Aku masih memiliki keyakinan kalau suatu hari jalan ini akan
berujung. Entah kapan, karena sampai sejauh ini yang kutemui selalu hanya
serupa simpangan. Simpangan yang mau tidak mau membuatku berhenti sejenak dan
memilah ke arah mana kaki ini harus dilangkahkan.
Selain lurus ke depan, jalanan juga menghadirkan belokan ke
kanan, ke kiri dan awahan untuk beringsut mundur ke belakang. Dan aku selalu
mengeliminasi opsi untuk mengambil jalanan yang pernah dititi. Mundur ke
belakang hanya akan membuatku semakin jauh ketinggalan. Padahal waktu terus
diputar, kehidupan terus dijalankan.
Sering kali aku memilih untuk terus lurus, mengabaikan
belokan ke kiri ataupun ke kanan. Aku pikir dengan terus lurus jalanan akan
lebih mudah untuk dilalui. Sering kali benar, tapi tidak jarang juga yang
kutemui adalah sebuah kebuntuan. Jalan berujung rintangan yang tidak
mengantarkan aku pada sebuah tujuan. Terpaksa aku berjalan memutar, membuka
setapak asing sambil berharap menemukan jalanan besar yang tidak lagi membingungkan.
Tujuan. Apa yang aku ketahui tentang tujuan? Nihil. Aku
hanya merasa kalau harus terus berjalan. Pernah aku menuliskan tujuan pada
lembar-lembar lontar dan menyelipkannya di ikatan pinggang. Lembaran yang
kemudian aku baca ulang ketika gamang menghampiri tanpa ada permisi. Tujuan
yang membuatku merasa tetap harus hidup walau kenyataan hanya selayak ilusi.
Mudah dibayangkan tetapi sulit untuk direalisasi.
Dan aku tersadar. Tujuan yang aku tuliskan tidak sesuai
dengan harapan banyak orang. Awalnya aku tidak peduli, memilih menulikan
telinga dan membutakan mata. Aku tidak hidup untuk mereka. Aku tidak
berkewajiban memuaskan dahaga mereka mengenai cinta. Tapi aku salah. Lagi-lagi
salah. Bagaimanapun aku dan mereka akan beririsan pada banyak hal. Bersinggungan
pada kepentingan-kepentingan kolektif yang ternyata tidak bisa begitu saja
diabaikan. Kompromi dijadikan jalan keluar. Melunakkan ego dijadikan landasan
untuk membuat banyak pemakluman.
Apa yang aku dapatkan kemudian? Tidak ada. Aku tetap saja
gamang. Bingung mau terus lurus ke depan atau berbelok ke kiri dan ke kanan.
Tujuan yang semula dipegang lambat laun teruapkan. Tidak lagi jadi sebuah
prioritas yang ingin dilakoni. Hidup dengan sederhana. Membahagiakan banyak
pihak. Tidak lagi ramai mengajukan tuntutan. Berhenti mempertanyakan.
Mengurangi gugatan. Cukup.
Impian yang dari dulu dilambungkan ketika mulai tersadar
kalau aku tidak sama, pelan-pelan meranggas. Keinginan yang semula menggebu
ketika mulai merasa bahwa aku berbeda, lama-lama berkurang. Aku kemudian
merevisi arti bahagia itu sendiri. Menyesuaikan dengan putaran-putaran angka
yang semakin lama semakin membesar. Tumbuh subur dipupuki kenangan dan
pengalaman.
Jalan ini pasti berujung. Entah kapan. Karena sampai saat ini
aku masih saja sendirian. Meski (mungkin) bahagia.
2 komentar:
Jalanan pasti berujung.... Semakin susah menapakinya semakin indah akhirnya. Pastikan saja berada d jalan lurus tidak tergoda oleh simpangan yg menawan. O ya satu lagi jangan pernah berpikir hal itu akan berat, selalu positf bahwa semuanya akan dimudahkan. Doaku bersamamu sobat
@anonim : terima kasih teman...
Posting Komentar