Halaman

Selasa, 12 Oktober 2010

Drama ( lagi-lagi )

Seorang teman pernah bilang ketika hidup tanpa drama maka kemampuan menulis akan berkurang.

Saya setuju.

Ketika memainkan drama, saya bisa mengeksplorasi maksimal kemampuan menulis. Banyak rentetan kata yang kemudian tercurah bagai hujan yang turun belakangan ini. Meluap dari got-got yang kehabisan daya tampungnya, menggenang di jalanan yang berlubang. Saya bisa menulis tanpa banyak berpikir dengan hasil yang memuaskan. Menurut saya.

Tapi saya seringkali berlaku bagai sutradara atau penulis skenario atas hidup saya sendiri. Mencipta sebuah drama yang hanya direka dalam kepala. Mengurai berbagai kejadian dalam segmen-segmen yang berkelanjutan, mengumpulkan serakannya kemudian menayangkan dalam layar imagi. Menjadi sebuah cerita utuh yang kadang diselingi commercial break.

Tidak bermaksud menyaingi Tuhan, karena sampai sekarang saya masih percaya kalau Dia adalah penulis skenario yang paling hebat, setidaknya untuk hidup saya. Skenario yang seringnya tidak bisa ditebak bagaimana alur atau plotnya. Skenario yang scriptnya justru baru saya pegang setelah cerita dimainkan lebih dari setengah jalan. Skenario yang membuat saya harus siap dengan segala kemungkinan yang bisa saja terjadi di tengah saya memainkan lakon yang awalnya jelas tetapi kemudian buram.

Kalau sedang diberi jalan cerita yang sedikit tidak menguntungkan maka saya berharap lebih banyak iklan yang tayang, karena saat jeda itu saya memiliki kesempatan untuk memutar kepala. Mencari celah bagaimana menyelesaikan masalah yang menghadang, merunut benang kusut dan berharap bisa memintalnya dalam alur yang tidak lagi memusingkan. Tapi banyaknya saya kalah langkah, saya hanya bisa mengikuti jalan cerita yang sebetulnya tidak saya suka sambil berdoa agar episodenya cepat selesai. Berdamai dengan apa yang sudah dituliskan seringkali adalah sebuah penyelesaian.

Sekarang saya sedang berdamai. Berusaha memaknai dengan penuh kesadaran atas apa yang terjadi belakangan ini dalam hidup saya. Tidak mencoba keluar dari jalan cerita yang ada karena saya terantuk langkah pada kenyataan bahwa ternyata dia bukan lagi milik saya. Seorang pemain yang awalnya dikirim untuk meramaikan cerita dimana saya bisa meniti warna pelangi, sekarang diberhentikan paksa. Tanpa prolog, dia diberi script untuk keluar dari jalan cerita yang justru menurut saya episodenya baru saja dimulai.

Tidak ada lagi mata segaris. Untuk kesekiankalinya dia pamit dan berjalan dalam tracknya sendiri, memainkan skenario yang mungkin baru saja diterimanya. Tanpa saya sebagai peran pembantu utama, bahkan tidak sebagai cameo. Saya tidak lagi terlibat. Saya ditamatkan perannya dalam segmen kali ini. Entah dalam kisaran waktu yang pendek atau panjang, atau mungkin saya tamat selamanya. Entahlah.

4 komentar:

Farrel Fortunatus mengatakan...

jadilah aktor yg kreatif, ga melulu terpaku pada script, ber'improvisasi' akan menjadikan peranmu makin hidup.

pau mengatakan...

ehm....

Anonim mengatakan...

you are the lead actor dear :). Make up your mind! time won't wait hehehe...

Apisindica mengatakan...

@farrel: kadang malah gw terlalu kreatif. seringnya memainkan peran yang jauh melenceng dari script!

@mas pau: ehm juga!!!

@anonim (which i know who you are) : gw emang selalu peran utama. piala citra udah banyak tuh di rumah. hahaha. Thanks dear...