Halaman

Senin, 19 Januari 2015

Tiga, Bukan Dua Atau Satu

Satu lagi mimpi saya bertemu kenyataan. Hadir bukan lagi dalam bentuk bingkai imaji, tapi sebuah realiti yang segera akan dijalani. Satu lagi harapan saya bertemu kenyataan. Bukan lagi sekedar bunga-bunga mimpi yang senantiasa dipelihara dalam lorong ilusi. Lewat banyak perjalanan yang sebetulnya melelahkan, akhirnya saya bertemu dengan ujung yang sedari dulu saya cita-citakan.

Hidup saya memang sedemikian drama. Bukan hanya mengenai kisah cinta yang dulu berputar-putar pada masalah itu melulu. Mencintai kekasih orang, bertepuk sebelah tangan, dikhianati bahkan ditinggalkan tanpa sebuah kata pasti. Semua pernah saya cicipi tapi saya bertekad untuk bertahan. Menyemai sebuah keyakinan kalau Tuhan sudah menggariskan kenapa saya harus lantas menyangsikan. Semenjak 2 tahun silam, hati saya diisi seseorang. Tidak sempurna memang, tapi setidaknya perasaan saya dilingkupi nyaman. Tidak lagi mencari sesuatu yang sebetulnya saya juga tidak tahu. Bersamanya saya mencipta kata, menguntainya menjadi sebuah cerita.

Saya mempunyai mimpi yang sedari lama saya simpan di laci yang terkunci. Bukan tidak ingin orang lain membaui, tapi saya hanya mencoba menjaga hati. Lelah terjatuh kemudian terbangun dalam hal yang akan mencederai kepercayaan diri. Karenanya saya simpan dalam-dalam tanpa diketahui banyak orang. Biar saja hanya saya yang berusaha mewujudkannya tanpa perlu ramai meskipun saya tahu handai taulan akan ikut mendoakan. Tapi seringkali kepercayaan saya terkikis oleh perjalanan waktu yang tidak lantas mengantarkan saya pada sebuah realisasi.

Tidak jarang saya putus asa. Ingin menyerah pada takdir yang saya nilai sedikitpun tidak berpihak pada apa yang saya cita-citakan. Berusaha bermain aman dengan mengikuti jalan yang sudah Tuhan berikan tanpa pelu lagi banyak mempertanyakan. Tapi saya kemudian tersadar kalau saya menyerah sekarang maka saya akan ketinggalan. Dilindas oleh ketidakberdayaan yang justru mengkerdilkan. Membuat perasaan saya tidak berkembang  melalui serentetan proses pendewasaan.

Sudah lebih dari 5 tahun dan apa yang saya inginkan belum juga bertemu kenyataan. Terus berusaha percaya kalau sekarang memang belum waktu yang seharusnya. Sudah sedemikian lama menunggu, jadi kalau disuruh menunggu setahun atau dua tahun lagi saya tidak keberatan. Kesabaran sudah sedemikian ekstra saya tingkatkan, bahkan saya pasrah sampai level yang paling rebah.

Saya ingat tahun 2013, mimpi saya hampir bertemu realiti. Hampir yang artinya nyaris. Awalnya percaya kemudian dipaksa untuk menghadapi kenyataan kalau ternyata ini belum saatnya padahal semua sudah ada di depan mata. Kembali saya memunguti serpihan rasa percaya yang sudah terlanjur koyak. Berusaha tegar meskipun panas terasa di bagian mata seperti membakar kornea dan retina. Berusaha menerima walalupun saya merasa lagi-lagi terzhalimi banyak kepentingan.

Tahun 2014, saya mencoba lagi. Berpikir kalaupun nantinya akan terluka lagi, saya sudah sedemikian kuat. Sudah terlatih dari awalnya berdarah sampai akhirnya kering dan hanya meninggalkan perih. Ternyata kali ini saya lebih beruntung meskipun tidak kurang drama dari eposide-episode sebelumnya. Saya meminta satu, tapi Tuhan memberi saya tiga. Iya tiga bukannya dua. Pilihan yang membuat saya limbung ditikam banyak pertimbangan karena semuanya berpacu dengan waktu dan banyak pertentangan kepentingan. Saya menjalani satu per satu. Mencoba memilah sambil berjalan acak dari satu acuan ke acuan berikutnya. Tanpa pola karena sebetulnya saya sendiri terpusingkan.

Pada akhirnya saya harus memutuskan. Dengan bertanya pada Tuhan yang dijawab dengan sebuah keyakinan yang tidak terbantahkan saya mengucap Bismillah. Saya mengambil opsi yang datangnya paling belakangan, yang karena keterlambatannya saya sempat menyicip opsi nomer dua walaupun sebentar. Hanya dua minggu saya menjalani pilihan yang awalnya dengan sadar diputuskan meski akhirnya kemudian mengundurkan diri. Saya menodai kepercayaan beberapa pihak, tapi saya harus memilih dan pilihan saya ternyata bukan di sana.

Tahun kemarin, saya mendapatkan 3 buah beasiswa untuk studi doktor saya. Tiga. Bukan satu seperti doa-doa saya. Saya mendapatkan beasiswa dari sebuah universitas di Malaysia untuk program sandwich dengan universitas di Jepang. Kedua saya mendapatkan beasiswa dari departemen keuangan untuk kuliah di ITB yang sudah saya jalani selama 2 minggu. Dan yang terakhir, yang datangnya sedikit terlambat saya mendapatkan beasiswa dari kementrian ristek untuk studi di luar negeri. Dan saya memilih yang ketiga. Mendapatkan beasiswa untuk saya studi di Belanda.


Alhamdulillah.