I love ramadhan
because that kid who never prays, prays. That girl who never covers, covers.
That guy who never fasts, fasts. Even if it’s just for a month, at least these “types”
of people tasted the “sweetness of faith” just for one month. And perhaps
months later down in life, if their life ever becomes bitter, they will refer
back to ramadhan and yearn for that same “sweetness” they sampled just that one
month. You call them “Only Ramadhan Muslims” but i call them “Muslim who may
only need Ramadhan to change”
Saya bukan orang suci. Bukan orang yang tidak pernah khilaf.
Bukan orang yang tidak pernah melakukan kesalahan. Bukan juga orang yang tidak
pernah menyakiti perasaan orang lain baik yang tidak disengaja ataupun
dilakukan secara terang-terangan. Saya manusia biasa. Sering khilaf, sering
melakukan kesalahan dan sering menyakiti perasaan orang.
Saya tidak bangga, meski saya melakukannya lagi dan lagi.
Saya tidak pernah jera bahkan ketika peringatan demi peringatan Tuhan hadirkan
perantaraan kejadian yang membuat saya mengelus dada. Seringnya saya
memaknainya sebagai sebuah kesialan karena saya tidak berhati-hati mengatur
langkah. Saya bebal. Tidak kapok dan hanya sesaat tersadar untuk kemudian
melakukan berbagai macam kesalahan lagi di setiap kesempatan. Saya mungkin
tidak lebih pintar dari seekor keledai yang terperosok ke dalam lubang yang sama
lebih dari satu kali.
Kemudian Ramadhan datang. Memberikan janji sebuah
pengampunan besar di penghujungnya apabila saya menjalani setiap ibadah di
bulan tersebut dengan penuh penghayatan, dengan tekad untuk melakukan sebuah
pertaubatan. Dan saya tergoda untuk mengetuk pintu rahmat-Nya. Tanpa malu saya
beringsut dari pojokan untuk mengiba sebuah bentuk pemaafan yang paling hakiki
atas apa-apa yang sudah saya lakukan satu tahun ke belakang. Tanpa malu saya
meminta lagi pengampunan seperti tahun-tahun sebelumnya. Meminta untuk
dibebaskan dari segala macam ancaman dan ganjaran atas apa yang sudah pernah
saya lakukan.
Ramadhan datang, membuka pintu langit untuk manusia yang
ingin berjalan menuju terang. Saya kembali mengetuk, menunggu di ambang pintu
seperti kebanyakan orang karena rahmat Tuhan pada bulan itu sedang banyak
dibagi-bagikan. Saya dengan pakaian paling bagus berkumpul dengan khalayak
ramai untuk memburu rahmatan. Pakaian paling bagus yang saya punya, yang kali
ini bukan untuk bertopeng ataupun menyamarkan. Paling bagus karena saya malu
untuk meminta ampunan dengan pakaian lusuh yang seperti tanpa persiapan.
Pakaian bagus yang saya jahit dengan amalan yang saya kumpulkan. Pakaian paling
bagus yang ternyata masih menyisakan banyak lubang di berbagai tempat yang
belum bisa tertambal.
Mungkin saya termasuk orang yang tidak tahu malu. Selalu
meminta sebuah pengampunan setelah sebelas bulan melakukan banyak kesalahan,
padahal ketika melakukannya seringkali saya sedang berdiri sadar. Saya tidak tahu malu karena
hanya berburu ampunan ketika Ramadhan datang, dan setelah itu biasanya saya
kembali menelan bara dan angkara. Tapi saya yakin Tuhan Maha Pengampun, dan
saya tidak sangsi kalau Tuhan Maha Tidak Menzhalimi. Seberapapun saya melakukan
tindakan kesalahan, Tuhan akan menurunkan ampunan selama saya tidak
menyekutukan-Nya.
Menyambut ramadahan ini baju saya masih kotor, masih
berlubang meskipun saya merasa baju itu sudah paling bagus dan paling pantas
untuk dikenakan. Dan karena kesalahan saya tidak hanya pada Tuhan tetapi lebih
banyak pada hadai taulan dan teman maka izinkan saya pada kesempatan kali ini
untuk memintakan maaf atas semua kesalahan. Kesalahan perkataan, berbuatan
maupun hanya serupa lintasan hati berupa bisikan. Saya ingin menyongsong
Ramadhan dengan perasaan termaafkan. Dan seperti yang sudah dituliskan di awal,
saya membutuhkan Ramadhan untuk melakukan perubahan.
Saya tidak bisa berjanji akan menjadi baik sekali setelah
nanti Ramadhan usai, tapi setidaknya berikan saya sebuah kesempatan untuk
belajar menjadi lebih baik perantaraan ramadhan. Karenanya sekali lagi saya
mohon untuk dimaafkan.
1 komentar:
aloo kang.....
met puasa yaaaa.....
Posting Komentar