Halaman

Jumat, 17 Desember 2010

Menyiasati Waktu

Saat ini saya memiliki kesibukan baru. Bukan menulis jurnal-jurnal ilmiah yang membuat muntah darah, bukan juga direpotkan oleh tagihan laporan akhir tahun yang memusingkan, atau dibuat mati rasa saat molekul-molekul DNA yang tidak mau muncul setelah serangkaian proses isolasi panjang yang menghabiskan waktu di laboratorium. Bukan itu.

Kesibukan baru ini kemudian membuat saya menyadari kalau saya ternyata belum mempelajari tentang hal ini sebelumnya. Sudah sering saya menepi kemudian menetap dan diakhiri dengan beranjak lagi. Telah banyak pelajaran yang saya catat di buku perjalanan hati untuk sekedar mengingat apa yang boleh dan tidak boleh saya ulangi di perjalanan berikutnya. Tapi ternyata saya luput tentang sesuatu. Sebuah pengalaman yang baru saya alami sekarang.

Menjalani LDR bukan kali pertama buat saya. Berat memang, tapi bukan hal yang mustahil untuk dijalani. Bukan sesuatu yang lantas harus dihindari karena ketika kita percaya kalau kita bisa maka segalanya akan berjalan seringan udara yang kita hela. Jadi kalau sekarang saya kembali dititipi Tuhan seseorang dengan paket lengkap jarak dan waktu, saya siap. Benar-benar siap. Tidak ada keraguan sedikitpun untuk kemudian mematikan semua rasa yang sudah terlanjur dibelanjakan. Tak akan ada istilah beringsut mundur untuk menurunkan jangkar sebelum saya berlayar. Saya sudah siap.

Banyak yang sangsi dan meragukan. LDR menurut mereka terlalu berat buat saya yang sudah mereka kenal sepak terjangnya sedemikian rupa. Akan sulit katanya bagi saya untuk sekedar menjaga hati kemudian menguatkan tekad. Saya hanya bisa tersenyum, tapi akan saya buktikan kalau mereka salah. Akan saya tunjukan kalau saya kuat, apalagi seseorang titipan Tuhan itu menyayangi saya sedemikian rupa. Menyayangi dengan kapasitas yang luar biasa besar. Masih perlukah saya mencari “hiburan” sesaat dengan mempertaruhkan apa yang sudah dia berikan? Tidak.

Saya tahu benar bahwa sosok sangat diperlukan dalam sebuah hubungan. Kadang dengan bersentuhan kita merasa bahwa kita memang termiliki. Bahkan hanya dengan saling berpandangan kita akan jauh menyadari kalau kita memang bersama seseorang yang harus dipertahankan. Saya mengamini semuanya. Tapi kemudian saya menelaah apa yang telah saya jalani dengannya selama beberapa waktu. Dan itu cukup. Cukup untuk saya tetap berjalan dengannya tanpa harus senantiasa bersentuhan ataupun berpandangan. Caranya memperlakukan saya jauh lebih dari kehadiran sebuah sosok.

Saya menikmati kesibukan baru yang untuk pertama kalinya saya pelajari. Mencoba menyelaminya dengan segenap hati. Bereksperimen ini dan itu untuk sekedar menemukan formula yang pas, sehingga ketika hal itu diulang kembali tidak perlu banyak pikiran bagaimana menyikapinya. Kesibukan meramu bagaimana dua sosok yang katanya saling mencintai itu bisa bertemu dalam kisaran waktu yang juga terbatasi. Memanfaatkan setiap jengkal kemungkinan untuk sekedar menghidupkan rasa sayang secara terus menerus. Membuatnya tetap menyala.

Belakangan ini saya disibukan oleh kegiatan itu. Kegiatan menyiasati waktu yang seringnya tidak cocok agar saya dan dia bisa bertemu. Suatu kegiatan yang dirasa mahal, bukan karena memang memaksa salah satu untuk terbang tapi juga karena batasan yang dihadirkan waktu. Apapun itu, saya menikmati disibukan olehnya, karena saya yakin bahwa imbalan dari semua itu adalah sebuah pertemuan. Pertemuan yang akan membuat saya semakin terpatri kepadanya. Selamanya.

2 komentar:

BaS mengatakan...

Hey, kamu mensyukuri suatu hubungan dengan cara yang manis yah....aku suka postingan ini, Apis is in love....jadi pengen tau siapa yang mencoba mendapatkan hati kamu....
Semoga langgeng yah....

Apisindica mengatakan...

@Bas: kepooo deh mau tau ajah. :))

amiiiiin. makasih doanya!