Halaman

Jumat, 28 November 2008

Ada yang Flirting (AGAIN!!!)


Gue suka bingung sama kejadian-kejadian yang kerap terjadi sama gue. Memang gue sebegitu obviousnyakah sampai mereka bisa “mengendus” aura gue? Atau kadang gue suka mikir, mungkin feromone gue yang udah nyebar duluan tanpa diperintah, padahal gue lagi nggak minat nyebar feromone.

Kaya kemaren, di salah satu toko buku diskon di Bandung. Dari jauh gue bisa ngeliat kalau orang itu dari tadi kok ngeliatin gue terus. Karena gue memang lagi nggak niat flirting juga makanya gak begitu gue tanggepin, sumpah, lagi nggak niat! Tapi kok dia terus-terusan liatin gue yah. Curi-curi pandang sih, tapi sering banget ke gap sama gue. Good looking and such a great body juga, tapi karena gue lagi nggak pengen flirting, ya tidak sebegitu menariknya untuk ditanggepin.

Harusnya dia nyadar kan kalo misalnya gue nggak tanggepin. Tiap gue jalan ke rak yang lain, pasti dia juga ada di daerah yang bisa gue liat. Aduh, nampak psycho juga yah. Tapi kayaknya nggak, soalnya dia nggak move forward. Saat itu gue cuman berusaha nikmatin aja diliatin orang (teteup), boleh donk kali-kali berasa tenar, berasa artis.

Nah pas gue liat katalog-katalog buku di komputer online, gue nge-gap-in dia lagi nelpon dengan mata masih ngeliat ke arah gue. Apa sih maksudnya nih orang? kalo berani nyamperin aja jangan cuman ngeliatin. Bikin risih, sampe-sampe gue mikir apa karena baju gue nggak matching dan ketinggalan jaman yah? (meski nggak mungkin) apa karena ada kotoran di muka gue?. Sialan tuh orang bikin gue begah dan pengen cepet-cepat keluar dari toko buku.

Tapi wait………Pas gue nge-gap-in dia lagi nelpon sambil liatin gue itu, gue liat dia senyum dan menganggukan kepalanya. Dengan samar gue juga bisa liat dia mengucapkan “hai” tanpa suara. Hahhhhhhh, mati gue. Dengan kikuk gue cuman bisa membalas dengan senyum bego dan anggukan kepala lagi. Apa gue ngedeketin dia aja ya? Tapi males, kalo dia malah menjauh pas gue mendeket gimana? Apa nunggu dia ngedeketin aja? Tapi kok ya nggak beranjak. Daripada pusing, gue cepet-cepet ke kassa buat bayar dan keluar dari toko itu. Thanks God it’s over.

Siyal, di parkiran gue ketemu dia lagi, dan gue yakin nggak sengaja. Mobil gue sama mobil dia cuman kepisah 1 mobil aja. Jadi pas gue jalan ke mobil gue dan dia ke mobilnya, gue bisa jelas liat dia senyum lagi dan ngucapin hai lagi. Mampus nih gue, mati kutu. Ya udah gue bales senyum dan sekarang gue berani buat ngomong hai. Eh, kok dia malah nyamperin gue. Takut gue, takut pingsan. Hihihihihi. Berlebihan gak sih?!

Dia mengulurkan tangannya dan mengucapkan sebuah nama. Kita ngobrol hanya sebentar tapi sempet tukeran nomer handphone juga sih. Maafkan aku Tuhan, tapi kan gak salah juga kalau ada orang ingin kenalan, menambah teman. Memperluas jaringan, siapa tahu bisa memperbesar bisnis. Nampak marketing banget yah gue?!

Malemnya, dia nelpon gue donk. Nggak disangka nggak dinyana.
Dia : “Hai, Gue yang tadi siang. Masih inget kan?”
Gue : “Oh iya. Ada apa?”
Dia : “Nggak ada apa-apa sih. Cuman kepikiran kamu terus. Mau ketemuan gak?”
Gue : “Hah? Tuuuuuuuuuuuuuuuuuuuut. Gue keburu pingsan.

Hihihihihihihi. Tepat sasaran.

Yuda : Gue temuin jangan yah?!

Rabu, 26 November 2008

Kembali Sendiri


Siapa yang harus disalahkan ketika semua ini terjadi? Never ending question. Atau jangan-jangan itu adalah jawaban dan bukannya pertanyaan. Jawaban atas kejadian-kejadian yang terjadi antara aku dan kamu. Mencari siapa yang salah tidak akan membawa hubungan kita ke arah yang lebih jelas, yang lebih terang. Dengan terus mencari siapa yang salah justru akan memperumit cara untuk memperjelas akhir itu sendiri.

Dengan kesadaran beramunisi penuh aku menyadari yang salah mungkin aku. Yah, aku. Aku dengan segala kesibukanku kerap membuatmu merasa jadi prioritas kedua, meski aku tidak bermaksud seperti itu. Dan harusnya kamu menyadari bahwa kamu selalu menjadi prioritas utamaku, tak ada yang bisa menggantikan posisimu di urutan nomor satu. Kalaupun aku sibuk, telpon dan sms bukannya terus mengalir dariku atau darimu hanya sekedar untuk melepas rindu. Berusaha untuk tetap menjaga pendar api antara kita.

Apakah pertemuan yang kita jalani hanya 2 atau 3 kali seminggu tidak lantas membuatmu mengerti? Tidak cukup bagimu untuk tetap mempercayaiku? Padahal meskipun tidak bisa bertemu muka atau sekedar pegangan tangan, kita terlibat dalam percakapan panjang di telpon sampai berjam-jam. Tidak cukupkah semua itu? Dan bukankah ketika akhir minggupun kita tidak bisa bersama karena aku ada kerjaan di kota asalku, aku membayarnya di hari-hari berikutnya? Tak cukupkah itu?

Mungkin benar aku yang salah maka aku memohonkan sebaris maaf. Tak akan ada pemicu dari perilakumu kalau aku lebih bisa mendalami perasaanmu, menyelami semua nadir kehidupanmu. Tapi aku kembali bertanya, mengapa kamu melakukannya berulang? Bukankah di awal komitmen kita, kita menyepakati bahwa tidak ada ampun untuk ketidaksetiaan. Tidak ada alasan yang masuk akal untuk membenarkan tindakan itu, meskipun itu berlandaskan kesepian karena masing-masing kita terikat dengan kesibukan yang teramat sangat.

Sebagai pembenaran dan sedikit pembelaan atas diriku, aku dari awal sudah mengutarakannya bahwa aku bekerja sebagai karyawan baru dengan posisi yang sudah lumayan di atas sehingga tanggung jawabku juga berlipat-lipat. Kesibukanku bukan hanya melulu soal kerjaaan inti tapi sisi manajemennya juga turut aku benahi. Mungkin kamu masih ingat seringkali aku mengirim pesan padamu kalau aku sedang meeting padahal waktu jam kerja sudah berlalu dari sore tadi. Tapi itu semuanya benar, aku tidak mengada-ngada. Kalau aku punya pilihan, aku lebih memilih berdua denganmu menghabiskan titisan malam menggelayut berat daripada semua itu.

Ketika akhir minggu aku pulang, kamu juga tahu bahwa aku punya bisnis yang harus diurus. Kamu tahu itu. Dan bukankah setiap kali kamu kuajak serta bersamaku, kamu menolaknya. Kamu lebih memilih menghabiskan minggu bersama teman-temanmu. Aku pikir kamu bahagia dengan mereka dan itu bisa menghilangkan perasaan kesepianmu. Ternyata tidak, kamu justu menjadikan itu semua untuk membenarkan tindakanmu selingkuh, membagi cinta, atau mungkin hanya berbagi nafsu.

Sekali mungkin aku bisa memaafkannya, menelaah kesalahanku. Tapi ketika itu dilakukan sampai 2 kali dengan orang yang berbeda pula dalam waktu 2 bulan, aku merasa itu bukan hanya kesalahanku. Itu kesalahan kolektif, atau mungkin itu sudah sifat dasarmu. Aku bisa apa? Yang bisa aku lakukan hanya melepaskanmu, membebaskanmu, agar kamu tidak merasa terbelenggu oleh aku, oleh hubungan kita.

Kini biarkan aku berjalan di setapak kecil berbatuku. Sendiri.

Minggu, 23 November 2008

Mengadu Pada Tuhan (Lagi)


Tuhan, dulu aku pernah sangat bersyukur ketika Engkau menciptakan cinta dengan sejuta keindahannya. Aku juga tak berhenti menghaturkan jutaan harap agar suatu saat cinta itu bisa kurasakan. Kemudian aku juga tak lupa mengucapkan terima kasih dan rasa syukur karena akhirnya Kau menganugerahiku seseorang untuk aku cintai dan mencintai aku. Nikmat yang tiada tara dari-Mu ya Tuhan, Penguasa langit dan Bumi.

Tuhan, aku seringkali mengadu kepada-Mu ketika kenyataan akan cinta tak sesuai dengan apa yang aku inginkan. Tapi Engkau juga tahu kalau aku tak lantas menyalahkan-Mu. Aku tetap bersyukur, karena itu mengajarkan aku sesuatu, mengajarkan aku tentang hidup dan rasa sakit. Dan aku bersyukur pula karena dengan semua itu aku bisa sekuat ini, semua karena takdir dan titah-Mu Ya Rabb, penguasa hidup ini.

Ketika aku menangis, sesenggukan di hadapan-Mu karena aku kecewa akan sesuatu dikarenakan cinta yang tak tersampaikan, sesungguhnya aku malu wahai Tuhan. Aku merasa masih banyak nikmat yang telah Kau berikan yang seharusnya membuatku selalu tersenyum, bersyukur, dan menangis mengadu pada-Mu dalam limpahan nikmat selain perasaan patah hati. Tapi aku sadar Tuhan, aku hanya ingin mengadu, bercerita kepada-Mu bahwa aku kadang merasa kalah. Tak sanggup.

Engkau tidak pernah beranjak meninggalkanku walaupun aku seringkali mengeluh dan mengadu. Engkau dengan Bijak selalu memberiku kesadaran untuk bangkit dan berjalan kembali. Aku harap aku dituntun di jalan-Mu meskipun dalam kenyataannya aku selalu tergelincir dan berbelok. Selalu ya Tuhan, tapi aku bersyukur karena Engkau tidak pernah meninggalkanku walau sekejap.

Engkau selalu ada ketika aku butuhkan. Engkau dengan setia mendengarkan ocehan sakit hatiku yang disebabkan patah hati, dikhianati, diduakan. Engkau dengan setia mendengar semuanya, meski Engkau tidak langsung menjawabnya, tapi aku tahu kalau Engkau bekerja dengan cara yang tidak kumengerti, yang sering membuatku bertanya-tanya apakah Engkau serius mendengarkan dan menjawab keluh-kesahku.

Tuhan, aku tahu kalau Engkau masih bersedia mendengarkan keluhanku akan cinta. Aku mohon Tuhan, sekali lagi kali ini aku mengadu kepada-Mu. Aku bingung Tuhan, aku limbung. Aku merasa bahwa apa yang sudah aku lakukan selama dua bulan ini untuknya demi kebahagiaan kami ternyata sia-sia. Berulang kali dia melakukan kesalahan yang sama. Aku tidak mau mendahuli-Mu dengan tidak memaafkannya, karena memaafkan adalah ajaran-Mu. Tapi ketika dia berulang kali melukai hatiku, dan berharap pada akhirnya aku memaafkannya, aku tidak sanggup.

Aku sanggup memaafkannya, tapi tidak untuk bertahan dengannya lebih lama. Aku sudah cukup bersabar yang juga Engkau ajarkan, tapi aku sudah lelah. Mungkin sekarang saatnya aku untuk menyerah kembali. Menyerah pada cinta yang dari awal aku perjuangkan berkat kuasa-Mu, tapi tidak menyerah pada takdir-Mu, karena aku yakin akan ada skenario baru yang pastinya lebih baik yang telah Engkau persiapkan untukku.

Tuhan aku mohon ajarkan aku menjadi tegar. Dengan atau tanpa dia sekarang, aku tetap memiliki-Mu. Dzat yang hakiki, dimana cinta sejati sesungguhnya bisa kucari. Aku hanya mohon pada-Mu, izinkan aku mengecap kebahagiaan lagi, dan lagi. Sampai Mati.

Bandung , 22 Nopember 2008

Jumat, 21 November 2008

Dapet Duit Lagi


Sekarang gue lebih tahu apa bedanya kucing kampung, kucing anggora dan kucing persia based on their ability to delivered their children. Ini juga berdasarkan pengalaman gue miara tiga jenis kucing tersebut. Dulu waktu pets shop belom menjamur kaya sekarang, terus gue masih belom punya duit dan orang tua gue belom mau ngedukung hobi gue miara kucing maka pilihan gue adalah miara kucing kampung. Gue suruh pembantu gue mungut anak kucing kampung yang sering lewat depan rumah, gue mandiin terus gue pelihara. Ngasih makannya juga gak ribet, cukup nasi yang digado sama ikan tongkol, dikasih minum, kadang susu, banyakan air putih, hidup deh dia dengan makmur. Yang paling penting, kalau dia nggak pulang karena keasikan jalan-jalan atau nemu jodoh gue nggak begitu khawatir

Beda sama kucing anggora, mau itu anggora murni maupun peranakan anggora-persia. Miaranya lebih ribet dan ongkos yang dibutuhkan untuk pemeliharaannya jauh lebih mahal. Dikasih makan nasi, bulunya rontok. Dikasih minum susu, nggak boleh susu untuk orang dewasa, harus susu formula. Dikasih makanan khusus kucing, nggak boleh sembarangan, takut alergi jadi harus ada trial and error dulu. Pokoknya ribet. Belom lagi check up ke dokter yang musti rutin, which is very important. Nah parahnya kalo lagi masuk musim kawin, hilang sebentar dari penglihatan langsung bikin gue parno, takut hilang. Maklum, mahal boo. Secara waktu itu belom musim peternak-peternak yang nyewain jantan buat ngawinin kucing betina yang masuk musim kawin.

Yang ini paling ribet, meski paling worthed. Duit memang nggak pernah boong. Kucing persia perawatannya jauh-jauh lebih mahal. Makanannya aja harus yang kualitasnya paling bagus dan ini berarti paling mahal, kalo nggak yang itu bulunya nggak mau lebat. Susunya musti yang low lactose content, mandiin musti di pet shop karena kalo mandiin sendiri dan nggak kering bener, jamur dengan gegap gempita langsung tumbuh di badannya. Imunisasinya juga lengkap, selengkap anak manusia. Untungnya, kucing persia itu enak diliat dan karena agak pemalas kalau musim kawin pun dia cuman nungging-nungging gak jelas sama ngeong-ngeong terus ngasih sign sama kita kalo dia lagi horny. Kalau dah gini tinggal ngontak peternak kucing yang nyewain kucing jantan unggul buat ngawinin kucing gue. As simple as that.

Kalau musim kawin udah lewat dan biasanya mereka bunting, perilaku mereka juga berbeda. Kucing kampung tetap aktif, ibaratnya wanita karier, kehamilan tidak mengurangi aktivitas. Kalo yang anggora, sedikit pemalas, nggak banyak jalan-jalan. Persia malasnya minta ampun, kerjaannya tidur sama makan doank. Nggak mau gerak-gerak, palingan jalan kalau mau makan sama pup. Tapi untung juga sih dia jadi pemalas, takutnya kalau banyak gerak entar keguguran. Rugi bandar, secara ongkos nyewa jantan itu 500 rebu lho. Kan gawat kalau sampe keguguran. Hihihihi.

Kucing persia gue kemaren (14-11-2008) ngelahirin, dan ternyata memang nyusahin tuh kucing. Dia nggak tahu caranya ngeden, kalaupun ngeden nggak ada tenaganya. Karena gue nggak ada di bandung, adik gue yang parno. Dia bolak-balik nelponin gue di kantor. Katanya anak kucing yang pertama baru keluar setengah tapi ibunya nggak mau ngeden lagi. Akhirnya gue nyuruh adik gue bawa ke dokter hewan aja. Di dokter hewan, kucing gue diinduksi, disuntik gitu. Tiap kali mau ngeden disuntik sekali dan karena anaknya 5 artinya disuntik 5 kali, yang artinya juga 5X50rebu, 250 rebu buat ngebantu ngelahirin aja. Fuih, mahal ya Cin!!!Tapi mau gimana lagi, timbang ibunya mati kehabisan darah. Lebih rugi.

Kalau dikalkulasi biaya nyewa pejantan, biaya perawatan selama hamil, dan biaya ngelahirin kan jadinya mahal banget tuh untungnya kaya gue bilang tadi kalo itu worthed. Kenapa worthed, karena setelah umur sebulan anak-anak kucing itu kalau gue jual satunya bisa laku 800rebu bahkan lebih. Ada yang mau? Kalau ada yang mau hubungin no ini XXX, sms yang kamu terima langsung dari HP saya (niru iklan-iklan SMS selebritis!!). Huahahahahaha.

Bentar lagi gue banyak duit nih, sayang anak kucing pertama mati karena kelamaan kegantung-gantung setengah badan tanpa lahir. Kalau ada yang nanya apa gue nggak kasian sama induknya dipisahin sama anak-anaknya demi pundi-pundi rupiah gue? Come on Darlin, setelah 2 bulan induknya juga masuk musim kawin lagi. Lupa deh dia sama anak-anaknya. Yang untung gue karena dipikiran gue udah ada duit jutaan lagi dari hasil ngejual anak kucing yang berikutnya, yang belum lahir, yang belum dikandung juga. Ya iya, baru juga ngelahirin masa dah bunting lagi. Gila kali ah……

Selasa, 18 November 2008

Its so last Century....


Baru aja minggu kemaren gue baca kompas yang di segmen kehidupannya menyoroti teknologi dan eksistensi radio yang tidak pernah sepi dan ditinggalkan penggemarnya meski jaman sudah serba digital. Kalau dipikir-pikir iya juga ya, radio itu nggak pernah nggak ada pendengarnya. Coba deh kita denger setiap stasiun radio yang existing, pasti ada yang denger setidaknya ada yang request lagu minta diputerin.

Gue sebagai pecinta berat radio merasa bersyukur stasiun radio terus meningkatkan pelayanannya, menerapkan teknologi streaming sehingga mau dimanapun gue berada asal ada internet, gue bisa denger stasiun radio favorit gue mengudara (igh..bahasanya mengudara, hihihihi). Gue dari kecil hidup di Bandung, dan bersyukur karena radio di bandung banyak banget dan sangat berkualitas. Stasiun favorit gue sampai saat ini tetep radio Ardan dan radio 99ers. Kedua stasiun ini setia nemenin gue waktu malem-malem mesti bangun belajar buat ujian jaman sekolah dan kuliah. Untungnya juga sekarang 99ers udah ada di Jakarta, jadi gue bisa denger dari Tangerang gue yang gerah walau geresek-geresek. Ardan kapan donk?!

Denger radio bikin gue makin pinter dan nambah wawasan, terutama wawasan mengenai lagu-lagu baru dan bahasa-bahasa gaul yang lagi megang. Jangan salah, keduanya musti di update terus biar nggak ketinggalan jaman. Temen gue suka protes, katanya kedua radio favorit gue itu udah nggak masuk dikisaran umur gue sekarang. Sirik aja dia mah, nggak bisa liat orang seneng dan masih gaul. Hehehehehe. Teteup!

Tadi malem, pacar gue tiba-tiba sms (iyah, gue punya pacar! Puas?!). Dan terjadilah percakapan ini :

Dia : “Oon lagi apa? Denger radio xxx (censored) deh, aku ngirim lagu buat kamu!” Panggilan sayang dia buat gue Oon. Gue manggil dia Bodoh.
Gue : “Radio xxx itu gelombangnya berapa?” Secara selama di Tangerang gue jarang banget denger radio. Mending nonton tv aja.
Dia : “Berapa ya? Sekitaran 100 deh. Coba aja cari!”
Gue : “Aduh yang jelas donk! Aku kan dengernya pake MP4, jadi nyarinya digital, kalo nggak jelas gelombangnya susah. Ato gini deh, sekarang radionya lagi muter lagu apa?”
Dia : “Lagi muter lagunya Beyonce yang If I were a boy”
Gue : “Oke, dapet” Setelah gue dengan susah payah nyari tuh gelombang sampe bulak-balik 2 kali searching.
Dia : “Met ngedengerin yah! Simak liriknya! Spesial buat kamu”

Sambil sms-an gue nahan ketawa, gile cing masih musim ngungkapin perasaan cinta di radio. So last century banget yah. Berasa gue jaman SMP SMA gitu deh. Yang belom ada handphone, yang tiap pulang sekolah rame-rame dateng ke stasiun radio buat nge-request lagu. Ditulis di kertas. Terus sok ikutan jadi member tuh radio biar kelihatan gaya, apalagi kalau dikasih kartu anggota. Langsung tuh kartu mejeng di bagian paling depan di dompet. Hihihihihihi. Membayangkannya gue geli sendiri, tapi thanks God gue pernah ngalamin itu semua. Seru!

Abis ketemu stasiun radio dimana pacar gue ngirim lagu, gue dengerinnya sambil tiduran di kasur. Maklum anak kost, semua-semua dikerjain di atas kasur. Makan, nonton, nulis, bikin blog, pokoknya kasur jadi singasana utama. Dan karena gue cape, pulang kerja, ditambah dininabobokan sama lagu-lagu mellow di radio itu, walhasil gue ketiduran. Bangun-bangun sejam kemudian. Aduh gawat, request dia udah dibacain belom yah?! Ya udah, timbang penasaran, gue sms pacar gue.

Gue : “Bodoh, lagunya udah diputerin belom? Maaf, aku barusan ketiduran soalnya cape banget!”
Dia : “Udah Oon Sayang!”
Gue : “Wah, maaf yah! Emang lagunya apa sih? Terus ucapannya apa? Dikirim via sms aja langsung ke aku yah!”
Dia : “Nggak ah, kan jadinya gak seru! Besok lagi aja aku kirimin lagi ucapannya. Pokoknya lagu Dirly yang baru, hingga ke ujung dunia”
Gue : “Ucapannya diomongin atau disms-in aja yah! Takutnya besok aku malah ketiduran lagi”
Dia : “Ya udah, tapi dikirimnya besok aja yah!”
Gue : “Kenapa nggak sekarang aja?”
Dia : “Nggak ah, besok aja! Hari ini kan udah tadi, sehari cukup sekali aja”
Gue : “Huuh, nyebelin!”
Dia : “ Hehehehehehe. Love You!”

BTW emang Dirly itu bikin lagu baru yah? Maklum, udah nggak pernah ngikutin perkembangan lagu nih semenjak tinggal di Tangerang. Besok di kantor searching lirik nya ah, biar tau kenapa pacar gue nyuruh gue nyimak lagunya bener-bener. Tapi gue masih tetep geli, kenapa juga musti pake radio segala. Mungkin mau berasa lebih romatis aja kali ya. In our ages? Come on, are you kidding me! Gue malahan berasa jadul banget, tapi kan kita harus senantiasa menghargai usaha pacar kita buat mengungkapkan perasaannya. Bener teu?

“Bodoh, besok-besok pake jasa merpati pos aja kalau mau nyampein sesuatu. Atau pake messages on the bottle aja, biar lebih spekta. Hihihihihi. Maaf ya!” Sms yang udah gue tulis tapi nggak gue kirim buat dia, si Bodoh yang gue sayang.

Yuda : Berasa tua amat yah gue!!!!

Jumat, 14 November 2008

Menggugat Mimpi


Mimpi itu bunga tidur, hanya semacam hiburan, tapi kalau mimpi itu datang berulang-ulang mungkin aku harus mulai membaca pertanda. Ketika mimpi tentang kamu muncul pertama kali, aku hanya menganggapnya sebagai intermezzo. Selingan sesaat. Tapi ketika muncul untuk yang kedua kali kemudian ketiga dan sampai kelima kalinya, aku lantas mencari jawaban atas pertanda yang mungkin akan tiba.

Kenapa kamu muncul dalam mimpi-mimpiku belakangan ini? padahal kamu bersama dengan kenangannya sudah aku kubur dari dulu. Kenapa kamu seakan menghantui melalui mimpi? Mengapa menunggang mimpi yang tak pasti? Semuanya hanya mengungkit cerita lama, meniti episode jaman dulu saat aku masih belum begitu mengerti, belum dewasa sepenuhnya.

Kamu dulu datang saat aku masih lugu, masih hijau sehijau Shreek. Kamu datang membawa pesona yang belum pernah kudapat sebelumnya. Meluluhlantakkan, seperti tornado yang memporakporandakan dinding hati. Aku terpesona, terperdaya kemudian jatuh cinta. Jatuh cinta padamu yang memberi getar asmara pertamaku dalam dunia yang ambigu. Kamu juga yang mengajarkanku apa itu cemburu. Aku sungguh jatuh cinta padamu saat itu.

Selain perasaan cinta dan cemburu, kamu juga mengajarkan apa itu sakit. Meninggalkanku dengan banyak pertanyaan dan langkah bimbang. Menanarkan setiap acuan yang kupijak. Kenangan itu semua sudah aku kubur, aku menutup pintu hatiku untukmu, sampai saat ini.

Datang melalui mimpi adalah sesuatu yang tidak kuharapkan darimu. Aku memang tidak menginginkan mu hadir dalam bentuk apapun, nyata ataupun ilusi. Mengingatmu hanya memaksaku berjalan mundur ke episode dulu. Memaksaku membuka kembali lembaran hitam saat aku mulai mengenal dan meniti duniaku yang baru. Aku mengugat mimpi yang menghadirkanmu.

Di mimpi itu kau datang memberiku sebuah kebimbangan, menawarkan kembali sebuah ikatan, sebuah titisan kepercayaan. Aneh. Dalam kehidupan nyata saja aku terus menghindarimu, apalagi dalam mimpi. Sesuatu yang untuk memikirkannya saja aku tak mampu, tak mau tepatnya.

Apakah ini memang caramu? Datang melalui mimpi agar aku tak lagi bisa menghindar, tak bisa bersembunyi. Tapi untuk apa? Masa itu sudah lama terkubur. Aku sekarang bisa berlari sendiri, tak tertatih-tatih seperti dulu saat baru mengenal dunia ambigu melalui perantaramu. Aku sudah tegar, juga berkat kamu. Ketegaanmu yang menjadikanku tegar, dan berkat ketegaan itu juga aku menjadi sadar bahwa dunia ambigu yang kutiti tidak seindah taman surgawi. Semuanya semu, semuanya abu-abu.

Aku mohon padamu, janganlah kau buat aku kembali mengenalmu ataupun mengenangmu! Aku sudah lelah. Mencoba menghilangkan episode dulu sudah teramat lelah, dan aku berhasil di akhir langkah. Janganlah kau koyak lagi! Kamu sudah tersimpan rapi di salah satu ruang di hatiku, yang pasti akan ku kenang suatu hari nanti, tapi tidak saat ini.

Kamis, 13 November 2008

Taman Yang Paling Indah


“Taman yang paling indah hanya taman kami, taman yang paling indah taman kanak-kanak. Tempat bermain, berteman banyak. Itulah taman kami taman kanak-kanak” Sepenggal syair lagu anak-anak yang aku yakin sangat akrab di telinga semua orang entah itu laki-laki, perempuan, dewasa, anak-anak maupun manula. Mereka semua mungkin setuju bahwa taman yang paling indah itu memang taman kanak-kanak.

Buat aku, taman yang paling indah selain taman kanak-kanak tentunya adalah taman aksara. Taman yang di dalamnya terserak jutaan aksara yang dapat aku rangkai menjadi kata. Aku jatuh cinta pada aksara sejak pertama kali aku mengenalnya, sehingga aku berterima kasih pada orang-orang yang memperkenalkan getar asmaraku yang pertama pada aksara kemudian kata. Di taman ini aku senantiasa tersungkur, tersungkur dalam cinta dan tersungkur dalam keindahan makna sebuah kata.

Berada di taman aksara seringkali membuat aku lupa, lupa pada kenyataan kalau aku bukan fatamorgana tapi nyata. Aku bisa berubah menjadi siapa saja di taman aksara. Berubah menjadi seseorang yang terjebak di dalam jiwaku, alam pikiranku bahkan dalam nyawaku. Kecintaanku pada aksara dan kata mampu mewujudkan semua asa yang kadang tak bisa terjamah raga. Di taman akasara aku bisa menjadi pujangga ketika aku sedang jatuh cinta, bisa menjadi sangat cengeng ketika terjerembab dosa dan bisa menjadi sangat pemarah ketika durjana menyapa jiwa. Aku bisa menjadi semua itu di taman aksara tanpa ada yang bertanya mengapa.

Aku jatuh cinta pada taman aksara, taman yang bisa menyembunyikan siapa aku sebenarnya. Aku bisa menyamar sepuasnya disana, sembunyi di balik makna sebuah kata, dan kadang aku akan berkamuflase menjadi orang asing. Orang yang sama sekali tak kukenal. Mereka hanya kupinjam arwahnya untuk kususupkan sementara dalam jasadku. Semua itu perantara aksara dan kata.

Aku paling senang ketika arwah pujangga menyusupi ragaku, aku akan menjadi sangat romantis. Jutaan kata cinta bisa terbingkai dalam puisi, syair dan sajak meskipun aku bukan pecinta yang beruntung. Semuanya karena aksara. Aksara memberiku kekuatan untuk mendobrak semua belenggu yang mengikat, melabrak semua norma pembenaran bahkan meruntuhkan dinding yang dibangun dari kesombongan. Kekuatan itu membuatku bisa berjalan di setapak kecilku tanpa orang tahu. Aksara menjadikanku prajurit yang tangguh, yang memanggul panji-panji makna kata. Aksara tak menjadikanku ambigu atau anomali karena aksara tak bisa digugat cerca. Aku beruntung mengenal kemudian jatuh cinta pada aksara.

Mari kita bermain di taman aksaraku, agar kita semua terjerembab dalam rasa cinta yang sama. Kujanjikan akan kau lihat kupu-kupu di sana, bahkan di tempat-tempat yang tak pernah kau bayangkan sama sekali. Tak sekedar permainan petak umpet yang kutawarkan, tapi lebih dari itu. Selamilah duniaku melalui goretan aksara dan kata yang kutoreh di sana. Nikmati, kemudian kau akan mengenal siapa aku sebenarnya. Seseorang yang tak lagi bertopeng kata, seseorang yang akan mengajakmu berarung jeram menyusuri riak-riak aksara. Seseorang yang akan membuatmu menyesal tak mengenal aksara dari dulu. Bergabunglah dan akan kuucapkan,
“Selamat jatuh cinta di taman aksaraku”

Selasa, 11 November 2008

Romantic Blues


Menurut gue romantis itu absurd. Banyak orang yang memujanya tapi nggak sedikit juga yang antipati. Meski gue bingung kenapa ada yang antipati sama bersikap romatis. Bukankah setiap orang pasti punya sisi romantis, sisi melankolis? Dan kalaupun memang tidak suka atau tepatnya tidak mau mengekspos sisi romantisnya, kenapa harus antipati terhadap orang yang mengumbar sisi romantisnya tersebut?

Bersikap romantis itu memang pilihan, semacam jalan hidup. Mungkin buat sebagian orang bersikap romatis itu hanya untuk merefleksikan rasa cinta yang mereka punya buat pasangannya. Menunjukkan cinta dengan rasa yang berbeda, yang nggak itu-itu aja. Kalau kemudian gue ditanya apa gue orangnya romantis? Gue malah bingung jawabnya. Kalau suka bikin puisi yang menyayat-nyayat bisa disebut romantis nggak yah? Jujur, gue lumayan romantislah meski nggak akut juga. Dalam skala 1 sampe 10, nilai gue 7 lah.

Kenapa gue ngomongin romantis? Karena topik itu lagi hangat dibahas di ruangan gue di kantor. Awalnya sih gara-gara blogwalking gue kemaren-kemaren, di salah satu postingan orang ada cerita soal how romantic his partner. Kan gue bacain tuh keras-keras biar semua orang denger, dan bener aja semua yang denger langsung klepek-klepek. Nggak kebayang deh kalau ada yang ngomong gitu sama kita. Nggak tahu mau ngapain tepatnya. Kita seruangan malah bikin tugas buat nulisin apa yang akan kita lakuin kalau misalnya ada yang ngomong gitu di blog kita masing-masing. Rada aneh juga sih tugasnya, tapi kalimat-kalimat itu bener-bener romantis dan menginspirasi, makanya patut buat dijadiin tema salah satu postingan.

Kalimat romantis itu bunyinya gini : (Maaf ya scortum, kalimatnya dipinjem tanpa minta izin dulu!! Meski itu bener-bener HAKI alias Hak Kekayaan Intelektual lo. Mudah-mudahan nggak keberatan dan nggak marah. Kalaupun marah, gue jangan disomasi yah! Hehehehe).

“Saya cinta kamu dan saya yakin nggak akan pernah berubah. Saya adalah yang terbaik buat kamu dan saya yakin kamu yang terbaik buat saya. Mohon cintai saya seperti saya mencintai kamu. Mohon lupakan semua rasa khawatir yang ada dan lupakan semua tanggapan negatif orang terhadap kamu saat ini. Fokuslah pada bagaimana membuat hubungan kita langgeng selamanya. Mempertahankan relationship itu susah. Makanya lupakan semua, dan fokuslah pada kita, hanya kita. Yakinlah, kita bisa karena ini spesial”

Anjriiiit. Kumpulan kalimat yang meskipun gue baca berulang-ulang masih menimbulkan efek yang sama. Efek turbulen. Berasa ada badai yang memporak-porandakan akal sehat gue. Bener-bener like live in the fairytale, dengan dongeng klasik seorang puteri yang akhirnya mendapatkan pangeran tampan. Gue cuman berfikir kapan ada yang ngomong gitu sama gue? Atau kapan gue akan ngomong kaya gitu sama pasangan gue? Membayangkannya aja gue nggak bisa.

Back to the case. Kalau ada yang ngomong gitu ke gue, yang pasti kalaupun gue nggak pingsan setidaknya bakal speechless. Nggak tahu musti ngerespon kaya apa. Bingung mau ngapain. Nangis, mungkin itu satu-satunya hal yang bisa gue lakuin. Terdengar cemen mungkin, tapi itu hal yang paling masuk akal yang bisa dilakuin. Kelar nangis, langsung meluk dia, berharap dia bisa mengerti apa yang gue rasain tanpa harus ngomong apa-apa. Bahasa gue cuma diam. Nggak adil pastinya membalas apa yang dia katakan hanya dengan pelukan. Tapi rasanya semua magical words pun nggak bakalan bisa melawan kedahsyatan kalimat-kalimat tadi.

Masalahnya, worthed nggak sih gue buat dikasih pernyataan kaya begitu? Atau orang seperti apa yang worthed buat gue kasih pernyataan itu? Rasanya sampai kapanpun gue nggak bakalan berani bertindak. Kalau melakukan mungkin nggak akan bisa tapi kalau menerima, masa sih gue nggak layak buat nerima pernyataan itu? Come on, gue layak kok! Somebody?

Yuda : MIMPI AJA LO!!!!!!!!!

Senin, 10 November 2008

Aku Bosan Hidup.......


Eits, jangan terprovokasi judulnya. Aku bosan hidup bukan berarti gue bosan hidup di dunia. Dunia masih sangat indah untuk dieksplorasi, masih banyak rintangan yang masih ingin ditaklukkan dan masih banyak cita yang masih harus diwijudkan. Sekedar membuat purna arti kehidupan gue di dunia. Belum lagi masih banyak “utang” yang belum terbayar, kebanyakan “utang” sama diri sendiri tapi yang paling utama “utang” sama keluarga gue, kedua orang tua gue. “Utang” membahagiakan mereka.

Lagian kalau gue bosan hidup di dunia, sombong amat yah?! Udah punya bekal apa gue buat hidup di akhirat. Ibadah aja masih gitu-gitu aja, secara konsisten masih terus dijalankan sih dan mudah-mudahan akan terus dijalankan sampai kapanpun. Tapi rasanya hanya berjalan di tempat, jarang ada motivasi untuk meningkatkan kualitasnya. Udah berasa semacam ritual, jadi hanya sebatas dilakukan tanpa mengerti arti essensial dari ibadah tersebut. Harusnya kalau ada kesadaran semacam ini, ibadahnya jadi ditingkatkan tapi biasanya tetep enggak. Maafkan aku ya Allah.

Terus..terus, kalau misalnya gue bukan bosan hidup di dunia lantas gue bosan hidup dimana? Dengan lantang, gue akan teriak kalau gue bosan hidup di Tangerang. Yes, Tangerang. Sorry Tangerang people, but i'm really not into your city. I really don't like and enjoy to live in Tangerang. Gue bukan cerita Tangerang daerah BSD, Lippo or Alam Sutera, itumah daerah elite. Mungkin nyaman tinggal disana, mungkin kali ya. Nggak tahu juga soalnya. Gue mau cerita daerah pinggirannya, kawasan industri dimana gue tinggal sekarang.

Dimana-mana kawasan industri pasti semrawut, tapi oh my God. I think this is the worst. Macet dimana-mana dengan truk-truk dan bis segede-gede dosa, angkot yang sembarangan dan seenaknya ditambah lagi motor yang kalau pagi dan sore tumpah ruah ribuan di jalanan. Tidaaaaaaaaaaaaak!!Itu juga berarti polusi ada dimana-mana. Udaranya udah nggak seger sama sekali. Belum lagi ditambah galian dan perbaikan jalan yang taip satu kilo pasti ada. Pokoknya setiap hari selalu dimulai dengan kemacetan.

Kalu macet sih seharusnya biasa ya, Jakarta juga macet, tapi disini diperparah sama gerah. Gerahnya ampun-ampunan, lagi mandi aja bisa lho keringetan. Jakarta juga gerah tapi masih bisa dinikmatin, summer di luar aja gerahnya masih bisa ditolelir. Tangerang mah panas banget. Mana nyari kosan yang ada AC nya juga susahnya setengah mati. Walhasil kipas angin selalu menghadap ke arah muka setiap gue tidur. Meski katanya itu kebiasaan jelek, tapi daripada tiap gue tidur berasa di sauna. Ya mau gimana lagi? Pokoknya geraaaaaaaaaaaaahhhh.......Bikin nggak betah.

Akhirnya gue cuman bisa menikmati semua keadaan ini. Macet dinikmati. Gerah dinikmati. Kosan nggak ada AC plus kamar mandinya di luar juga dinikmati. Tapi sampai kapan? Bisakah gue bertahan lebih lama?

Yuda : Cari-Kerja-Baru-Aja-Kali-Ya?

Jumat, 07 November 2008

Dont judge a book by its cover


Jangan menilai orang dari penampilan luarnya aja. Kadang apa yang kita lihat nggak mencerminkan sama apa yang ada di dalemnya. Bolehlah menilai pertama kali dari casingnya, secara itu yang pertama keliatan. Tapi jangan menggeneralisasi, apalagi menyimpulkan atas apa yang baru kita lihat. Selain jatohnya nggak adil, kita juga akan sering tertipu penampilan.

Bukan berniat mengajari, tapi gue juga seringnya menilai seseorang dari luarnya aja. Karena dia kumal pasti deh begini, padahal kan belom tentu. Mungkin memang pembawaannya aja yang kumal bin dekil. Kita sering (terutama gue) terjebak dalam situasi mencitrakan fisik menjadi stereotipe yang udah terpola di otak kita. Bisa sih tepat, tapi perlu latihan. Dan hasilnya tidak instan, jadi perlu terus dieksplorasi.

Gue pernah ada pengalaman yang kalau gue inget suka pengen senyum sendiri. Kocak, konyol, lucu. Pengalaman ketika seseorang mencitrakan diri gue dari apa yang gue pake atau how I looked. Dan kebanyakan mereka salah, makanya gue suka senyum sendiri kalo inget hal-hal itu.

Pertama, Waktu dulu pas mau ikutan seleksi PNS (iya dulu gue niat ikutan PNS. Sekarangmah males) kan harus punya kartu kuning tuh, kartu tanda pencari kerja. Gue nggak punya, makanya gue bikin di dinas tenaga kerja Bandung. Pas nyampe lokasi, gue turun dari mobil, dengan pake celana jins, kaos oblong, cardigan, sandal capit plus tas selendang gembel andalan gue, gue ngedeketin meja pendaftarannya. Bapak pengurusnya ngeliat gue dari atas ke bawah, trus dengan muka nunduk sambil terus nulis dia nanya : “SMA atau STM?” Sontak gue pengen ketawa, pasti gara-gara dandanan gue deh. Waktu gue jawab : “Maaf Pak, saya S2”, bapaknya kaget gitu terus minta maaf. Dia bilang lagi “Saya pikir baru lulus SMA, soalnya mukanya masih muda” Yeee, emang kalo masih muda nggak boleh S2. Ngasal.

Kedua, waktu gue belanja celana kain buat kerja. Iya, celana kain. Temen-temen gue pasti ngetawain. Friends, umur kita makin tua, jadi nggak mungkinkan selamanya kita pake jins terus. At least di kantor, meski sebenernya itu juga bukan gue banget. Tapi apa daya. Pas gue milih-milih, ibu pemilik tokonya nanya celana kainnya buat apa (none of your business actually!), ya gue jawab buat ke kantor. Dia dengan polosnya bilang: “Masih muda udah kerja kantoran, pasti lagi Magang!” Tuingggg. Should I have a word! Memangnya kalo masih muda nggak boleh kerja kantoran. Tapi gue tersanjung juga sih, masa nampak masih muda? Secara waktu belanja itu umur gue udah 26. Mungkin karena dandanan gue kali ya yang cuman pake kaos oblong sama celana pendek doang?!

Ketiga, waktu dapet scholarship di luar (luar kelas maksudnya, hihihi), kan pengen nyobain clubbing. Tetep meskipun niatnya sekolah, clubbing tetep harus dijajal. Rugi kalo nggak nyoba. Pas gue mo masuk, penjaga pintunya ngelarang gue katanya gue pasti di bawah umur. Heh, Sir, umur gue 23 waktu itu. Sudah cukup umur. Jangan dibandingin sama bule-bule yang seumuran gue badannya segede-gede buta donk. Gue dateng dari asia jauh, regional kurang gizi. Harap maklum. Wakakakakak. Walhasil gue musti nunjukin KTP segala, bikin turn off deh! Untung clubbingnya seru…..

So, apapun yang kita pakai, itu memang kepribadian kita, tapi jangan ditarik kesimpulan hanya dari penampilan aja karena seringnya salah. Nggak mau kan dapet malu karena salah menebak-nebak orang hanya dari penampilannya aja. Be wise!

Rabu, 05 November 2008

Blogwalking


Akhir-akhir ini gue lagi seneng banget blogwalking. Mengunjungi blog-blog orang yang sebenernya kebanyakan nggak gue kenal.Ternyata isi blog mereka seru-seru. Mulai dari yang segar, bikin melek mata, konyol, kocak, sampe yang isinya banyakan resep-resep masakan doang. Yang terakhir suka bikin gue ngiler.

Kalo blognya menarik hati gue, setidaknya menyentil di hati, biasanya gue sapa si shout box nya, kalo menarik banget malah gue link di blogroll gue. Nggak peduli entar di link balik atau nggak. Sekedar seru-seruan, namabah temen. Ternyata banyak bener di dunia ini yang hobi nulis yah, paling nggak numpahin unek-uneknya lewat tulisan.

Dulu waktu pertama kali gue bikin blog, tujuan gue cuman satu. Menulis. Gue nggak peduli kalo blog gue akhirnya nggak pernah ada yang visiting, nggak ada yang ngasih komen atau nyapa di shout box. Lagian temen-temen gue, baik temen kuliah dulu, temen gaul, sampe temen kerja jarang ngasih komen. Baca sih sering, tapi komennya langsung nggak pake ditulis. Langsung ngomel ke gue waktu kehidupannya gue umbar. Tapi ada juga yang request pengen hidupnya diumbar di blog gue. Igh, situ artis?!

Gue nggak peduli sama “sepi” nya blog gue, karena kembali ke tujuan awal cuman ingin nulis. Blog jadi wadah gue untuk mengekspresikan apa yang ada di hati gue. Perasaan gue, hari-hari gue, pengalaman gue, pokoknya tentang hidup. Kan nggak mungkin juga gue nulisnya masih di diary, hari gini masih diary. Please deh, secara udah ada teknologi.

Tapi ternyata sekarang ketika blog gue mulai rame dikunjungi dengan hadirnya komen-komen tertulis, rasanya jadi lebih asyik. Tiap pagi waktu datang ke kantor yang pertama di cek pasti blog (selain karena friendsternya di blok orang IT), ada yang ngasih komen nggak yah? Ada yang ngisi shout box nggak yah? Ada tulisan baru dari temen-temen blogroll gue nggak? Pokoknya tiap pagi kerja gue diawali dengan blogwalking. Seru!!!! Im so sorry boss!

Blogwalking juga bikin gue seringnya malu sama kualitas dari blog-blog orang lain. Isinya berbobot, lebih bernilai, mengajarkan sesuatu akan hidup, cinta, menjadi dewasa. Sementara kalau menengok blog gue sendiri, kok banyakan isinya cuman caci maki yah? Kesedihan tidak terperi, kerisauan, gundah gulana, cinta yang gitu-gitu aja, pengharapan, dan tema-tema biasa lainnya. Malu sebenernya kalo dibaca orang, tapi itu tadi, gue nulis ketika gue pengen nulis. That’s it.

Kalau menulis sesuatu yang berbobot, siapa sih yang nggak pengen? Gue juga tentunya pengen. Makanya ini sedang dalam tahap belajar. Berharap semoga dengan banyak menulis postingan kemampuan gue buat bertutur, bercerita, berbagi sesuatu menjadi lebih berbobot. Dengan banyak membaca postingan temen-teman juga akan banyak mengajarkan bagaimana suatu cerita itu dapat dikemas sedemikian menarik sehingga tidak membosankan dan berkesan lebih berisi. Suatu hari nanti gue juga pasti bisa, tinggal banyak latihan.

Makanya, ayo Yuda keep on writing! Menulislah dan menulis, pasti lo akan menemukan ciri khas dalam cara bertutur yang lo banget tapi lebih berkualitas dan bermakna. Kalaupun nggak banyak orang yang baca, pasti akan ada manfaatnya. Setidaknya buat lo sendiri (Written when Yuda talking with himself in the middle of the cloudy night)

Selasa, 04 November 2008

Gue benci Nunggu


Kalau gue pulang dari Tangerang ke Bandung setiap minggu pasti gue punya temen tetap dan tidak tetap. Temen tetap karena biasanya dia juga pulangnya tiap minggu kayak gue. Nggak tahan kalau nggak nyium udara bandung barang seminggu. Berasa ada yang kurang aja. Temen tidak tetap, yang juga punya rumah di Bandung tapi untuk berbagai alasan nggak pulang tiap minggu. Entah alesannya ngirit, punya pacar di Tangerang, memang nggak pengen pulang, atau apapunlah alasannya.

Gue memang nggak perlu ditanya, selalu pulang. Nggak peduli ada temen atau nggak, nggak peduli temen tetap tiba-tiba mutusin untuk nggak pulang, pokoknya pulang. Sekali pulang tetap pulang!

Kita kalo pulang ke Bandung biasanya pake bis umum, nggak pake travel kaya kalo pergi ke Tangerang. Jadwal travelnya nggak bagus, makanya naik bis aja biar cepet nyampe. Kita semua di bandung turun di terminal Leuwi Panjang, terminal bis utama gitu deh. Dan biasanya kita pulangnya sendiri-sendiri, maksudnya yang jemputnya sendiri-sendiri. Gue sama temen tetap gue dijemput sama adik-adik kita, kalo temen nggak tetap gue dulu dijemput sama pacarnya. Tapi itu dulu, waktu dia belom diputusin karena ketahuan selingkuh. Upsssss, kok jadi ngomongin itu. Maaph.

Nah temen tetap gue itu dijemput adiknya yang kuliah di ITB. Tiap ngabarin udah nyampe Padalarang, pasti adiknya itu lagi di kampus. Entah lagi ngospek lah, entah besoknya mau ada wisudaan lah, entah cuman pengen ngumpul di himpunan lah. Pokonya adiknya temen gue itu tipe-tipe anak himpunan gitu. Dear, jadwal lo jemput kakak lo kan hari jum’at malem, kok di kampus sih. Itu kan waktunya dugem. Hehehehe, itu mah gue, jaman kuliah ada ritual jum’at ceria. Dugem tiap malem sabtu, meski malem minggunya juga jarang absen.

Yang bikin gue sedikit bete nih (maaf ya temen tetap gue! Gue tau lo pasti baca blog gue. Maaf) adiknya temen tetap gue itu kalo jemput pasti telat. Gue kan nggak enak ninggalin dia sendirian. Kasian cewek, masa gue tinggal gitu aja di terminal. Tapi adik gue suka ikutan jadi bete karena dia juga harus ikut nungguin adiknya temen gue itu nyampe. Kalo kata adik gue, niat nggak sih dia jemput kakaknya.

Iya yah nampak nggak niat jadinya. Kalo gue compare sama adik gue, jatohnya jadi memang diniatin telat. Satu, dia udah dikabarin kalo kakaknya mau nyampe sejak dari Padalarang, nah gue baru ngabarin adik gue pas gue dah nyampe tugu Extra Joss, deket belokan mau ke pasteur. Dua, jarak ITB- terminal sama rumah gue-terminal lebih deketan ITB. Tapi selalu adik gue yang duluan nyampe. Heran.

Aduh, kalo gue sih nggak apa-apa nunggu, tapi adik gue!!! Entar kalo keseringan dia bete terus mogok nggak mau jemput gue kan gue yang berabe. Mungkin besok-besok kalo adiknya temen gue telat lagi, kakaknya gue tinggal aja gitu?

Yuda : Maaf-lagi-pengen-ngomel-ngomel-aja!

Senin, 03 November 2008

Ya iyalah beda......


Kemarin on YM dua temen jaman kuliah tiba-tiba online. Tumben bener, secara kalo gue online (read : everyday), mereka nggak pernah online juga. Makanya kemaren agak-agak surprised gitu deh liat mereka online. Hebatnya dua-duanya online disaat bersamaan. Bener-bener kebetulan, dan kebetulan lagi gue memang pengen ngobrol bareng mereka. Udah lama sejak lulus S2 agak-agak hilang kontak gitu, entah mereka sibuk ngapain. Atau jangan-jangan gue yang terlalu sibuk. Sibuk beredar maksudnya, membenahi pergaulan dan status sosial. Hehehehehe.

Pagi itu ngobrol sama mereka berdua, bikin pipi gue panas. Berasa ditampar berulang kali. Sakit. Pasalnya usut punya usut, mereka lagi ngambil PhD. Yang satu di Jepang, yang satu di Inggris. WHAT!!!!!Are you kidding me! Udah ngambil S3 aja mereka, secara lulus S2 nya sama gue bareng. Kok gue belom ambil S3? (sirik mode on).

As info, dari jamannya S1 mereka udah dapet cap di jidatnya masing-masing sebagai calon dosen ITB masa depan. Lulus S1 dan S2 dengan cemerlang, a.k.a cum laude, track record research bagus, attitude membanggangkan, kinerja di lab juga excellent, hubungan sama dosen-dosen oke banget. Pokoknya jalan hidup mereka scientist banget deh. Makanya gue seharusnya nggak heran kalo mereka tiba-tiba dapet sponsor buat kuliah S3 di luar negeri. Catet : ITB sekarang nggak nerima dosen lulusan S2, harus S3 dan lulusan luar negeri. Nggak cinta produk dalam negeri neh ITB. Hehehehe. Becanda, Gajah!!!

Kenyataan ini bikin gue berbalik pikir, apa salahnya sama gue? Apa bedanya gue sama mereka? Kalo mereka bisa kan seharusnya gue juga bisa. Tapi kalau dipikir-pikir lebih jauh, gue sadar bener kalo mereka sama gue bedanya jauh. Kalupun nggak jauh-jauh amat tapi perbedaannya essensial, mendasar banget, Makanya terlihat jomplang.

[satu]
Mereka lulus S1 dan S2 dengan cum laude, memang karena mereka pinter. Bawaan orok, genetik. Sorry to say neh, bukannya sombong, gue juga S1 dan S2 Alhamdulillah cum laude, tapi kayaknya banyak karena faktor kebetulannya deh, just lucky factor. Kebetulan gue niat banget pengen cum laude. Biar eksis, biar jadi topik pembicaraan se-fakultas. Heheheheh. See?

[dua]
Waktu ada jam kosong diantara dua mata kuliah, pasti mereka sibuk baca-baca diktat atau setidaknya ngendon di perpus. Gue kalo ada waktu kosong pasti langsung ngacir ke mall buat makan atau belanja.

[tiga]
Libur semesteran yang lumayan panjang mereka manfaatin buat nyari short course ke luar negeri, membuka peluang kata mereka. Kalau gue sibuk nyari travel agent buat ngurus liburan gue. Kalau lagi beruntung nyokap gue mau bayarin ya keluar negeri, tapi kalo nggak dalam negeri aja.

Sebenernya masih banyak perbedaan-perbedaan gue sama mereka, tapi kalo diumbar semuanya nanti malah keliatan kalo gue yang sebenernya keseringan wasting time for nothing. Jadi sebenernya nggak adil kan sirik sama mereka. Toh kalau ditanya siapa yang salah ketika gue nggak sama kayak mereka? Ya yang salah pastinya gue. Tentu gue. Jelas-jelas gue.