lab kan? Berarti cepet-cepetan, kalo duluan gantung jas lab artinya gak perlu S3 tapi kalo duluan S3 keinginan buat gantung jas lab nggak bakalan terwujud.

[tujuh]
Gaptek. Ya Allah gue itu kayaknya orang yang paling gaptek sedunia. Laptop aja cuman gue pake buat nulis, bikin report sama chating. No games please, gue nggak suka maen games. Itupun kalo laptopnya ada masalah gue nggak tau cara benerinnya. Kasian banget yah gue. Pernah sepupu gue yang lulusan IT masuk kamar gue dan buka-buka PC gue. Dia bilang komputer gue nggak ada apa-apanya, nggak punya kelebihan. Nggak sopan, dia nggak tau kelebihan PC gue. Kelebihan PC gue itu pernah menghantarkan gue lulus S-1 dan S-2 dengan predikat cum laude (tuh kan jadinya subjektif, malahan jadi sombong gue. Heheheh, maaf. Kebiasaan).

[delapan]
Hobi menulis. Nggak ada yang gue pikirin kalo lagi senggang selain menulis. Menulis bisa menjadikan gue siapa aja tanpa gue harus berkamuflase menjadi mereka. Gue jatuh cinta pada aksara sejak pertama kali gue mengenalnya, sehingga gue berterima kasih pada orang-orang yang memperkenalkan getar asmara gue yang pertama pada aksara kemudian kata. Dengan menulis gue senantiasa tersungkur, tersungkur dalam cinta dan tersungkur dalam keindahan makna sebuah kata.

[sembilan]
Trully city boy. Gue bener-bener anak kota, kalo nggak ada mall gue pusing. Makanya waktu gue kerja di Situbondo (ada yang tahu dimana kota itu berada?), gue cuman bertahan 4 bulan. Kampung banget bow, nemu alfa aja setelah 48 kilo. Bayangin donk gue yang terbiasa dengan keramaian kota tiba-tiba dicemplungkan ke kota antah berantah yang jauhnya juga amit-amit. Berasa di pesantren, aktivitas cuman kerja dan ibadah. Ciehhhh…

[sepuluh]
Pengen jadi artis. Biar tenar. Sorry dude, hal ini udah mendarah daging bahkan dari gue belom genap lima tahun. Makanya dulu nyokap gue paling males bawa gue ke arisan. Kalo anak-anak lain ditanya mau jadi apa, pasti jawabannya beragam dari mulai dokter, insinyur atau presiden. Tapi kalo gue, tanpa tedeng aling-aling gue pasti jawab pengen jadi artis. Bayangkan, anak belom lima tahun udah sadar potensi diri. Heheheh.

Ok Noel, PR udah gue kerjain dengan lengkap. Mudah-mudahan dengan gue bertutur siapa gue, meskipun cuman dalam 10 point, gue bisa lebih menyadari kelebihan gue dan memperbaiki kelemahan gue. Thanks ya Noel for the task! Lain kali tuganya yang gampangan yah…………………..!

Sabtu, 27 September 2008

IT TAKES TWO HEARTS TO FALL IN LOVE


Dalam cinta tak ada kata aku, yang ada adalah kita. Dalam cinta tak ada istilah aku harus memahamimu, tapi yang ada adalah kita harus saling memahami. Dan dalam cinta tak ada aku harus menerimamu apa adanya, tapi yang ada kita harus saling menerima keadaan kita masing-masing. Cinta memiliki arti bukan hanya aku, tapi kita. Aku dan kamu yang terhubung dalam lingkaran suci api nirwana. Cinta tak akan berhasil bila hanya ada aku melulu atau kamu melulu, cinta tidak seperti itu. Cinta bukan arena hitam dan putih, tapi perpaduan yang menjadikannya abu-abu. Hal itulah yang seharusnya terjadi pada cinta kita, bukannya cinta aku.

Malam ini aku mencoba membuka kembali lembar demi lembar kisah yang pernah kita torehkan dalam kasta bernama cinta. Aku membuka kembali lembar kisah kita, bukan kisah aku atau kisah kamu. Dari jendela kamarku aku melihat bulan yang mengigil diterkam warna malam. Bulan….selalu tampak romantis bagiku, dan setiap aku mengintip bulan, aku jadi ingat bahwa cintaku padamu seperti bulan. Bulan selalu indah dan selalu ada, sama seperti cintaku. Kala purnama, cintaku penuh padamu, ranum dan siap untuk direguk. Cintaku padamu akan selalu ada, kalaupun sedikit terkikis itu hanya akan menjadikannya sabit. Tidak hilang sama sekali. Kalau bulan menghilang ditutup jelaga malam, maka cukup kau rasakan. Pendarnya akan tetap ada dalam nuansa hatimu.

Bagaimana dengan siang? Siang tak ada bulan. Apakah itu artinya ketika siang datang, cintaku menghilang. Bukan…tidak seperti itu analogi cintaku. Ketika siang meraja, aku memberimu kesempatan untuk menjadi kamu. Bukan kita. Cinta tidak egois, cinta juga tidak harus selalu ada kita karena terkadang aku adalah aku dan kamu adalah kamu. Lalu ketika kamu menjadi kamu lantas aku kemana? Aku akan sabar menanti datangnya saat kita kembali. Aku pasti akan kembali hadir dengan irama yang sama, seperti yang sudah bulan janjikan pada malam. Aku tidak akan mengekangmu karena aku tidak ingin cinta menjadikanku egois. Bulan tidak selalu menuntut langit untuk menghadirkannya, bulan mau berbagi dengan matahari di waktu yang berbeda. Bahkan bulan mau berbagi dengan jutaan bintang di waktu yang sama, saat kelam menganga.

Aku mau berbagi dengan sahabat-sahabatmu, dengan setumpuk pekerjaanmu, bahkan dengan waktu pribadimu. Aku mau berbagi dengan semua itu, membagi kamu tapi bukan cinta kamu. Cinta butuh dipertahankan, dan untuk itu tidak cukup hanya diikat oleh rantai dari untaian aksara, tapi butuh usaha. Cinta tidak akan berhasil kalau hanya aku yang berusaha, harus kita yang berusaha. Bulan selalu berusaha menyapa malam, meskipun dia rela tak teraba disaat terang. Tapi dia berusaha. Itulah yang aku inginkan dari kamu, berusaha. Berusaha agar pendar cinta kita tetap terjaga. Tak apa-apa redup asal jangan padam. Cinta itu melingkarkan aku dan kamu dan agar tetap terlingkar maka dibutuhkan bukan hanya usaha aku, tapi usaha kita.

Cobalah meraba hati, menelusuri relief ruang hatimu yang dulu katanya mau kau bagi dengaku. Apakah aku masih ada di sana? Apakah aku masih menjadi bagian warna pelangi jiwamu? Aku harap masih, sehingga aku akan tetap berusaha selama kamu berusaha karena dibutuhkan dua hati untuk terpadu, it takes two hearts to fall in love.

MENJADI KUAT


Kalau kebanyakan orang yang mengenalku kemudian menilai bahwa aku bukan orang yang kuat maka aku dengan lantang akan bilang bahwa mereka itu salah. Aku tidak selemah yang mereka pikirkan. Memang aku seringkali terseok-seok pada masalah hati yang itu-itu saja. Cinta yang tak tersampaikan, cinta yang tak terbalas, disakiti, patah hati, kemudian putus asa sudah menjadi candu dalam kehidupanku. Derita-derita itulah yang menyebabkan sebagian besar dari mereka yang mengenalku kemudian menggolongkanku pada tipe manusia yang tidak kuat.

How come? Justru dari derita-derita itu aku merasa bahwa aku menjadi lebih kuat. Sangat kuat bahkan. Aku tidak lemah, aku justru bangkit dari penderitaan itu. Ketika cinta itu tak tersampaikan, apakah aku menyerah? Tidak, tak ada kata menyerah dalam titian hidupku. Aku berpasrah, bukan menyerah. Aku yakin dengan pasrah maka suatu hari nanti akan ada cinta yang datang, cinta yang sejati, yang selama ini aku cari. Pasrah bukan berarti menyerah, karena pasrah tidak berarti berhenti mencari sesuatu.

Ketika cinta yang kusemai tidak berbalas, apakah kemudian aku berhenti mencintainya? Tidak, aku tidak akan berhenti untuk cinta yang sudah kuperjuangkan. Bukan masalah dia membalas cintaku atau tidak, bukan masalah meskipun dia yang dulunya pernah mencintaiku kemudian berpaling. Dengan terus berjuang, aku setidaknya berharap dapat meluluhkan hatinya, mencairkan pendiriannya dan membuka mata hatinya bahwa aku masih berjuang dan akan berjuang sampai kapanpun. Cinta butuh diperjuangkan meskipun pada akhirnya aku tahu bahwa dia akan tetap berpaling. Itu tidak masalah, setidaknya aku tamat akan rasa cintaku padanya.

Disakiti dan patah hati adalah dua hal yang seringkali kureguk dalam cinta. Disakiti kadang membuatku meradang dan berang, tapi kemudian aku tersadar, dengan mengikhlaskan hati untuk sesuatu yang indah maka aku akan mendapat makna yang sesungguhnya akan kesetiaan. Perasaan tersakiti bisa menjadi sangat indah apabila kita memaknainya dengan benar, menganggapnya sesuatu yang akan mendewasakan dan bukannya mengkerdilkan jiwa. Dengan perasaan sakit itu aku dengan gagah bisa membawa diriku terbang ke nirwana. Sekedar untuk menunjukkan pada dirinya bahwa aku bisa bertahan.

Patah hati adalah hal yang biasa dalam cinta. Patah hati satu paket dengan cinta itu. Ketika kita jatuh cinta, secara tidak langsung kita sudah melakukan perjanjian dengan patah hati. Masalahnya hanya pada sejauh mana kita mempersiapkan diri kita untuk patah hati. Jauh sebelum sebuah hubungan aku rentang, aku sudah mempersiapkan patah hati. Derita yang satu ini selayaknya bayangan denganku, tak mau menjauh. Patah hati sudah bersahabat dengan jiwaku dan itu menguatkan. Tiap patah hati rasanya sudah hambar, bukan lagi sakit, yang aku kembangkan pastinya seulas senyuman bukannya buliran air mata.

Putus asa. Aku benci perasaan ini. Aku tidak ingin dan tidak akan pernah putus asa untuk mengejar cinta. Putus asa hanya akan menenggelamkanku pada jelaga hitam ketidakberdayaan. Menyelusupkanku pada raga ketidakmampuan. Aku memang seringkali kalah, tapi itu bukan alasan untuk putus asa. Aku mengutuki perasaan itu, perasaan yang sesungguhnya bisa dienyahkan dengan cara yang benar. Cara yang indah.

Apakah dengan semua alasan itu aku masih pantas digolongkan pada tipe orang yang lemah? Bukan pejuang? Aku tidak tahu.

SEPARATED


If love wasa a bird, then we wouldn’t have wings. If love was a sky we’d be blue. If love was a choir, You and I could never sing. Cause love isn’t for me and you.

Ketika cinta memang bukan untuk kita berdua, bukan untukku dan bukan untukmu, maka kita bisa apa. Sekuat apapun kita pertahankan maka yang ada hanya rasa saling menyakiti. Berusaha tak akan membawa kita kemana-mana, karena aku yakin jauh di dalam hati kita, kita sudah saling menghindari. Saling memadamkan pendar yang pernah ada.

If love was an oscar, You and I could never win, cause we can never act out our parts. If love is a bible, then we are lost in sin. Because its not in our hearts.

Ketika semua yang kita lakukan tidak bersumber dari hati, maka semuanya akan bermuara pada kesedihan, kebencian. Hati adalah awal dari semua kebaikan, semua rasa sehingga ketika hati kita berkata bahwa kita tidak bisa bersama lagi, kita harus mengikuti intuisi itu. Banyak hal yang tak bisa dilontarkan dalam bentuk kata, tapi bisa dimaknai dengan hati. Tak perlu bersusah payah mencari penyangkalan melalui suara. Cukup kita lihat dan raba hati kita maka kita akan tersadar bahwa cinta antara kita memang sudah mati. Kenangan mungkin masih teraba tapi rasanya pasti hampa.

So why don’t you go your way and I’ll go mine. Live your life, and I’ll live mine. Baby you’ll do well and I’ll be fine. Cause we’re better off, separated.

Berpisah mungkin jalan terbaik yang memang harus kita tempuh. Akan kita rasakan sakit memang, karena rasa yang pernah ada pastinya tak bisa dihilangkan dalam sekejap mata. Tapi ketika muncul keyakinan bahwa kita akan lebih bahagia apabila kita tidak berjalan bersama, apa yang lebih purna? Berjalan di setapak kecil kita masing-masing justru akan membebaskan kita, melepaskan kita dari belenggu untuk saling menyakiti. Biarkan aku hidup dengan caraku dan kamu hidup dengan caramu. Berjalan menuju kebahagiaan yang sama tapi melalui cara yang berbeda.

If love was a sport, we’re not on the same team. You and I are destined to lose. If love was an ocean then we are just a stream, Cause love isnt for me and You.

Cinta memang bukan jawaban buat kita. Bukan alasan untuk tetap berjalan beriringan menyusuri pematang kehidupan menuju kebahagiaan. Mungkin bukan dengan cinta kita bisa bersama, mungkin dengan uluran persahabatan hubungan kita akan jauh lebih bermakna. Aku membebaskanmu menentukan arah, tak ada yang lebih sempurna selain melihatmu bahagia.

I know we had some good times, its sad but now we gotta say goodbye. You know I love you, I cant deny. I cant say we didn’t try to make it work for you and I. I know it hurts so much but it’s best for us. Somewhere along this windy road we lost the trust. So I’ll walk away so you don’t have to see me cry. It’s killing me so, why don’t you go.

Kita berpisah bukan karena kita tidak berusaha. Karena kita berusaha itulah makanya kita memutuskan untuk berpisah. Aku sangat mencintaimu, kekasihku atau bukan itu tidak akan merubah rasa itu. Masa-masa indah yang pernah kita lewati akan mengkristal dalam bola lampu di hatiku, bisa kukenang dengan mengamati dari beningnya kaca yang tercipta. Aku juga tahu bahwa ini menyakitkan, tapi akan lebih menyakitkan kalau kita tetap bersama. Bukan itu tujuan hubungan kita. Kita kehilangan kepercayaan, kehilangan pegangan yang justru dibutuhkan dalam suatu hubungan.

Izinkan aku pergi membawa semua rasa, kenangan dan semua kepahitan ini. Kamu tidak perlu menangis karena menangis justru akan memberatkan langkahku, padahal kepergianku justru akan membebaskanmu. Ini juga menyakitkan buatku tapi rasanya rasa sakit sudah bersahabat lama denganku semenjak mengenalmu. Kamu tak hanya memberiku bahagia tapi juga sakit tak terperi. Sehingga kini aku menginginkanmu untuk pergi, bebas. Jangan menoleh ke belakang, jangan berjalan mundur karena semuanya sudah usai. Ketika kau pergi, aku akan menutup semuanya, menutup pintu hatiku untukmu.

DI PENGHUJUNG RAMADHAN


Ya Allah,
Terima Kasih hari ini Kau masih bangunkan aku dalam keadaan mengecap bulan penuh barokah. Bulan Ramadhan. Terima Kasih Juga Kau masih menguatkan imanku untuk menjalankan Titah-Mu, sebagai bukti penghambaan diriku yang paling hakiki terhadapMu.

Ya Allah,
Aku tahu meskipun Kau tak pernah berpaling dariku, tak pernah meninggalkanku dalam kegelapan berkepanjangan, bahkan selalu menungguku kembali ke arahMu saat aku terseok mengecap dosa. Aku sering tak mengacuhkanMu. Aku merasa bahwa Kau akan selalu memaafkanku ketika aku tersadar dan sesenggukkan memohon pengampunanMU. Mungkin itulah kelemahan yang kupunya, dengan mudahnya melakukan dosa, menyicip nista untuk kemudian meminta pengampunanMU, dan yakin akan dimaafkan.

Bulan Ramadhan tahun ini memang aku jalani dengan berpuasa setiap hari. Tidak henti. Tanpa lelah. Tapi aku tersadar, itu bukan esensi utamanya. Aku kehilangan makna terdalam dari Ramadhan. Aku kembali terjebak dalam stereotipe menahan lapar dan dahaga, dan mungkin hanya itu yang aku peroleh selama menjalankan puasa tahun ini. Hanya lapar dan dahaga, tak lebih. Tapi aku tak ingin berburuk sangka kepadaMu, aku sangat yakin Kau tak akan pernah menzhalimi hambaMU. Aku yakin ada sedikit berkah yang aku dapatkan, sepenggal pahala untuk mengimbangi setumpuk dosa baik yang tak aku sadari maupun yang dengan sadar aku lakukan. Aku sangat yakin dengan keadilanMu. Terima Kasih.

Di penghujung ramadhan ini, aku berdiri di titik of nowhere. Mencoba merefleksikan diri, menelaah apa yang telah terjadi selama hampir sebulan ini. Sebulan yang menurut orang-orang beriman merupakan bulan pengampunan, bulannya ketika para Malaikat turun ke bumi, membagi-bagikan rahmat, berkah bahkan anugrah. Setidaknya aku berharap dengan merefleksikan diri, aku bisa belajar sesuatu untuk mejadi lebih baik di waktu mendatang. Kalaupun aku tak sampai ke Ramadhan tahun depan nantinya, setidaknya aku bahagia telah menyadari kesalahanku.

Emosi. Hal yang paling sulit aku kendalikan di bulan ramadhan ini. Terlahir sebagai anak dengan tingkat emosional tinggi, menyulitkanku untuk sedikit melunak. Bahkan di bulan ampunan ini. Pekerjaan dengan ritme super cepat, dengan banyak orang yang saling terkoneksi seringkali menyentuh ubun-ubunku untuk kemudian memuntahkan emosiku yang tidak tertahan. Aku sulit sekali mengontrol emosiku, sedikit saja ada masalah, aku pasti menyalak. Aku tak bisa sedikit saja bersabar. Kesabaranku sering luluh lantak bahkan dikemunculannya yang masih primordial.

Mulut. Sudah jadi rahasia umum, mulutku sering tak bisa berhenti berkata-kata, membusa. Dari sanalah kelemahanku terekspose. Banyak kalimat tidak seharusnya, kata yang tabu, bahkan umpatan yang tidak layak keluar begitu saja. Seringnya mengimbangi tingkat emosiku yang juga meninggi. Ketika seharusnya pada bulan ini dari mulutku lebih banyak keluar doa dan puja, aku malah menggantinya dengan sumpah serapah, dusta dan nista.

Nafsu. Oh my God. The hardest thing to do is maintaining my desire. I would never talk about my that speciall weakness. Realize my sin about that is enough. Just promise to myself and to God of course for not doing that anymore. But would I ?????????

Sabtu, 20 September 2008

LAGI LAKU


Belakangan ini gue lagi berasa laku, pasaran naek. Bukan laku karena job ngemsi gue udah banyak banget sampe-sampe gue bagi-bagiin kayak biasa. Ngemsi sih masih tapi nggak banyak, maklum lagi bulan puasa. Event jarang, paling gathering perusahaan, buka puasa keluarga besar mana, atau proyek amal apa gitu. Itupun bayarannya nggak segede biasanya. Gak apa-apa, mumpung puasa, sekalian amal. Kan gak mungkin bulan puasa gini, gue ada event di diskotik mana gitu. Kalaupun ada pastinya gak bakalan gue ambil. Pengen diceburin ke neraka lebih awal gitu gue. Astagfirullah.

Nah kalo bukan soal job ngemsi, lantas gue laku apaan donk? Laku dibooking tante girang atau om gadun gitu. Heheheheh, Astagfirullah. Bukan-bukan itu laku maksud gue. Tapi sekarang yang lagi laku hati gue, sebenernya bukan hati gue sih yang laku tapi diri gue yang laku, hati gue cuman ikut ramai. Ramai nimbang-nimbang beneran gak sih orang-orang itu suka ama gue, atau cuman mau bikin gue GR aja. Bikin gue berasa laku.

Tapi sumpah banyak kejadian belakangan ini yang bikin gue GR berat. Mungkin gue sih yang salah mengartikan sikap mereka, dan sepertinya iya. Tapi gue nggak peduli, yang penting gue merasa diri gue laku. Apalagi coba yang paling meyenangkan dalam hidup ini selain merasa dicintai, disayangi dan dibutuhkan? Selain dapet duit tentunya. That’s why I didn’t refuse this feeling, just try to enjoy it. Being flaterred was an awsome thing.

Pertama, si being someone else sekarang udah kembali ke sifatnya yang dulu. Yang manis, yang perhatian, yang sok cuek-cuek gemesin. Pokoknya gue suka dia yang seperti ini, bukan yang jutek dan sinis. Sekarang dia kalo mo pulang aja pamit ma gue, kalo lewat ruangan gue pasti senyum, trus masih teuteup suka curi-curi pandang. Heran deh, di ruangan gue kan orang lebih dari satu tapi kok curi-curi pandangnya cuman ma gue doang sih. Suka ya? Igh..gue ngarep. Huahahaha. Tapi itu yang bikin gue seneng, apalagi kalo gue tanpa sengaja nge-gap-in dia lagi staring at me and then smile while blushing. So sweet.

Kedua, anak accounting, cina, masih muda yang awalnya suka gue GR-GRin doank. Awalnya kalo gue GRin dia bakal marah besar, tapi ternyata tidak sodara-sodara. Dia kayaknya begitu menikmati sanjungan yang gue beri. Nggak marah malah lebih membuka diri. Dari sms-sms yang gue kirim atau balesan smsnya gue yakin kalo dia sangat membuka diri buat kehadiaran gue (kepedean gak sih gue). Tapi gue yakin kalo semua itu nggak palsu, gue nggak buta. Gue masih bisa membedakan dengan jelas mana suka dan mana nggak. Gue juga bisa membedakan mana yang ngarep dan mana yang cuman mau nguji how far can I go. Pokoknya gue seneng sama sikap dia belakangan ini.

Yang ketiga yang paling spekta, awalnya dulu dia di kantor pusat ma gue tapi karena kontraknya abis dia dipindah ke kantor cabang. Berondong, maneh! Aseli berondong, sama adek gue aja yang bedanya 6 tahun sama gue masih mudaan dia. Awalnya sih biasa-biasa aja, tapi kemaren ada satu moment dimana kita ketemu lagi dan dia ngajak ngobrol gue berdua. Gelap-gelapan lagi. Such a romantic occasion. Nggak ada pembicaraan saling membuka hati sih, gila kali. Tapi dia bilang kalo dia seneng bisa ketemu gue lagi. Waduh, makes me fly to 7th sky. GR banget sih gue. Dari dulu sih gue seneng ngobrol ama dia tapi cuman ngobrol biasa aja, tapi sekarang kok…………………..?

Meskipun gue berasa laku belakangan ini tapi gue tersadar bahwa gue udah punya cinta yang lain, cinta yang udah gue semai saat langit belum membiru gelap. So…………..=D

BUKA PUASA BARENG


Gue bukan mau nyeritain salah satu sinetron ramadhan yang lagi booming di salah satu stasiun televisi. Karena selain memang gue nggak pernah nonton, kayaknya sinetron itu kembali akan terikat oleh norma cerita yang sudah bisa ditebak pada akhirnya. Gue nggak adil yah, katanya gak pernah nonton tapi kok bisa menjudgment. Masalahnya sinetron-sinetron kita ceritanya memang seperti itu, bumbu iri dengki, si kaya dan si miskin serta adegan melotot-melotot pasti menghiasi hampir semua scene dari keseluruhan ceritanya.

Lets skip that story. Asqo dan Madina yang mau gue ceritain adalah salah satu varian acara di buka puasa bersama perusahaan gue dimana gue teuteup tampil sebagai MC nya. Lumayanlah salah cara biar tambah eksis, gila kali di perusahaan nggak eksis. Ujan bisa berkelir, pelangi item putih. Hari gini, eksistensi merupakan makanan pokok. Can live without deh.

Ya ceritanya ada pemilihan peserta buka puasa yang paling fungkeh, sepasang gitu. Sumpah ketika acara pemilihan itu gue nggak bisa nahan ketawa. Bener-bener sampai berlinang air mata. Pesertanya super duper unik. Sebenernya gue sih sebagai MC yang milih, dan gue keluar dari tema. Bukannya milih peserta dengan busana terbaik atau apa, tapi gue milih suka-suka gue. Pokoknya yang aneh-anaeh sama yang unik yang gue pilih. Secara gue yang punya kuasa, jadi gue memanfaatkan mandat tersebut dengan sebaik-baiknya. Membuat hidup orang dipermalukan. Sebenernya nggak dipermalukan sih tapi dibikin eksis. Heheheheh.

Nah pemenang pemilihan itu salah satunya teman sedivisi gue. Dia terpilih jadi Madina berpasangan dengan supir perusahaan yang udah aki-aki. Sontak hal ini menarik perhatian semua peserta. Nggak ada yang nggak ketawa. Emang unik sih, ceweknya masih muda, cowoknya udah keriput. Walhasil, kelar acara temen gue si Madina itu marah-marah sama gue. Katanya gue berhasil bikin dia malu. Lho kok gue yang disalahkan, secara yang milih dia sebagai pemenang kan peserta. Tugas gue sebatas mencalonkan dia. Tenang girlz, lo sekarang udah eksis, ngalahin ketenaran gue kali. Congrats yah!!!!!

Acara buka puasa perusahaan gue ini bisa dikategorikan lumayan besar-besaran. Semua panitianya nampak niat buat nyiapin acara ini. Dekorasinya yang paling megang, berasa ngemsi di acara kawinan campur ngemsi di diskotik deh. Pertama, kaya ada pelaminannya lengkap dengan alang-alang tinggi sebagai backgroundnya. Kalo kaya diskotik karena bertabur lampu kelap-kelip dan lampu sorot beraneka warna. Tinggal nambah house music, pasti berasa di stadium kayaknya. Aduh jadi kangen dugem. Ntar ah abis lebaran. Heheheh, udah berencana bikin dosa lagi.

Gue ngemsi nggak sendirian tapi bareng si Ozi, anak HRD. Awalnya gue males ngemsi karena secara gue karyawan baru gituh. Kesannya nyari muka banget. Tapi ya karena kepercayaan temen-temen akhirnya gue mau juga. Itupun pas acara resminya semua dihandle si Ozi, nggak mungkin kan gue ngemsi pake doa-doa dari qur’an itu. Bukan nggak mungkin, nggak bisa tepatnya. Takut salah, ntar malah berabe. Gue sih cukup tau diri, makanya pas yang resmi si Ozi aja, nah pas yang gokil-gokilan baru gue turun tangan. Jiwa banget sih gue kalo menyangkut gokil-gokilan.

Acaranya cukup berhasil menurut gue. Berhasil mengakrabkan semua karyawan disana, dari mulai jajaran manajemen sampe ke tingkat OB. Dan gue sangat yakin tahun depan pasti acara ini bakal ada lagi, meskipun pasti tanpa gue. You know what I mean kan?!

INSULTED


Kalo ada yang tiba-tiba bilang gini sama lo : “Lo tuh nggak cakep tapi enak diajak ngomong” apa yang akan lo lakuin? Ato setidaknya apa yang lo rasain?

Sumpah ini kejadian sama gue. Bener-bener kejadian, bukan rekayasa atau nyari tema-temaan buat postingan blog ini. Pertanyaan yang kemudian menempatkan gue di point of no return. Frozzen for a minutes kemudian ketawa. What can I do besides laughting. Laughting of my feeling sih sebenernya. Niat banget sih dia nanya gitu sama gue, apa maksud? Penghinaan atau sanjungan, gue nggak ngerti.

Waktu kemaren dia nanya gitu sama gue, gue jawab : “ Lo nggak usah ngomong gitu, gue juga punya kaca kok!”. Maksud gue jawab gitu nggak lain dan nggak bukan karena gue bener-bener punya kaca cermin. Boong banget kalo orang narsis kayak gue nggak punya cermin, for someone who self admirer like me, mirror is always be a best tool so gue paling seneng kalo ada di gym. Mirror everywhere, like in heaven.

Gue tahu kalo gue nggak cakep, tahu banget. Kenapa? Karena gue emang nggak cakep. Buta kali lo bilang gue cakep, gue itu kan cakep banget bukan cakep doang. Huahahaha. Keuntungan dari orang yang super duper PeDe kayak gue. Nggak merasa terbebani oleh statement seseorang yang cuman asal jeplak. Being insulted sih awalnya, merasa terhina gitu. Tapi kemudian gue cuman bisa tertawa, kembali ke pikiran awal gue. Ah…orang yang sirik nambah satu.

Kalaupun gue memang nggak cakep, trus apa urusannya sama dia? Gue bukan orang yang suka pilih-pilih temen. Nggak peduli dia itu cakep atau tidak, yang penting bikin gue nyaman, bikin gue bergumam dalam hati, thanks God for sending him/her as my friends. Trully friends. Bukan temen-temen yang hanya ngegerecokin hidup gue, bikin gue ribet. Dan yang pasti bukan temen yang hanya mau temenan sama gue karena gue cakep (jadi curhat!!!). Kalo mau temenan sama yang cakep, temenan aja sama model sana, jangan sama gue.

Gue memang segini adanya. Makanya gue lebih milih dibilang gaya ketimbang cakep. Pertama, kalo gaya itu kongkrit dan nggak relatif. Based on what I wear, what topics that I talk or what I eat maybe. Sekedar pengakuan, kalo gue emang nggak cakep-cakep amat. NGGAK CAKEP-CAKEP AMAT, tapi bukan berarti nggak cakep kan? Karena ya itu tadi, cakep itu relatif. For someone I hondsome enough, but for others maybe I ugly. So I totally not being insulted when people have said that im not good looking. Who cares.

Kalau soal menyenangkan, I’ll try my best. Gue berusaha untuk menjadi seseorang yang selalu menyenangkan meskipun sebagian besar temen-temen gue bilang kalo gue itu menyebalkan. Itu tugas berat buat gue. Bagaimana mengemas sifat menyebalkan itu agar bisa menyenangkan buat seseorang. Kadang sifat gue yang menyebalkan bikin kangen temen-temen gue kok. Malah kalo gue berubah menjadi so generous, banyak yang komentar. Katanya bukan gue banget, katanya gue kaya lagi krisis identitas. Tuh kan bikin bingung, menyebalkan salah, jadi baik salah juga.

Tapi gue mau bilang terima kasih buat seseorang yang udah mengeluarkan statement itu. Bikin gue merefleksikan dimensi hidup gue untuk kemudian menelaahnya dan berusaha untuk tampil lebih baik. Tapi jangan berharap Phisical appereance gue bisa berubah. Udah mentok, udah maksimal. Heheheh. Terima kasih Ya!

CHEATING ON SOMEBODY



Cheating on somebody dalam suatu hubungan memiliki artian ketika seseorang melakukan perselingkuhan dengan orang lain padahal dia masih memiliki hubungan dengan cinta yang lainnya. Kenapa di postingan ini gue mengambil tema cheating on somebody karena ya alloh, masa di kantor gue lagi marak banget yang namanya perselingkuhan. Setidaknya dua dari banyak temen deket gue melakukan perselingkuhan itu. Okeh banget deh hidup mereka, dari yang biasa-biasa aja jadi lebih spekta. Setidaknya buat gue sebagai pengamat, yang berada di luar kisaran kisah cinta mereka.

Kalo menelaah hati gue, apa gue juga ikut-ikutan latah dengan cheating on somebody? Kayaknya nggak deh. Nggak sejauh dua temen deket gue itu maksudnya. Kalo gue sering keliatan suka-sukaan sama si “hai” orang HRD atau si “babes” orang accounting itu nggak maksud lebih, cuman seru-seruan aja. Releasing stress, coloring my plain work situation, or just to measure my loyality to my trully lover. Tapi kalo si “hai” and si “babes” memberikan respon yang berbeda ya jangan salahin gue. Siapa coba yang bisa maintain perasaan seseorang. Hehehe, sound like some denial.

Back to my friends stories. Mereka do cheating on somebody for some reasons yang kadang masuk akal tapi kadang juga silly. Beragam pembenaran diungkapkan hanya untuk kemudian mengakui bahwa perasaan mereka nggak salah. Gue sih sebagai temen hanya bisa mendukung, mengamati, mengingatkan dan bukannya menghakimi karena menghakimi nggak bakalan membawa gue kemana-mana. Lagian siapa gue coba? Cuman temen dengan kapasitas yang bukan untuk menentukan arah hidup seseorang.

Temen gue yang satu, cheating her boy setelah jalan bareng selama 3 tahun. See? Ternyata waktu yang lama juga bukan suatu jaminan untuk bisa menahan hati untuk tidak menyukai kemudian jatuh cinta. Tapi yang namanya perasaan memang nggak bisa dibihongi, nggak bisa diarahkan, apalagi menyangkut perasaan cinta dan suka. Temen gue ini jatuh cinta sama temen kantor beda divisi dengan alasan cowok barunya ini keren dimatanya karena bisa fotografi. What? Should I have a word? Simple reason tapi siapa yang bisa menahan ketika benih cinta itu muncul. Dan bukannya people do some stupid things when they fallin in love?!

Temen gue yang kedua, cheating her boy too. Jalan bareng belom lama tapi si cowonya udah ngejar-ngejar ngajak merit sementara temen gue itu belom yakin sama cowoknya itu. Not sure for many things, since the first met. Itu yang kemudian membuat dia mencari cinta yang lain dan melabuhkan cintanya itu ke temen gue juga yang beda divisi. Lucu deh kalo liat cara pendekatan mereka, sembunyi-sembunyi garing gitu. Niatnya nggak pengen semua orang kantor tau. Aneh. Kerjanya cuman sms-an, tapi sama-sama gengsi ngakuin kalo mereka saling suka. Padahal, love is in their eyes when they talking about the other. Love make somebody stupid and silly also. But who care actually.

Kesamaan kedua temen gue itu, akhirnya mereka memutuskan pacarnya untuk memulai lembaran cinta yang baru. Eh, ada yang masih rencana dink. Hehehehe. Gue cuman bisa menilai diri gue sendiri, gue memang nggak selingkuh tapi gue sering bermain sama hati gue sendiri. Bermain api yang kemungkinan besar juga akan memabakar diri gue sendiri karena bola api itu gue pendarkan ke beberapa orang yang belakangan ini menarik hati gue. Salahkan ketika hati gue bilang kalo gue lagi tertarik sama seseorang? Salahkah bila perasaan itu tiba-tiba muncul karena senyum manis yang dia pamerkan? Salahkah?

Rabu, 03 September 2008

BEING SOMEONEELSE


Belakangan ini gue lagi sebel banget sama seseorang. Seseorang yang dulunya sering curu-curi pandang sama gue. Seseorang yang suka memamerkan seulas senyum manisnya kalo lagi ke gap sama gue lagi curi-curi pandang. Seseorang yang secara tidak sengaja memang meja kerjanya udah ada depan ruangan gue, yang setiap saat bisa gue liat tingkah lakunya. Seseorang yang kadang kalo gue lagi bete sama kerjaan pengen gue liatin. Cukup liatian aja, ditambah ngata-ngatain dalam hati sedikit, ilang deh kebetean hari itu.

Kalo temen-temen seruangan gue baca postingan ini pasti langsung pada heboh deh. Langsung berfikiran macem-macem atau mungkin ngetawain sambil geleng-geleng kepala. Jangan buruk sangka ah, cuman pengen cerita aja. No further. Sumpah dikutuk jadi jelek dan miskin deh (it’s mean that I’m handsome and rich already!)

Back to the main topic. Nah si seseorang itu akhir-akhir ini berubah banget, terutama sama gue. Nggak ada lagi senyum manis yang suka dia pamerin, nggak ada lagi sapa hangat kalo kita ketemu di mushola pagi-pagi, nggak ada lagi saling pandang-pandangan, dan semua rutinitas yang biasanya kita jalanin sengaja ataupun nggak sekarang bener-bener nggak ada. Parahnya sekarang kalau kita papasan aja, dia nggak nyapa. Gue nyapa duluan, tanggepannya dingin. Ighh, bener-bener ngebetein deh.

Kalo sekali atau dua kali sih pastinya gue biarin aja, mungkin hari itu dia lagi bad mood. Tapi kalo keseringan dan hampir tiap hari dalam seminggu ini, pasti there’s something wrong. Kata temen-temen gue, dia itu memang dasarnya jutek jadi mereka udah nggak aneh. Tapi sama gue? Kayaknya dia nggak pernah jutek deh sebelumnya, makanya kalo sekarang dia berubah gue notice banget. Like something missing in my life. Berlebihan sih memang, tapi aneh aja. Pasti ada apa-apanya.

Makanya di hari kesekian setelah dia tetep jutek sama gue, gue beraniin buat nanya. Cuman pengen tahu aja, do I’ve done some mistakes? Kan kalo memang gue ada salah gue bisa minta maaf (temen-temen seruangan gue pasti teriak-teriak nggak percaya maksud gue ini). Beneran inimah, cuman pengen tahu aja. Nggak lebih.

Pertamanya sih gue nanya, dia sakit apa nggak, kok diem aja. Eh dia nggak ngerespon. Trus gue ngulang lagi pertanyaan itu. Bayangkan dua kali gue ngulang pertanyaan itu karena nggak digubris. Bukan gue baget kan, igh najong deh. Berasa amat sih dia. Kalo jahatnya gue lagi kumat pasti orang itu udah gue tinggal dan gak gue tanya sampe batas waktu tertentu. Hehehehe. Untung saat itu gue lagi baik.

Setelah gue nanya-nanya soal kelakuannya yang berubah sama gue dan setelah dengan berani-beraninya dia bilang kalau gue itu sensitif banget, akhirnya gue nggak bisa nahan geli. Sumpah inimah geli sendiri. Pasalnya dia bilang sama gue, kalo selama ini sikap yang dia tunjukin sama gue itu bukan dia banget. Sebenernya dia itu pendiem kata pengakuannya. Ya, come on rephrase that word. PENDIEM. Nah yang bikin gue geli, masa selama hampir 4 bulan dia kenal sama gue dia berpura-pura terus. Berpura-pura jadi orang yang nggak jutek, yang menyenangkan buat gue, yang manis, tapi ternyata itu cuman topeng. Nampak nggak mungkin kan?

Kelar pengakuan itu gue jadi linglung sendiri. Masalahnya muncul pertanyaan besar di benak gue, maksud selama ini dia berpura-pura apa? Dan kenapa setelah “berpura-pura” hampir 4 bulan dia pengen balik lagi jadi dirinya yang dulu? Yang pendiam dan sinis.

MARHABAN YA RAMADHAN

Alhamdulillah, akhirnya gue sampai juga di ramadhan tahun ini. Berarti Allah SWT kembali memberikan kesempatan buat gue untuk terlahir kembali menjadi manusia baru. Mudah-mudahan dengan gemblengan ramadhan tahun ini gue bisa jadi manusia yang lebih baik, yang nggak banyak bikin dosa, nggak banyak nyakitin orang (banyak banget yak!). Amien.

Apa sih istimewanya ramadhan buat gue? Sebenernya bulan suci ramdhan itu memang teristimewa, kalau kata ustadz di pengajian yang sering gue datengin (iya sekarang gue ngaji lagi) bulan ramadhan itu ibarat hadiah yang Allah berikan kepada kita untuk melebur dosa. So pastinya bulan ramadhan itu teristimewa bagi semua orang. Buat gue juga istimewa, bukan hanya sekedar bulan untuk meleburkan dosa, tapi artinya lebih dari itu.

Di bulan ramadhan, gue berharap bisa jadi manusia yang lebih baik. Yang dari mulutnya bisa lebih banyak keluar doa dan pujian ketimbang sampah seperti biasanya. Bulan ramadhan juga bakal gue jadiin tempat menggembleng keteguhan iman gue. Nggak ada lagi istilahnya berdosa di bulan ini. Memang sih berdosa itu di semua bulan nggak boleh, tapi seringnya gue kelupaan. Makanya di bulan ramadhan ini gue berharap bisa lebih terhindar dari perbuatan dosa.

Tahun ini adalah ramadhan gue ketiga nggak total di rumah, di tengah keluarga gue. Udah tiga tahun berturut-turut gue selalu menjalankan ibadah puasa di daerah tempat gue kerja yang jauh dari rumah. Tahun 2006 gue menjalani ramadhan di Situbondo. Tahun 2007 ramadhan gue laluin di Bogor, dan sekarang tahun 2008 gue bakal ngejalanin puasa di Tangerang. Kota yang gerahnya ampun-ampunan deh. Mudah-mudahan itu tidak menyulitkan gue untuk puasa dan tetap beribadah. Amien.

2006. Puasa di Situbondo merupakan pengalaman gue yang paling luar biasa. Puasa pertama jauh dari rumah. Puasa yang kalau waktu sahur dimulai jam 3 karena waktu imsaknya jam 3.45. Yang kalau sahur menu yang disediain ibu kantin seringnya salah kaprah, masa sahur sama pecel lele tapi buka sama sayur sop panas. Di situbondo juga kalo pas buka suka nggak kebagian ta’jil karena kehabisan. Makanya gue sama temen-temen di mess eksekutif seringnya ngambil ta’jil duluan trus ditaro di kulkas depan kamar. Kalau nggak dimakan pas buka, kita makannya setelah tarawih. Tapi ada yang suka kurang ajar juga, masih aja makanan kita di kulkas ada yang ngembat.

Tarawih di Situbondo berkesan juga. Kita tarawih di tempat yang asalnya ruang maen biliyar, ngundang ustadz. Nggak pake ceramah, langsung sholat, makanya cepet. Karena di sana panas dan kipas anginnya yang ngegantung cuman satu, maka dengan pedenya setiap tarawih gue pasti akan mengkudeta orang lain dan memposisikan diri tepat berada di bawah kipas angin. Cewek-cewek di bagian belakang tiap hari ngetawain gue liat tingkah laku gue itu, sampai-sampai gue terkenal sebagai manusia kipas angin. Jadi kangen sama Situbondo. Catet, sama Situbondo, bukan sama kerjaan di Situbondo.

2007 Puasa di Bogor. Kota hujan yang ternyata selama bulan puasa 2007 nggak turun hujan sama sekali malahan panasnya teramat sangat. Hareudang pisan. Di bogor juga untuk pertama kalinya gue sahur musti ke warteg buat beli makan. Dingin-dingin ngantuk nyari makan. Tapi itu cuman berlangsung tiga hari doank, setelah itu sahur cukup dengan roti. Bukannya ngirit, tapi males aja keluar-keluar kamar nyari makan. Roti is enough, apalagi rotinya roti GS. Yummy (jadi ngiler).

Tarawihnya di mesjid kampus yang super duper gede, yang jumlah rakaat tarawihnya 23. Kalo gue sih ngikut cuman 8 doang. Kelar 8 rakaat, turun ke lantai bawah shalat witir 3 rakaat trus pulang ke kosan deh. Bulan puasa di Bogor enak, banyak makanan trus mesjidnya deket kosan jadi kalau shalat subuh bisa di mesjid. Shalat berjamaah subuh lebih utama dibanding shalat sendiri, meski terkadang males ke mesjid. Jadi shalat di kosan aja saking ngantuknya. Maafkan aku ya Allah. Enaknya lagi di bogor ada Tresa, temen kuliah gue. Sahur pertama di rumah dia, sempet beberapa kali juga nebeng buka di rumahnya. Lumayan ngirit, nggak dink. Cuman pengen berasa puasa di rumah aja.

Nah sekarang puasa 2008 di Tangerang. What would it be? Kita liat saja nanti. Mudah-mudahan bisa lancar kayak tahun-tahun sebelumnya. Tak ada yang bisa terucap menjelang ramadhan kali ini kecuali, Marhaban Ya Ramadhan. Selamat Datang Bulan Ramadhan.

MELIPAT WAKTU

Melipat waktu ke belakang menempatkan aku akan kenangan tentang kamu. Kenangan yang memang patut untuk dikenang dan hanya bisa dikenang karena sekarang keberadaanmu entah dimana. Seseorang yang pernah mengisi hari-hariku, mengisi lembaran-lembaran kisah kita. Kisah yang di akhir episodenya tak bisa kita perjuangkan. Patah dan remuk.

Melipat waktu ke belakang membuat aku tenggelam dalam bait-bait puisi yang pernah terurai. Deretan syair romantis tentang kita, tentang aku dan kamu. Puisi yang mengantarkan aku akhirnya pada gerbang keputusasaan mengejarmu yang menjadi ilusi. Kadang hadir tapi samar, kadang hilang tapi membekas. Dalam deretan puisi-puisi itu jugalah aku kemudian tersadar bahwa kita memang berbeda. Tak bisa lagi disatukan dalam kasta bernama cinta. Aku mencintai puisi perantara denting dawai cinta yang kau petik. Indah namun menyayat.

Melipat waktu ke belakang hanya membuatku melihat kesedihan. Menyusuri pematang rapuh hatimu yang tak juga membawaku kemana-mana. Hanya berputar dalam kebingungan sikapmu. Jauh dalam dirimu aku hanya melihat samudera kesedihan tempat bermuaranya berbagai penderitaan. Lantas tak juga pernah kau ijinkan aku untuk mengalir indah membawa setetes kebahagiaan di salah satu sungaimu. Kamu hanya membiarkan kesepian dan kepedihan yang meraja. Tak kau biarkan aku untuk mengenyahkan semuanya, semua rasa tak berperi.

Melipat waktu ke belakang seperti meraba hatiku sendiri kemudian merobeknya. Perih. Mengingatmu yang selalu bertopeng, bersembunyi di balik kegigihan ragamu padahal batinmu ringkih. Jiwamu kosong. Kamu hanya berharap bahwa kamu adalah ksatria berkuda yang dengan gagahnya meninggalkan singasana untuk menuju kemenangan. Tapi kamu salah, akulah yang bisa membuatmu menjadi kuat. Akulah baju baja yang bisa kamu gunakan untuk menutupi ragamu yang keropos digerogoti kehampaan. Hanya aku. Akulah topeng sebenarnya yang bisa kamu kenakan ketika kamu berharap agar jejak air mata di wajahmu tertutupi. Sekali lagi, hanya aku.

Melipat waktu ke belakang kemudian mengingatmu hanya membawa kesedihan baru di hidupku. Tak tahukah kamu bahwa aku sedih karena tidak bisa menjadi seseorang yang kamu harapkan. Tak bisa menjadi seseorang yang akan membuatmu nyaman bahkan dalam perih dan bimbang. Tak bisa menjadi seseorang yang diharapkan bagiku seperti berenang di dasar samudera tanpa cadangan oksigen. Pengap. Menyadari itu aku kemudian memutuskan untuk berhenti berjuang.

Aku bukan pengecut karena melepaskanmu. Aku justru pemberani karena berani membebaskan cinta ketika dia memang ingin bebas. Membebaskan kamu yang ingin terbang tanpa sayap yang kusediakan. Kamu ingin terbang dengan sayapmu sendiri, tak peduli sayapnya lemah dan camping. Kamu ingin dibebaskan makanya aku mengizinkanmu. Dan itu bukan pengecut, itu sifat ksatria. Membuat seseorang bahagia meskipun dirinya sendiri merasa teraniaya. Tapi kamu memang pantas mendapatkan itu. Kamu sangat teristimewa. Kekasihku atau bukan kamu tetap seseorang yang kupuja.

Melipat waktu ke belakang saat ini hanya sekedar ingin mengenang, sekedar ingin mengecap rasa yang dulu pernah ada. Tak dosa dan tak sia-sia karena kamu adalah sesuatu yang indah yang patut dikenang dengan cara melipat waktu ke belakang.

NGOCEH IN ENGLISH

Jangan salah mengartikan judul ngoceh in English. Maksud gue bukan mau nanya ngoceh dalam bahas inggris itu apa, tapi gue mau ngejelasin maksud ngoceh pake bahasa inggris. Kapan sih biasanya kita ngoceh pake bahasa inggris? Paling banter juga kita ngoceh dalam bahasa inggris di dua kondisi. Pertama, lagi wawancara kerja. Kedua, waktu pengen terlihat gaya.

Hari gini, wawancara kerja udah lazim banget pake bahasa inggris. Based on my experiences (saking seringnya), meskipun ntar kerjanya nggak terlalu menggunakan bahasa inggris tetep aja waktu interviewnya suka pake inggris. Apa maksud yah? Mungkin biar perusahaannya terlihat lebih gaya, lebih bonafide.

Kerugian wawancara kerja pake bahasa inggris adalah bahasa yang digunakan tidak bisa terlalu berbunga-bunga. Biasanya straight to the point, nggak bisa ngebacot kesana kesini pake bunga-bunga kata. Bukannya nggak bisa cuman ribet aja. Apalagi buat orang kayak gue yang inggrisnya masih pas-pas-an (tapi suka belagu. Sok ngingris). Nah kalau nggak ngebacot waktu wawancara kan nggak bisa menunjukan selling point. Berasa nggak kompeten aja kalau ngejelasin sesuatu tapi nggak berputar-putar pake bunga kata. Lebih panjang lebih bagus biasanya.

Tapi awas jangan salah kaprah. Kalo emang inggrisnya pas-pas-an jangan berani-berani buat ngoceh ngalor ngidul. Bisa-bisa malah show our weakness. Malah jadi bikin penilaian kita ancur lebur. Niatnya pengen keliatan okeh malah keliatan bego. Nggak mau kan? Apalagi buat yang memang udah ngebet banget pengen kerja. So watch your mouth and the languages. Kalo boleh pake bahasa Indonesia, Indonesia aja lah. Lebih simple. Tapi kalo tetep harus inggris, ya jawab straight to the point aja.

Gue nggak akan bahas penggunaan bahasa inggris kalau terlihat pengen gaya. Gue banget deh itu mah. Kalo belom jelas juga, kenalan dan ngobrol sama gue. Pasti sepanjang pembicaraan gue selalu pengen terlihat gaya. Iya, iya gue ngaku. Nggak usah protes-protes gitu deh. Biasa aja. Huahahahahahaha.

Nah kemaren ternyata gue ngoceh in English di luar dua keadaan diatas. Bukan lagi wawancara kerja ataupun bukan pengen terlihat gaya. Tujuan gue cuman pengen mengcut pembicaraan banyak arah yang bikin gue pusing. Heboh bener sih mereka untuk sesuatu yang remeh temeh. Sialan. Bikin gue kekih, bikin gue kesel.

Ceritanya ada kesalahan prosedur yang dilakukan oleh anak buah gue. Sebenernya bukan hal gede, cuman ketidaktelitian kecil dan apes aja waktu beli sesuatu. dan itu bukan sesuatu yang harus dibesar-besarkan. Nah waktu gue ngadep ke orang maintenance buat minta dibenerin tuh alat, eh orang-orang disana malah “ngegonggong” semua. Menyalahkan dan meributkan hal remeh temeh itu. Sialannya gue juga jadi ikutan disalahin, padahal kalo dirinci 5 menit juga kelar tuh masalah tapi dasarnya orang-orang itu aja pengen ngoceh-ngoceh. Dasar bawel, bukannya bantuin malah bikin ribet.

Waktu mereka pada ngomong semua itu kan gue kesel. Gue bingung gimana cara biar mulut tuh orang-orang bisa mingkem. Berisik. Ya udah, akhirnya gue ngoceh dan complain-complain pake bahasa inggris yang panjang. Walhasil semua orang mingkem dan balik bingung. Abis mereka diem semua langsung gue tinggal, abisnya sebel. Ternyata ngoceh in English ada guna yang lainnya juga. Bikin orang mingkem. Coba lagi ah!