The drama happens in life. Love. Heart that breaks into
pieces. Losing friends. Moving on. Letting go. But i’m still alive.
Ya, lihat saja saya masih bertahan. Tidak peduli sudah
sekian banyak penggalan drama saya selesaikan atau hanya saya gantungkan. Saya
bertahan karena hidup sebetulnya hanya tentang itu. Bertahan.
Love. Jatuh cinta. Semua orang pernah jatuh cinta, tidak terkecuali
saya. Cinta mengajarkan bagaimana saya harus mengatur perasaan. Cinta memberi
saya arahan bagaimana berbagi dalam takaran yang tidak pernah saya duga kalau saya
mampu lakukan. Cinta membuat saya
bertumbuh dari kerdil kemudian menjadi rindang, dari terkungkung kemudian
terbebaskan. Cinta juga mengajarkan bagaimana terbang dengan sayap tak kasat
mata ke berbagai pemberhentian hanya dengan sebuah kepercayaan.
Tapi cinta juga mengajarkan apa itu kesedihan. Memberi air
mata yang menetes membentuk bilur kenangan yang tidak mudah dienyahkan. Cinta
tidak jarang membuat hati saya hancur berkeping-keping, sehingga saya memiliki
sebuah jambangan kesedihan imajiner tempat menyimpan serpihannya. Jambangan
yang saya tidak tahu seberapa besar ukurannya karena sudah sedemikan banyak
serpihan yang saya taruh tetapi jambangannya tidak lantas penuh.
Orang mungkin bertanya untuk apa saya menyimpan serpihan
kesedihan. Saya juga tidak tahu. Karena yang saya tahu kenangan-kenangan yang
dulu pernah terserak bisa saya kumpulkan untuk saya jadikan acuan melangkah
pada masa mendatang. Tapi saya salah. Menyimpan kenangan justru menyulitkan
langkah yang seharusnya ringan digerakan. Dan saya bebal. Meskipun saya tahu
demikian, saya tetap menyimpannya dalam jambangan kesedihan. Jambangan imajiner
yang saya tidak tahu seberapa besar kapasitas simpannya.
Ternyata hidup memberikan kesedihan tidak hanya dari cinta
yang berasal dari pasangan, tapi seringkali juga dari orang-orang yang saya
sebut sebagai kawan. Mungkin sebetulnya mereka tidak bermaksud untuk menyakiti
meski yang saya rasakan justru sebuah kesakitan. Sebuah perasaan terabaikan.
Terkhianati. Ditinggalkan. Dan akhirnya kehilangan. Kehilangan yang lagi-lagi
akan saya simpan dalam sebuah jambangan kesedihan.
Mungkin saya lambat bergerak dari sebuah keterpurukan.
Lamban dalam memunguti semua serpihan dan memasukannya dalam jambangan padahal
waktu terus diputar. Sering saya kehilangan banyak kesempatan hanya karena saya
menangisi kebodohan berulang-ulang. Kehilangan banyak peluang untuk berkembang
karena saya justru hidup di belakang. Di sebuah bayangan buram yang dipantulkan
oleh cermin yang tidak pernah dibersihkan. Saya ketinggalan.
Kemudian saya tersadar. Tidak mungkin saya hidup selalu di
masa lampau yang tidak menyenangkan. Keadaan seperti ini membuat saya dipaksa
untuk berjalan. Meninggalkan apa yang sudah sepatutnya saya tinggalkan dalam
jambangan sebagai kenangan. Berusaha tidak mengungkitnya atau menyusunnya
kembali menjadi sebuah cerita utuh di masa depan. Sesekali memang masih saya
lakukan untuk berbagai alasan pembenaran. Tapi saya lakukan sambil terus
berjalan. Sebuah kemajuan.
Selain bergerak saya juga belajar melepaskan. Memilah dan
membuang apa yang saya sudah simpan dalam jambangan kesedihan agar tidak bisa
terus dikenang. Memang tidak saya lakukan pada semua jenis kenangan karena satu
dan lain hal, karenanya untuk pelajaran melepaskan ini saya sering sekali
mendapatkan nilai merah sebagai peringatan. Tapi saya terus belajar. Satu-satu
saya buang. Yang paling berat biasanya saya lakukan belakangan, dan sampai
sekarang saya masih berusaha untuk bisa dimusnahkan.
Hidup saya drama. Saya mengamini. Babak demi babak saya
lewati. Peran demi peran saya jalankan. Dan saya berharap bisa segera sampai
pada sebuah tujuan. Tujuan yang sebetulnya saya juga tidak tahu apa itu gerangan . Mungkin kebahagiaan.
Atau mungkin bisa saja hanya sebuah perasaan bertahan. Bertahan dari segala
macam bentuk ancaman yang timbul dari sebuah drama banyak babak yang diundi
mana duluan yang harus dimainkan.
2 komentar:
Saya membacanya di lantai 6 perpustakaan sambil nangis. Saya tertampar:)
Saya juga diingatkan untuk terus berjalan.
Terima kasih Apis
wah...intinya adalah niatan move on, tapi tidak juga berusaha lupa masa lalu, toh bisa buat acuan masa depan untuk tidak terjatuh di kesalahan yang sama :) nice writing, salam kenal :)
Posting Komentar